Emha Ainun Nadjib

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib (lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 56 tahun) adalah seorang tokoh intelektual yang mengusung nafas islami di Indonesia. Ia merupakan anak keempat dari 15 bersaudara. Pendidikan formalnya hanya berakhir di Semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Gontor Ponorogo karena melakukan ‘demo’ melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian pindah ke Yogya dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi.
Emha Ainun Nadjib
Lima tahun hidup menggelandang di Malioboro Yogya antara 1970-1975 ketika belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat mempengaruhi perjalanan Emha.
Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).
Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensialitas rakyat. Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang mBulan, ia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10-15 kali per bulan bersama Musik Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40-50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Selain itu ia juga menyelenggarakan acara Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki. Kenduri Cinta adalah forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas genre.
Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.
Daftar isi:
1. Teater
2. Puisi/Buku
3. Essai/Buku
4. Pranala luar
1. Teater
Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halimd HD, jaringan kesenian melalui Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti dan menghasilkan repertoar serta pementasan drama. Beberapa karyanya:
• Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan ‘Raja’ Soeharto),
• Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
• Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
• Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
• Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun),
• Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
• Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
• Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, serta Duta Dari Masa Depan.
2. Puisi/Buku
Menerbitkan 16 buku puisi:
• “M” Frustasi (1976),
• Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
• Sajak-Sajak Cinta (1978),
• Nyanyian Gelandangan (1982),
• 99 Untuk Tuhanku (1983),
• Suluk Pesisiran (1989),
• Lautan Jilbab (1989),
• Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),
• Cahaya Maha Cahaya (1991),
• Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
• Abacadabra (1994),
• Syair Amaul Husna (1994)
3. Essai/Buku
Buku-buku esainya tak kurang dari 30 antara lain:
• Dari Pojok Sejarah (1985),
• Sastra Yang Membebaskan (1985)
• Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
• Markesot Bertutur (1993),
• Markesot Bertutur Lagi (1994),
• Opini Plesetan (1996),
• Gerakan Punakawan (1994),
• Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
• Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
• Slilit Sang Kiai (1991),
• Sudrun Gugat (1994),
• Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
• Bola- Bola Kultural (1996),
• Budaya Tanding (1995),
• Titik Nadir Demokrasi (1995),
• Tuhanpun Berpuasa (1996),
• Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997),
• Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997),
• Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
• 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
• Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998),
• Kiai Kocar Kacir (1998),
• Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (Penerbit Zaituna, 1998),
• Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999),
• Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
• Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
• Menelusuri Titik Keimanan (2001),
• Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
• Segitiga Cinta (2001),
• Kitab Ketentraman (2001),
• Trilogi Kumpulan Puisi (2001),
• Tahajjud Cinta (2003),
• Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003),
• Folklore Madura (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress, 164 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-02-0),
• Puasa Itu Puasa (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress, 264 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-01-2),
• Syair-Syair Asmaul Husna (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta; Penerbit Progress, 196 hlm; 12cm x 20cm, ISBN: 979-9010-0-53)
• Kafir Liberal (Cet. II, April 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress, 56 hlm; 12cm x 18cm, ISBN: 979-9010-12-8),
• Kerajaan Indonesia (Cet. II, Agustus 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress, 400 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-15-2),
• Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006),
• Istriku Seribu (Cet. I, Desember 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress, 64 hlm; 12cm x 18cm, ISBN: 979-9010-20-9),
• Orang Maiyah (Cet. I, Januari 2007, Yogyakarta; Penerbit Progress,196 hlm; 12cm x 20cm, ISBN: 979-9010-21-7),
• Tidak. Jibril Tidak Pensiun (Cet. I, Juli 2007, Yogyakarta: Penerbit Progress,248 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-22-5),
• Kagum Pada Orang Indonesia (Cet. I, Januari 2008, Yogyakarta; Penerbit Progress, 56 hlm; 12cm x 18,5cm, ISBN: 978-979-17127-0-5),
• Dari Pojok Sejarah; Renungan Perjalanan Emha Ainun Nadjib (Cet. I, Mei 2008, Yogyakarta: Penerbit Progress, XIX + 227 hlm; HVS 65gr; 22,5cm x 20cm, ISBN: 978-979-17127-1-2)
4. Pranala luar
• (id) Emha Ainun Nadjib Official Site
• (id) KiaiKanjeng Official Site
• (id) Tikungan Iblis Teater Dinasti
• (id) Emha Ainun Nadjib di TokohIndonesia.com
Daftar kategori: Orang hidup, Kelahiran 1953, Penulis Indonesia, Budayawan Indonesia, Penyair Indonesia, Tokoh dari Jombang, Tokoh Yogyakarta
Bahasa lain: Bahasa Melayu

Eko Tunas

Eko Tunas
Eko Tunas (lahir di Kota Tegal, Jawa Tengah, 18 Juli 1956; umur 52 tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia. Seniman serbabisa, ini menulis, melukis, dan berteater sejak masih duduk di bangku SMA. Saat ini tinggal dan menetap di Kota Semarang. Ratusan tulisan (puisi, cerpen, novel, dan esai) tersebar di berbagai media massa di Indonesia, antara lain; Pelopor Yogya, Masa Kini, Bernas, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Wawasan, Cempaka, Bahari, Dharma, Surabaya Pos, Jawa Pos, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Suara Karya, Pelita, Republika, Kompas, Horison, dan lain-lain. Di kalangan masyarakat Tegal, Eko Tunas juga dikenal sebagai pelopor penggunaan istilah John dan Jack, sebuah cara menyebut sesama rekan sejawat (John dan Jack Pergi dari Tegal, Joshua Igho BG, Kompas Cetak, 25 September 2002)

Eka Kurniawan

Eka Kurniawan
Melakukan debutnya pertama kali di dunia sastra dengan menerbitkan karya non-fiksi, Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis (diterbitkan pertama kali oleh Aksara Indonesia, 1999; diterbitkan kedua kali oleh Penerbit Jendela, 2002; dan diterbitkan ketiga kali oleh Gramedia Pustaka Utama, 2006). Karya fiksi pertamanya, sebuah kumpulan cerita pendek, diterbitkan setahun kemudian: Corat-coret di Toilet (Aksara Indonesia, 2000).
