Oepit Wong
Tikus hitam duduk di kursi
Menatap rakus hidangan di atas meja
Sekalisekali berceloteh tentang kemakmuran
Entah untuk siapa?
Kucing gemuk menatap terpesona
Tiada gairah untuk meringkus
Karena asyik memainkan ekornya
Tak lebih bagai babi yang bebal
Srigala kurus atur siasat
Purapura jinak mencari cara
Berganti rupa seolah olah domba
Diamdiam mengincar mangsa
Menandai wilayah untuk diri sendiri
Ah...
Nasib sepotong keju
Ditangan para jalang
Bagai hidangan tak bertuan
Cunong Nunuk Suraja
Cunong Nunuk Suraja
JIKA TAK INGIN
hentikan imaji puisi
kecuali kugiring ke bui
hentikan imaji sajak
agar kumudah membajakmu
hentikan imaji syair (atau)
segera nyawamu kuplintir
hentikan imaji tulisan
itu semua ilusi!
2014
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi
MINGGU MENUNGGU
Minggu menunggu
Senin yang hilang kemarin
Di pelataran Sabtu penuh batu
Dijumput dari padang Jumat yang penuh berkat
Sehabis perjalanan Kamis yang manis
Melewati setapak Rabu yang berdebu
Seusai menghela napas Selasa yang leluasa
Minggu menunggu
Senin yang berlalu kemarin
Minggu, 15 Juni 2014
Pekalongan masih merah putih
Fasya Imani Queen
Butterfly
Senja ini ku sendiri
Sedang kupu-kupa begitu indah menari
Terbang merebahkan sayap
Menjelajahi berbagai arah penjuru
Dalam unggun pilu aku nyaris ingin sepertinya
Andai aku butterfly
Pastinya dada takkan tersesak
Merintih menggeliat kesakitan
Dalam senja yang gigil,
Bernafas Dengan mesra
Menjelajah jejak-jejak
Membuai rindu sebuah sajak .
Senja ini ku sendiri
Sedang kupu-kupa begitu indah menari
Terbang merebahkan sayap
Menjelajahi berbagai arah penjuru
Dalam unggun pilu aku nyaris ingin sepertinya
Andai aku butterfly
Pastinya dada takkan tersesak
Merintih menggeliat kesakitan
Dalam senja yang gigil,
Bernafas Dengan mesra
Menjelajah jejak-jejak
Membuai rindu sebuah sajak .
Yudhi Ajha
MALAM LEBARAN
wangi parfummu
hadir bersama
: gema takbir dan airmata....
. klender, 27 juli 2014
*
wangi parfummu
hadir bersama
: gema takbir dan airmata....
. klender, 27 juli 2014
*
Aditya Mahendra Putra
Tuhan Masihkah Engkau Mampu Mencintaiku
Agustus 2014
Deru suara bising jalanan
Caci maki dan kerumunan olokan
Mengendap di kupingku yang sayu
Ragu, engah, serta jenuh mendengar
Setiap norma dan tata cara beragama
Yang cuma menghardiku dan memicingkan keberadaanku
Aku di sini berbicara melalui sajaku tuhan
Akan segala riuh lantak dan senda gurau di pagi ini
Apakah cinta adalah pemaksaan
Apakah cinta merupakan keterpaksaan
Atau apakah cinta ialah lentera peleburan dan penerimaan antar sisi
Di pagi yang sepi ini
Angin dari tiap penjuru datang mendekapku
Sama seperti di hari-hari sebelumnya
Hari di mana tiada harga bagi manusia sepertiku
Yang di tiap tempat dipicikan
Yang di tiap waktu dibuang dan dilecehkan
Yang di tiap kesempatan diejek harga dirinya
Tanpa sedikitpun mencoba memahami akan retak raga
Serta jiwa yang membuatku merasa terkucil di tempat ini
Tempatku bersandar dengan kekasihku
Tempatku bersandar pada bahumu, dan cintamu tuhanku
Apakah engkau mendengar jeritanku
Yang melolong bagai ribuan serigala kelaparan?