Debut novel pertamanya meraih banyak perhatian dari pembaca sastra Indonesia, Cantik itu Luka (terbit pertama kali oleh Penerbit Jendela, 2002; terbit kembali oleh Gramedia Pustaka Utama, 2004; diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh Ribeka Ota dan diterbitkan oleh Shinpu-sha, 2006). Disusul kemudian oleh novel kedua, Lelaki Harimau (Gramedia Pustaka Utama, 2004).
Karyanya yang lain adalah dua jilid kumpulan cerita pendek: Cinta tak Ada Mati dan Cerita-cerita Lainnya (Gramedia Pustaka Utama, 2005), dan Gelak Sedih dan Cerita-cerita Lainnya (Gramedia Pustaka Utama, 2005; di dalamnya termasuk kumpulan cerita pendek Corat-coret di Toilet). Beberapa cerita pendeknya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Swedia.
Selain menulis, ia juga membuat komik. Kini tinggal di Jakarta bersama istrinya, penulis Ratih Kumala.
Daftar isi:
1. Bibliografi
2. Bibliografi dalam Bahasa Asing
3. Bibliografi Terjemahan
4. Pranala luar
1. Bibliografi
Cantik itu Luka
• Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis (Non Fiksi, 1999)
• Cantik itu Luka (Novel, 2002)
• Lelaki Harimau (Novel, 2004)
• Cinta Tak Ada Mati dan Cerita-cerita Lainnya (Cerita Pendek, 2005)
• Gelak Sedih dan Cerita-cerita Lainnya (Cerita Pendek, 2005)
2. Bibliografi dalam Bahasa Asing
• Bi wa Kizu (dari Cantik itu Luka, diterjemahkan oleh Ribeka Ota, bahasa Jepang, Shinpusha, 2006)
3. Bibliografi Terjemahan
• Pemogokan (Hikayat dari Italia) -karya Maxim Gorky
• Cannery Row -karya John Steinbeck
• Catatan Harian Adam dan Hawa -karya Mark Twain
• Cinta dan Demit-demit Lainnya -karya Gabriel Garcia Marquez
4. Pranala luar
• (id) Eka Kurniawan Project tentang penulis dan karyanya
• (id) Gramedia Pustaka Utama Pengarang: Eka Kurniawan
• (id) Kontribusi Eka Kurniawan di Pantau.or.id
Daftar kategori: Orang hidup, Kelahiran 1975, Sastrawan Indonesia, Novelis Indonesia, Penulis Indonesia, Alumni Universitas Gadjah Mada, Tokoh dari Tasikmalaya
Bahasa lain: English, Nederlands

D. Zawawi Imron

D. Zawawi Imron
D Zawawi Imron (lahir di Batang-batang, Sumenep, Madura, 1945, tidak diketahui tanggal dan bulannya) adalah sastrawan Indonesia.
Penyair yang tidak tamat Sekolah Rakyat ini tetap tinggal di desa kelahirannya. Dia memenangkan hadiah utama penulisan puisi ANTV (1995).
Bersama Dorothea Rosa Herliany, Joko Pinurbo, dan Ayu Utami, Zawawi pernah tampil dalam acara kesenian Winter Nachten di Belanda (2002).
1. Karyanya
• Semerbak Mayang (1977)
• Madura Akulah Lautmu (1978)
• Celurit Emas (1980)
• Bulan Tertusuk Ilalang (1982; yang mengilhami film Garin Nugroho berjudul sama)
• Nenek Moyangku Airmata (1985; mendapat hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K, 1985)
• Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996)
• Lautmu Tak Habis Gelombang (1996)
• Madura Akulah Darahmu (1999).
Artikel mengenai biografi tokoh Indonesia ini adalah suatu tulisan rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia .
Daftar kategori: Rintisan biografi Indonesia, Sastrawan Indonesia
Eka Kurniawan
Eka Kurniawan (lahir di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, 28 November 1975; umur 33 tahun) adalah seorang penulis asal Indonesia. Ia memperoleh pendidikan dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Dyah Merta

Dyah Merta
Dyah Indra Mertawirana, lahir di Ponorogo, 21 Juli 1978 adalah sastrawan Indonesia.
1. Karyanya
• Heitara (kumpulan cerpen, 2005)
• Pinnisi, Petualangan Orang-orang Setinggi Lutut (cerita anak, 2005)
• Peri Kecil di Sungai Nipah (novel, 2007)
Artikel mengenai biografi tokoh Indonesia ini adalah suatu tulisan rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia .
Daftar kategori: Rintisan biografi Indonesia, Kelahiran 1978, Sastrawan Indonesia

Djenar Maesa Ayu

Djenar Maesa Ayu
Lahir 14 Januari 1973 (umur 36)
Jakarta, Indonesia
Pekerjaan aktris, penulis
Tahun aktif 2003 – sekarang
Anak Banyu Bening dan Btari Maharani
Orang tua Syuman Djaya dan Tutie Kirana
1. Karya-karya
Buku pertama Djenar yang berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet! telah cetak ulang sebanyak delapan kali dan masuk dalam nominasi 10 besar buku terbaik Khatulistiwa Literary Award 2003, selain juga akan diterbitkan dalam bahasa Inggris. Saat ini cerpen dengan judul yang sama sedang dalam proses pembuatan ke layar lebar. Cerpen “Waktu Nayla” menyabet predikat Cerpen Terbaik Kompas 2003, yang dibukukan bersama cerpen “Asmoro” dalam antologi cerpen pilihan Kompas itu.
Sementara cerpen “Menyusu Ayah” menjadi Cerpen Terbaik 2003 versi Jurnal Perempuan dan diterjemahkan oleh Richard Oh ke dalam bahasa Inggris dengan judul “Suckling Father” untuk dimuat kembali dalam Jurnal Perempuan versi bahasa Inggris, edisi kolaborasi karya terbaik Jurnal Perempuan.
Buku keduanya, Jangan Main-main (dengan Kelaminmu) juga meraih sukses dan cetak ulang kedua hanya dua hari setelah buku itu diluncurkan pada bulan Februari 2005. Kumpulan cerpen berhasil ini meraih penghargaan 5 besar Khatulistiwa Literary Award 2004.
Nayla adalah novel pertama Djenar yang juga diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Bukunya yang terbaru berjudul Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek, yang merupakan kunpulan cerpen.
2. Filmografi
• Boneka dari Indiana (1990)
• Koper (2006)
• Cinta Setaman (2008)
• Dikejar Setan (2009)

Korrie Layun Rampan,

Korrie Layun Rampan,
Korrie Layun Rampan dilahirkan di Samarinda, Kalimantan Timur, 17 Agustus 1953 – 19 Nofember 2015 Ayahnya bernama Paulus Rampan dan ibunya bernama Martha Renihay- Edau Rampan. Korrie telah menikah dengan Hernawati K.L. Rampan, S.Pd. Dari pernikahannya itu Korrie dikarunia enam orang anak.
Alamat : Karang Rejo, RT III Kampung Sendawar Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur 75576 Kotak Pos 99 Barong Tongkok.
Telepon : 081520936757
Faksimile : (0545) 41278, 41501
Semasa muda, Korrie lama tinggal di Yogyakarta. Di kota itu pula ia berkuliah. Sambil kuliah, ia aktif dalam kegiatan sastra. Ia bergabung dengan Persada Studi Klub-- sebuah klub sastra-- yang diasuh penyair Umbu Landu Paranggi. Di dalam grup ini telah lahir sejumlah sastrawan ternama, seperti Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi A.G., Achmad Munif, Arwan Tuti Artha, Suyono Achmad Suhadi, R.S. Rudhatan, Ragil Suwarna Pragolapati, Teguh Ranusastra Asmara, Iman Budhi Santosa, Suminto A. Sayuti, Naning Indratni, Sri Setya Rahayu Suhardi, Slamet Riyadi, Sutirman Eka Ardhana, B. Priyono Sudiono, Saiff Bakham, Agus Dermawan T., Slamet Kuntohaditomo, Yudhistira A.N.M. Massardi, Darwis Khudori, Jabrohim, Sujarwanto, Gunoto Saparie, dan Joko S, Passandaran.
Pengalaman bekerja Korrie dimulai ketika pada 1978 ia bekerja di Jakarta sebagai wartawan dan editor buku untuk sejumlah penerbit. Kemudian, ia menjadi penyiar di RRI dan TVRI Studio Pusat, Jakarta, mengajar, dan menjabat Direktur Keuangan merangkap Redaktur Pelaksana Majalah Sarinah, Jakarta. Sejak Maret 2001 menjadi Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Koran Sentawar Pos yang terbit di Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Di samping itu, ia juga mengajar di Universitas Sendawar, Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Dalam Pemilu 2004 ia sempat duduk sebagai anggota Panwaslu Kabupaten Kutai Barat, tetapi kemudian mengundurkan diri karena mengikuti pencalegan. Oleh konstituen, ia dipercayakan mewakili rakyat di DPRD Kabupaten Kutai Barat periode 2004-2009. Di legeslatif itu Korrie menjabat sebagai Ketua Komisi I. Meskipun telah menjadi angota DPRD, Korrie tetap aktif menulis karena tugasnya sebagai jurnalis dan duta budaya. Pekerjaan itu pula yang menjadikan Korri kini bolak-balik Kutai Barat--Jakarta. Bahkan, ia sering berkeliling ke berbagai daerah di tanah air dan melawat ke berbagai negara di dunia.
Sebagai sastrawan, Korrie dikenal sebagai sastrawan yang kreatif. Berbagai karya telah ditulisnya, seperti novel, cerpen, puisi, cerita anak, dan esai. Ia juga menerjemahkan sekitar seratus judul buku cerita anak dan puluhan judul cerita pendek dari para cerpenis dunia, seperti Leo Tolstoy, Knut Hamsun, Anton Chekov, O'Henry, dan Luigi Pirandello.
Novelnya, antara lain, Upacara dan Api Awan Asap meraih hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta, 1976 dan 1998. Beberapa cerpen, esai, resensi buku, cerita film, dan karya jurnalistiknya mendapat hadiah dari berbagai sayembara. Beberapa cerita anak yang ditulisnya ada yang mendapat hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Cuaca di Atas Gunung dan Lembah (1985) dan Manusia Langit (1997). Selain itu, sejumlah bukunya dijadikan bacaan utama dan referensi di tingkat SD, SLTP, SMU, dan perguruan tinggi.