Aku sadar, aku hidup tidak dengan semestinya
Entah apa alasanku lebih nyaman dan tenang di persenggamaan dangkal
Bersama kekasih sejenis, sekelamin, dan sependeritaan
Yang mana lebih mampu memahami akan derita orang sepertiku
Mampu meredam segala amarah dan rasa kecewa
Serta mampu saling terbuka dan menerima segala derita duka
Namun apa dalam penyimpanganku ini engkau tak menggubris cintaku
Engkau yang luas dan besar hanya terjebak dalam hitam-putih
Engkau yang memahami segala hal gagal memahami caraku mencintaimu
Wahai Tuhanku yang esa, yang kucintai, yang kurindukan, yang kubutuhkan
Untuk melerai segala gemerotak dalam dadaku yang sengal
Oleh angin dari segala penjuru yang mengobrak-abrik jiwaku
Dalam sajak ini Tuhanku
Secara gamblang aku ingin berseru padamu
Bahwa dengan segala keterbatasan, kelemahan, keterasingan
Aku ingin memeluk dan mencium jiwamu
Bahwa dengan segala penyimpangan norma dan tata cara agama
Aku tetap ingin memeluk dan mencium jiwamu
Entah kau terima dan tidak, entah kau sorgakan aku atau tidak
Namun yang jelas ingin kumencintaimu dengan ikhlas, jujur dan terbuka
Karena cintaku padamu bukan satu hal yang pura-pura
Sekalipun kepura-puraan terkadang menjadi sebuah sikap
Bukan sekedar alih tanggung jawab atau apa
Namun aku ingin mencintaimu sengan segala kepongahan yang secara jujur
Aku ungkapkan di dalam sajak ini
Sajaku sajak luka
Sajaku sajak bencana
Sajaku sajak keterbukaan untuk cinta kita
Tuhan masihkah engkau mampu mencintaiku
(Silahkan menikmati dan mengapresiasi karya-karya saya di FP Pribadi saya : Mahendra Pw Art Gallery
Agustus 2014
Deru suara bising jalanan
Caci maki dan kerumunan olokan
Mengendap di kupingku yang sayu
Ragu, engah, serta jenuh mendengar
Setiap norma dan tata cara beragama
Yang cuma menghardiku dan memicingkan keberadaanku
Aku di sini berbicara melalui sajaku tuhan
Akan segala riuh lantak dan senda gurau di pagi ini
Apakah cinta adalah pemaksaan
Apakah cinta merupakan keterpaksaan
Atau apakah cinta ialah lentera peleburan dan penerimaan antar sisi
Di pagi yang sepi ini
Angin dari tiap penjuru datang mendekapku
Sama seperti di hari-hari sebelumnya
Hari di mana tiada harga bagi manusia sepertiku
Yang di tiap tempat dipicikan
Yang di tiap waktu dibuang dan dilecehkan
Yang di tiap kesempatan diejek harga dirinya
Tanpa sedikitpun mencoba memahami akan retak raga
Serta jiwa yang membuatku merasa terkucil di tempat ini
Tempatku bersandar dengan kekasihku
Tempatku bersandar pada bahumu, dan cintamu tuhanku
Apakah engkau mendengar jeritanku
Yang melolong bagai ribuan serigala kelaparan?
Aku sadar, aku hidup tidak dengan semestinya
Entah apa alasanku lebih nyaman dan tenang di persenggamaan dangkal
Bersama kekasih sejenis, sekelamin, dan sependeritaan
Yang mana lebih mampu memahami akan derita orang sepertiku
Mampu meredam segala amarah dan rasa kecewa
Serta mampu saling terbuka dan menerima segala derita duka
Namun apa dalam penyimpanganku ini engkau tak menggubris cintaku
Engkau yang luas dan besar hanya terjebak dalam hitam-putih
Engkau yang memahami segala hal gagal memahami caraku mencintaimu
Wahai Tuhanku yang esa, yang kucintai, yang kurindukan, yang kubutuhkan
Untuk melerai segala gemerotak dalam dadaku yang sengal
Oleh angin dari segala penjuru yang mengobrak-abrik jiwaku
Dalam sajak ini Tuhanku
Secara gamblang aku ingin berseru padamu
Bahwa dengan segala keterbatasan, kelemahan, keterasingan
Aku ingin memeluk dan mencium jiwamu
Bahwa dengan segala penyimpangan norma dan tata cara agama
Aku tetap ingin memeluk dan mencium jiwamu
Entah kau terima dan tidak, entah kau sorgakan aku atau tidak
Namun yang jelas ingin kumencintaimu dengan ikhlas, jujur dan terbuka
Karena cintaku padamu bukan satu hal yang pura-pura