KARYA:
a. Novel
1. Upacara, Pustaka Jaya, 1976
2. Api Awan Asap, Grasindo, 1999
3. Wanita di Jantung Jakarta, Grasindo, 2000
4. Perawan, Balai Pustaka, 2000
5. Bunga, Grasindo, 2002
6. Lingkaran Kabut, Grasindo, 2002
7. Sendawar, diterbitkan sebagai cerber di Tabloid Nova, 2003
b.Cerpen
1. Malam Putih, PD Mataram, 1978, Balai Pustaka, 1981
2. Kekasih, Nusa Indah, 1982
3. Perjalanan Guru Sejarah, Bahtera, 1983
4. Matahari Makin Memanjang, Bahtera, 1985
5. Perhiasan Bumi, Bahtera, 1985
6. Perhiasan Bulan, Nusa Indah, 1988
7. Ratapan, Balai Pustaka, 1989
8. Perhiasan Matahari, Balai Pustaka, 1991
9. Hitam, Balai Pustaka, 1993
10. Tak Alang Kepalang, Balai Pustaka, 1993
11. Rawa, Indonesia Tera, 2000
12. Tarian Gantar, Indonesia Tera, 2002
13. Tamiang Layang, Lagu dari Negeri Cahaya, Balai Pustaka, 2002
14. Acuh Tak Acuh, Jendela, 2003
15. Wahai, Gramedia, 2003
16. Riam, Gita Nagari, 2003
17. Perjalanan ke Negeri Damai, Grasindo, 2003
18. Teluk Wengkay, Kompas, 2003
19. Percintaan Angin, Gramedia, 2003
20. Melintasi Malam, Gramedia, 2003
21. Sayu, Grasindo, 2004
22. Wanita Konglomerat, Balai Pustaka, 2005
23. Nyanyian Lara, Balai Pustaka, 2005
24. Rindu, Mahatari, 2005
25. Kayu Naga, Grasindo, 2005
26. Bentas Babay, Grasindo
27. Penari dari Rinding, Grasindo
28. Dongeng Angin Belalang, Grasindo
29. Kejam, Grasindo
30. Daun-Daun Bulan Mei, Kompas
31. Senyum yang Kekal, Kompas
c. Kumpulan Puisi
1. Matahari Pingsan di Ubun-Ubun, Walikota Samarinda, 1974
2. Putih! Putih! Putih! (bersama Gunoto Saparie) Yogyakarta, 1976
3. Sawan, Yayasan Indonesia, 1978
4. Suara Kesunyian, Budaya Jaya, 1981
5. Nyanyian Kekasih, Nur Cahaya, 1981
6. Nyanyian Ibadah, PD Lukman, 1985
7. Undangan Sahabat Rohani, Yogya, 1991
d. Esai dan Kritik Sastra
1. Puisi Indonesia Kini: Sebuah Perkenalan, Nur Cahaya, 1980
2. Cerita Pendek Indonesia Mutakhir: Sebuah Pembicaraan, Nur Cahaya, 1982
3. Perjalanan Sastra Indonesia, Gunung Jati, 1983
4. Suara Pancaran Sastra, Yayasan Arus, 1984
5. Kesusastraan Tanpa Kehadiran Sastra, Yayasan Arus, 1984
6. Puisi Indonesia Hari Ini: Sebuah Kritik, Yayasan Arus, 1984
7. Jejak Langkah Sastra Indonesia, Nusa Indah, 1986
8. Apresiasi Cerita Pendek 1, Cerpenis Wanita, Nusa Indah, 1991
9. Apresiasi Cerita Pendek 2, Cerpenis Pria, Nusa Indah, 1991
10. Wanita Penyair Indonesia, Balai Pustaka, 1997
11. Tokoh-Tokoh Cerita Pendek Dunia, Grasindo, 2005
e. Antologi yang memuat karya Korrie
1. Bulaksumur-Malioboro ( Halim HD, ed), Dema UGM, 1975
2. Laut Biru Langit Biru ( Ajip Rosidi, ed), Pustaka Jaya, 1977
3. Cerpen Indonesia Mutakhir ( Pamusuk Eneste, ed), Gramedia, 1983
4. Cerita Pendek Indonesia IV (Satyagraha Hoerip, ed), Gramedia, 1986
5. Tonggak 4 (Linus Suryadi A.G., ed), Gramedia, 1987
6. Cerpen-Cerpen Nusantara ( Suratman Markasan, ed) Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1992
7. Wanita Budaya Sastra (I.B. Putra Yadnya, ed), Udayana, 1992
8. Limau Walikota (M. Shoim Anwar, ed), Gaya Masa, 1993
9. Trisno Sumardjo Pejuang Kesenian Indonesia ( Korrie Layun Rampan,ed), Yayasan Arus, 1985
10. Iwan Simatupang Pembaharu Sastra Indonesia (Korrie Layun Rampan, ed), Yayasan Arus, 1985
11. Dari Negeri Poci 2 ( F. Rahardi), 1994
12. Trotoar (Wowok Hesti Prabowo, dkk., ed), KSI, 1996
13. Antologi Puisi Indonesia 1997(Slamet Sukirnanto, dkk., ed), Angkasa, 1997
14. Jakarta dalam Puisi Mutakhir (Korrie Layun Rampan, dkk., ed), Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 2000
15. Sumber Terpilih Sejarah Sastra Indonesia Abad XX ( E.Ulrich Kratz, ed), KPG, 2000
16. Nyanyian Integrasi Bangsa (Korrie Layun Rampan, ed), Balai Pustaka, 2000
17. Dari Fansuri ke Handayani (Taufiq Ismail, dkk., ed), Horison, 2001
18. Pembisik ( Ahmadun Yosi Herfanda, ed), Republika, 2002
19. Horison Sastra Indonesia 2 Kitab Cerita Pendek ( Taufiq Ismail, ed), Horison, 2002
20. Dua Kelamin bagi Midin ( Seno Gumira Ajidarma, ed), Kompas, 2003
21. Matahari Sabana ( Korrie Layun Rampan, ed), Nur Cahaya
22. Angkatan Sastra Sesudah Angkatan 66 (Angkatan 70 Atawa Angkatan 80) dalam Sastra Indonesia
f. Antologi Sastra (Nonkarya)
1. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia, Grasindo, 2000
2. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (Buku II), Grasindo
3. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (Buku III), Grasindo
4. Kembang Mayang, Klub Cinta Baca Indonesia, 2000
5. Dunia Perempuan: Antologi Cerita Pendek Wanita Cerpenis Indonesia, Bentang, 2002
6. Ungu: Antologi Puisi Wanita Penyair Indonesia, Indonesia Tera
g. Buku Teks dan Kamus
1. Dasar-Dasar Penulisan Cerita Pendek, Nusa Indah, 1995
2. Aliran Jenis Cerita Pendek, Nusa Indah, 1995, Balai Pustaka, 1999
3. A.B.J. Tengker (biografi), Sinar Harapan, 1999
4. Leksikon Susastra Indonesia, Balai Pustaka, 2000
5. Sejarah Sentawar (studi sejarah lokal), Pemkab Kubar, 2002
6. Lamin Ditinjau dari Sudut Sosiologi dan Antropologi Budaya (kajian sosiologis dan antropologis), Pemkab Kubar, 2003
7. Sejarah Perjuangan Rakyat Kutai Barat, Pemkab Kubar
h. Cerita Anak (Prosa dan Puisi)
1. Pengembaraan Tonsa si Posa, Sinar Harapan, 1981
2. Nyanyian Tanah Air, Cypress, 1981
3. Nyanyian Nusantara, Bahtera Jaya,
4. Lagu Rumpun Bambu, Cypress, 1983
5. Sungai, Cypress, 1985
6. Pohon-Pohon Raksasa di Rimba Raya, Cypress, 1985
7. Cuaca di Atas Gunung dan Lembah, Cypress, 1985
8. Tokoh-Tokoh Terkemuka dari Kalimantan, 1994
9. Nyanyian Pohon Palma, 1994
10. Namaku Paku, 1994
11. Pohon-Pohon Raksasa di Rimba Nusantara, Balai Pustaka, 1995
12. Mulawarman dan 29 Tokoh Terkemuka Kalimantan, 1996
13. Aku untuk Hiasan, 1996
14. Keluarga Kura-Kura dan Penyu, 1996
15. Manusia Langit, Balai Pustaka, 1997
16. Namaku Kakatua, 1996
17. Namaku Ikan, 1996
18. Namaku Udang, 1996
19. Asal-Usul Api, Pusat Bahasa, 2002
20. Asal-Usul Pesut, Balai Pustaka, 2005
21. Kerapu dan 29 Jenis Ikan Laut Lainnya
22. Namaku Ular
23. Liur Emas
24. Lagu Semanis Madu
25. Namaku Rusa
26. Bertamasya ke Batavia
27. Namaku Burung
28. Namaku Ikan Hias
29. Namaku Durian
30. Durian Raja Segala Buah

NUROCHMAN SUDIBYO YS

NUROCHMAN SUDIBYO YS
Nurochman Sudibyo YS. Adalah pekerja seni dan budaya kelahiran Tegal 24 Januari 1963. Sejak sekolah di Taman Kanak-kanak TK. GUNTUR Karangturi Indramayu, sudah Nampak bakatnya dalam berdeklamasi. Bahkan saat duduk di SD Indramayu I (sekarang Margadadi V) hoby membaca buku sastra dan wayang purwa, semaki memperkuat bakat seni-nya. Saatitu ia semakin memperlihatkan kemajuan di seni menulis indah, menggambar, menyanyi di membaca puisi sampai kemudian tamat SD tahun 1974. Sewaktu sekolah di SMP Negeri 2 Indramayu antara tahun 1974-1977 bakat seninya lebih terlihat menonjol di bidang seni rupa, menyanyi dan membaca puisi. Ketika pernah setahun sekolah di SMA Muhammadiyah Indramayu hanya terlihat bakat senirupanya saja. Demikian pula ketika pindah sekolah ke SPG PGRI ia mulai memperlihatkan kemenonjolan di bidang seni lukis, drama, dan membaca puisi.
Baru setelah diangkat sebagai guru sekolah dasar di tahun 1981-82 jiwa seninya kian diaktualkan untuk diri dan murid-muridnya. Ia kemudian mulai lebih spesifik menulis Puisi, cerpen, Esai, catatan perjalanan dan geguritan selain juga membuat banyak karya rupa ilustrasi dan dekorasi. Mas Noor atau Mas Dibyo pernah kuliah di FKIP D3 Bahasa dan sastra Inggris UNWIR Indramayu dan lulus S1 Th 2000 Guru Bahasa Indonesia UPI Bandung. Ia berhenti sebagai PNS Guru dan mulai total menggeluti Karya seni.