Sekalipun kepura-puraan terkadang menjadi sebuah sikap
Bukan sekedar alih tanggung jawab atau apa
Namun aku ingin mencintaimu sengan segala kepongahan yang secara jujur
Aku ungkapkan di dalam sajak ini
Sajaku sajak luka
Sajaku sajak bencana
Sajaku sajak keterbukaan untuk cinta kita
Tuhan masihkah engkau mampu mencintaiku
(Silahkan menikmati dan mengapresiasi karya-karya saya di FP Pribadi saya : Mahendra Pw Art Gallery
69 tahun Indonesia oleh Dedari Rsia
Dedari Rsia
69 tahun Indonesia
Selamat pagi negeri padi
Yang dibajak para tengkulak
beras luar negeri
Tapi para pahlawannya terlalu setia
Mengunyah kepahitan
Di bawah papan nama makam berlumut
Selamat merdeka bangsa peternak gagah
Menderap kuda sepanjang sabana
Tapi petinggi negeri rekeningnya
Terkotori amis daging sapi
Sambil menggenggam merah putih
Yang sering dikhianati
Panji panji partai
Lihatlah para pelajar berseragam Pramuka
Menegakkan dada dalam barisan
Berani malu
Tetap bangga nyanyikan
Indonesia raya
Dan di Jakarta para pemimpin pemimpi
Perang kata kata di sepanjang
Arena , kertas impor , dan TV rakitan
Dengarlah
Di pangkal tiang bendera
Seorang perempuan tua berkebaya
Menangis untuk anak gadisnya
Yang dirajam di tanah seberang
Karena tak mampu lanjutkan sekolah
Yang dijanjikan serba murah
Dan ketika tubuh sakitnya
Pulang
Kami tak mampu mengobatinya
Karena kurang anggaran
Dan kasih sayang
Tapi
kami tetap bangga
Untuk menulis Indonesia
Di kolom kewarganegaraan paspor kosong tanpa visa
Kami tetap gembira
merayakan hari ini
Dengan lomba kerupuk dan panjat pinang
Deklamasi sajak kemerdekaan
Yang hilang dari buku buku
Para penyair yang terpinggir
Kami mencintai kamu negeri padi
Berapapun usiamu
Karena
sekering apapun air mata
Bumi
Semarah apapun Gunung Gunung apimu
Serakus apapun kota kota menjarah
Tanah sawah kami
Kau tetap Indonesiaku
Karena
Inilah negeri
Tumpah darah sepanjang hayat
Tempat kami berebut menulis sejarah
Walau selalu saja
Sejarah hanya ada
Dan menjadi catatan kaki
Bagi penentu negeri ini
Selamat enam sembilan tahun
Indonesia
Mari terus nyanyikan
Optimisme dalam kenisbian kenyataan .
69 tahun Indonesia
Selamat pagi negeri padi
Yang dibajak para tengkulak
beras luar negeri
Tapi para pahlawannya terlalu setia
Mengunyah kepahitan
Di bawah papan nama makam berlumut
Selamat merdeka bangsa peternak gagah
Menderap kuda sepanjang sabana
Tapi petinggi negeri rekeningnya
Terkotori amis daging sapi
Sambil menggenggam merah putih
Yang sering dikhianati
Panji panji partai
Lihatlah para pelajar berseragam Pramuka
Menegakkan dada dalam barisan
Berani malu
Tetap bangga nyanyikan
Indonesia raya
Dan di Jakarta para pemimpin pemimpi
Perang kata kata di sepanjang
Arena , kertas impor , dan TV rakitan
Dengarlah
Di pangkal tiang bendera
Seorang perempuan tua berkebaya
Menangis untuk anak gadisnya
Yang dirajam di tanah seberang
Karena tak mampu lanjutkan sekolah
Yang dijanjikan serba murah
Dan ketika tubuh sakitnya
Pulang
Kami tak mampu mengobatinya
Karena kurang anggaran
Dan kasih sayang
Tapi
kami tetap bangga
Untuk menulis Indonesia
Di kolom kewarganegaraan paspor kosong tanpa visa
Kami tetap gembira
merayakan hari ini
Dengan lomba kerupuk dan panjat pinang
Deklamasi sajak kemerdekaan
Yang hilang dari buku buku
Para penyair yang terpinggir
Kami mencintai kamu negeri padi
Berapapun usiamu
Karena
sekering apapun air mata
Bumi
Semarah apapun Gunung Gunung apimu
Serakus apapun kota kota menjarah
Tanah sawah kami
Kau tetap Indonesiaku
Karena
Inilah negeri
Tumpah darah sepanjang hayat
Tempat kami berebut menulis sejarah
Walau selalu saja
Sejarah hanya ada
Dan menjadi catatan kaki
Bagi penentu negeri ini
Selamat enam sembilan tahun
Indonesia
Mari terus nyanyikan
Optimisme dalam kenisbian kenyataan .
Langganan:
Komentar (Atom)