Sejak tahun 85-an karyaa sastranya telah dipublikasikan di berbagai media masa. Kumpulan Puisi Tunggalnya “Bawah Payung Langit” (1993), “Malam Gaduh” (1995), Soliloqui (1997) dan “Gerhana” (2000). Adapun Kumpulan Guritannya telah diterbitkan Medium Sastra & Budaya Indonesia diantaranya “Gurit Dermayon” (1995), “Perompak Indrajaya” (2000), “44 Gurit Dermayon” (2006), “Godong Garing Keterjang Angin” (2007), “Blarak Sengkleh” (2008), “Bahtera Nuh” (2009), “Pring Petuk Ngundang Sriti” (2010). Kumpulan Puisi Basa Cerbon bersama Ahmad Syubanuddin Alwy; “Susub Landep” (2008), “Nguntal negara” (2009) Dan “Gandrung Kapilayu (2010). Kumpulan Puisi Tegalan “Ngranggeh Katuranggan”(2009). Puisi-puisinya terkumpul dalam antologi bersama “Kembang Pitung Werna” (1992), “Kiser Pesisiran” (1994), Antologi Penyair Indonesia “Dari Negeri Poci” Th 1996, antologi puisi dan cerpen Indonesia modern “GERBONG” Yogyakarta (Th.2000), “Antologi Penyair Indonesia HUT Jakarta” (1999), Antologi “Lahir Dari Masa Depan” Tasikmalaya (2001). Antologi “Dari Negeri Minyak” (Th.2001), Antologi “Sastrawan Mitra Praja Utama” (2008). Antologi “Pangikat Serat Kawindra” (2010), dan Antologi “Perempuan Dengan Belati di Betisnya” Taman Budaya Jawa Tengah (2010). Sebagai sastrawan kini aktifitasnya tidak hanya di Indramayu namun juga menjadi motivator kesenian di berbagai darah baik di Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Slawi dan Pemalang.
Berkali tampil membacakan puisi dan menjadi juri puisi di berbagai kota di pulau Jawa. Sejak awal tahun 2010 bersama Dyah Setyawati mementaskan lakon puisi secara berkeliling, dengan memadukan unsur tradisi guritan, tembang, suluk, wayangan dan tari, bertajuk “Pangikat Serat Kawindra”, “Kupu Mabur Golet Entung”, “Kembang Suket”, dan “Nagari Corong Renteng, Sedulur Papat Lima Pancer dan Oyod Ming Mang.”. Penyair dan dalang tutur wayang gondrong ini sejak tahun 1990 menjadi Ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia. Beberapa kali diundang untuk mengikuti pertemuan sastrawan Nusantara baik di Brunai, Palembang dan Jambi. Thn 2012 ia diundang dalam pertemua Sastrawan Indonesia di Makasar sekaligus diminta mementaskan Wayang Sastranya dalam iringan lagu-lagu tarling. Di tahun 2012 bersama groupnya Medium Sastra dan Budaya Indonesia untuk tampil di Penutupan Festifal Teater Indonesia di Galery Nasional. Dan pada tgl 28 November kemarin kembali Nurochman Sudibyo memperoleh Penghargaan Anugtrah Cipta Budaya 2013, dari Gubernur Jokowi melalui Kepala Dinas Parbud Prov Jakarta Drs. Ari Budhiman.
Meskipun teman-teman sastrawan di Indramayu selalu meledek karya puisinya dan dianggap mereka jelek, namun beberapa kali karya puisinya justru masuk karya terbaik di Festifas Sastra Cirebon.’94, Tasik’95, Bandung’96, Riau 96, Jakarta’99, Bali’10, Jakarta’10, Bogor’11, Yogyakarta’12, KSI’12, dan Festifal Lanjong Kalimantan’13.
Sebagai ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia, Nurochman Sudibyo YS menjelaskan bahwa: Lembaga seni budaya yang dipimpinnya lahir di Jl. Jendral Sudirman No.69 Indramayu Jawa Barat antara tahun 1990-1993 an. Sejak pertama didirikan intensitasnya melakukan kegiatan pelatihan penulisan/pembacaan karya sastra, penyelenggaraan even kesenian, pementasan teater dan penelitian seni budaya. Sejak mula lembaga ini menggunakan kata Indonesia sebagai bentuk keyakinan bahwa kelak apa pun yang digagas dapat menjadi suatu kekuatan baru dalam tatanan seni budaya bangsa, karena itulah lembaga ini dalam kiprahnya tak mau meniru selain harus terus berinovasi mencari bentuk-bentuk baru untuk seni budaya di Indonesia. Meski demikian kesekretariatannya tetap di Indramayu.
Salah satu ciri khas pentas pembacaan puisi produk Medium Sastra & Budaya Indonesia, selalu menggunakan gaya tutur teater rakyat “Sandiwara, dalang wayang dan Drama Tarling” khas Indramayu. Seni tembang klasik yang berasal dari tembang tayub dan kiseran dalam iringan gamelan itu kemudian bermigrasi dari gamelan ke gitar dan suling ini, hingga kini terus bertahan menjadi kesenian yang khas dari Indramayu dan Cirebon atau lazim disebut Tarling. Namun demikian Medium Sastra & Budaya Indonesia hanya mengambil esensi besar pada Tarling yaitu pada unsur musik dan tembang saja, yang kemudian dipadukan dengan karya sastra baik berupa puisi jawa (gurit), suluk, tembang, kidung, jawokan serta parikan yang dipadukan dengan puisi berbahasa Indonesia.
Gaya pembacaan puisi yang khas ini semenjak tahun 80 an dimotori oleh Nurochman Sudibyo YS. Sejak itu setiap kali mengikuti lomba baca puisi selalu menjadi juara baik di daerah maupun di berbagai kota lainnya. Di mulai dengan membaca puisi dengan ilustrasi beriramakan suling khas Dermayu/Indramayu. Gagasannya ini kemudian menempatkannya sebagai Pemuda Pelopor bidang pembangunan seni budaya dan pariwisata tingkat Provinsi Jawa barat dan nominator ke 2 di tingkat nasional tahun 1996-1997.
Selanjutnya Nurochman Sudibyo YS pun dikenal dengan sebutan sastrawan yang menghasilkan karya puisi, cerpen, esai dan catatan budaya. Ia dikenal pula sebagai Pembaca Puisi Kiseran, karena setiap membacakan puisi selalu dihiasi dengan suluk, tembang dan jawokan gaya irama tarling kiseran. Karena sering di undang ke berbagai kota dan daerah, Sejak itu ia pun diberi gelar Ki Tapa Kelana. Posisinya selain pembaca puisi di berbagai even juga diminati masyarakat Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal sampai Bekasi, utamaya di minta memberi kidungan Dermayonan ditambah dengan pembacaan puisi. Lagi lagi irama pengiringnyapun live gamelan, suling atau rekaman yang ada di memori HP, CD dan Mp3. Kiseran sendiri maknanya adalah ungkapan cerita dalam bentuk tembang bernuansa sastra yang mengemukakan perasaan suka maupun duka secara bebas dengan laras tarling irama kiser.
Sejak tahun 2000 setiap datang hari ulang tahun Nurochman Sudibyo, MS&B melakukan Pentas Malam Pembacaan Puisi Multimedia di kota Indramayu yang saat itu biasa disebut pembacaan puisi kiseran. Meski tanggal kegiatannya 24 Januari dan bertepatan dengan musim penghujan, namun acaranya selalu sukses walau digelar di luar gedung, bahkan beberapa kali dilakukan di tengah sungai Cimanuk dan sekitarnya. Diantara pentasnya antara lain; “Perompak Indrajaya 2001, Aja Mbluya-2002, Perang Potret-2003, Waduk Bojong-2004, Mak Njaluk Mangan-2005, Gurit ‘44-2006, Blarak Sengkle -2007, Godong Garing Keterjang Angin-2008, Bahtera Nuh -2009, dan Pring Petuk Ngundang Sriti-2010”, semua di gelar di Kota Indramayu di bantaran Kali Cimanuk. Selain pentas di agenda tahunan di tahun 2006 MS&B diundang untuk pentas “Negeri Cantik” di pembukaan Pameran seni lukis SP Hidayat di Musium Nasional Jakarta, dan di tahun 2008 Pentas “Negeri Para Pejuang” di pembukaan Pameran Tunggal seni lukis Karya Dirot Kadirah di gedung utama Galeri Nasional.
Mulai tahun 2010 hingga tahun 2013 banyak diundang pentas pembacaan Tarling Multimedia, diantaranya di Bojonegoro dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Kota Tegal dan Slawi dengan lakon yang sama Pangikat Serat Kawindra. Berikutnya diundang di Pentas sastra Kedai Lalang Jakarta dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Taman Siswa Yogyakarta dengan lakon Kupu Mabur Golet Entung, di Komunitas Sastra Reboan dalam lakon Negeri Corong Renteng, di TIM dalam lakon Bintang Anak Tuhan, di Taman Budaya Surakarta “Pangikat Serat Kawindra”, di Indramayu “Kembang Suket”, di Pembukaan Art Semarang “Sintren Beken”, di Pasar Malam Jawa Tengah Semarang “Negeri Corong Renteng”, di Pati “Indonesia Kesurupan”, di PPIB kota Tegal “Sedulur Papat Lima Pancer”, di Cirebon “Tragedi Kurusetra”, di Pertemuan Sastrawan Nusantara Palembang “Negeri Corong Renteng”, di STSI Bandung “Negeri Corong Renteng” Pertemuan Sastrawan Makasar “Bersatu Pujangga Nagari Bhahari”, di Galeri Nasional “Sedulur Papat Lima Pancer”, Pembukaan Kongres Bahasa Jawa, di Surabaya dengan Lakon Negeri Corong Renteng,” di Slawi Kab. Tegal dipentaskan “Tumandhange Sinatria Bhayangkara”, dan berlanjut baru-baru ini menggelar pembacaan puisi Tarling Multi media dengan lakon: Puisi Menolak Korupsi dimulai di kota Blitar, Semarang, Surakarta, Jakarta dan Purworejo.
Selain memenuhi panggilan pentas besar dan kecil, sesuai dengan kemajuan zaman Medium Sastra & Budaya Indonesia pun menyajikan bentuk pemanggungan pembacaan puisi dengan tetap beriramakan Tarling, meski kadang diiringi musik gamelan, orkes keroncong, dangdut, organ tunggal, bahkan berbagai musik modern lainnya. Disebut multi media karena dalam pentas pembacaan puisinya kerap kali menggunakan berbagai media sebagai kekuatan pendukung, seperti; wayang kulit, wayang golek, wayang suket, wayang tutus, wayang kertas, wayang padi, wayang ikan asin, topeng, dan dihiasi pula dengan berbagai jenis tari klasik, kontemporer, seni lukis, dan property visual lainnya. ***
Sekilas tentang MS&B
Medium Sastra & Budaya Indonesia, demikian Lembaga seni budaya ini lahir di Indramayu Jawa Barat di tahun 1994. Sejak pertama didirikan intensitasnya melakukan kegiatan pelatihan penulisan/pembacaan karya sastra, pementasan teater dan penelitian seni budaya. Sejak mula lembaga ini menggunakan kata Indonesia sebagai bentuk keyakinan bahwa kelak apa pun yang digagas dapat menjadi suatu kekuatan baru dalam tatanan seni budaya bangsa, karena itulah lembaga ini dalam kiprahnya tak mau meniru selain harus terus berinovasi mencari bentuk-bentuk baru untuk Indonesia. Meski demikian kesekretariatannya tetap di Indramayu.
Salah satu ciri khas pentas pembacaan puisi Medium Sastra & Budaya Indonesia, selalu menggunakan gaya tutur teater rakyat ‘Drama Tarling’. Seni Klasik yang bermigrasi dari gamelan ke gitar dan suling ini hingga kini masih bertahan menjadi kesenian yang khas dari Indramayu dan Cirebon. Namun demikian MS&BI hanya mengambil esensi besar pada Tarling yaitu pada unsur musik dan tembang yang kemudian dipadukan dengan karya sastra baik berupa puisi jawa (gurit), suluk, tembang, kidung, jawokan serta guritan yang dipadukan dengan puisi berbahasa Indonesia. Gaya pembacaan yang khas ini dimotori oleh Nurochman Sudibyo YS. Sejak tahun 80-an setiap kali mengikuti lomba baca puisi selalu menjadi juara baik di daerah maupun di berbagai kota lainnya. Di mulai dengan membaca puisi dengan ilustrasi beriramakan suling khas Dermayu/Indramayu. Gagasannya ini kemudian menempatkannya sebagai Pemuda Pelopor bidang pembangunan seni budaya dan pariwisata tingkat Provinsi Jawa barat dan nominator ke 2 di tingkat nasional tahun 1996-1997.
Selanjutnya Nurochman Sudibyo YS pun dikenal dengan sebutan sastrawan yang menghasilkan karya puisi, cerpen, esai dan catatan budaya. Ia dikenal pula sebagai Pembaca Puisi Kiseran, karena setiap membacakan puisi selalu dihiasi dengan suluk, tembang dan jawokan gaya irama tarling kiseran. Karena sering di undang ke berbagai kota dan daerah, Sejak itu ia pun diberi gelar Ki Tapa Kelana. Posisinya selain pembaca puisi di berbagai even juga diminati masyarakat Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal sampai Bekasi, utamaya di minta memberi kidungan Dermayonan ditambah dengan pembacaan puisi. Lagi lagi irama pengiringnyapun live gamelan, suling atau rekaman yang ada di memori HP, CD dan Mp3. Kiseran sendiri maknanya adalah ungkapan cerita dalam bentuk tembang bernuansa sastra yang mengemukakan perasaan suka maupun duka secara bebas dengan laras tarling irama kiser.
Sejak tahun 2000 setiap datang hari ulang tahun Nurochman Sudibyo, MS&BI melakukan Pentas Malam Pembacaan Puisi Multimedia di kota Indramayu yang saat itu biasa disebut pembacaan puisi kiseran. Meski tanggal kegiatannya 24 Januari dan bertepatan dengan musim penghujan, namun acaranya selalu sukses walau digelar di luar gedung, bahkan beberapa kali dilakukan di tengah sungai Cimanuk dan sekitarnya. Diantara pentasnya antara lain; “Perompak Indrajaya 2001, Aja Mbluya-2002, Perang Potret-2003, Waduk Bojong-2004, Mak Njaluk Mangan-2005, Gurit ‘44-2006, Blarak Sengkle -2007, Godong Garing Keterjang Angin-2008, Bahtera Nuh -2009, dan Pring Petuk Ngundang Sriti-2010”, semua di gelar di Kota Indramayu di bantaran Kali Cimanuk. Selain pentas di agenda tahunan di tahun 2006 MS&BI diundang untuk pentas “Negeri Cantik” di pembukaan Pameran seni lukis SP Hidayat di Musium Nasional Jakarta, dan di tahun 2008 Pentas “Negeri Para Pejuang” di pembukaan Pameran Tunggal seni lukis Karya Dirot Kadirah di gedung utama Galeri Nasional.
Mulai tahun 2010 hingga tahun 2013 banyak diundang pentas pembacaan Tarling Multimedia, diantaranya di Bojonegoro dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Kota Tegal dan Slawi dengan lakon yang sama Pangikat Serat Kawindra. Berikutnya diundang di Pentas sastra Kedai Lalang Jakarta dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Taman Siswa Yogyakarta dengan lakon Kupu Mabur Golet Entung, di Komunitas Sastra Reboan dalam lakon Negeri Corong Renteng, di TIM dalam lakon Bintang Anak Tuhan, di Taman Budaya Surakarta “Pangikat Serat Kawindra”, di Indramayu “Kembang Suket”, di Pembukaan Art Semarang “Sintren Beken”, di Pasar Malam Jawa Tengah Semarang “Negeri Corong Renteng”, di Pati “Indonesia Kesurupan”, di PPIB kota Tegal “Sedulur Papat Lima Pancer”, di Cirebon “Tragedi Kurusetra”, di Pertemuan Sastrawan Nusantara Palembang “Negeri Corong Renteng”, di STSI Bandung “Negeri Corong Renteng” Pertemuan Sastrawan Makasar “Bersatu Pujangga Nagari Bhahari”, di Galeri Nasional “Sedulur Papat Lima Pancer”, Pembukaan Kongres Bahasa Jawa, di Surabaya dengan Lakon Negeri Corong Renteng,” di Slawi Kab. Tegal dipentaskan “Tumandhange Sinatria Bhayangkara”, dan berlanjut baru-baru ini menggelar pembacaan puisi Tarling Multi media dengan lakon: Puisi Menolak Korupsi dimulai di kota Blitar, Semarang, Surakarta, Jakarta dan Purworejo.
Selain memenuhi panggilan pentas besar dan kecil, sesuai dengan kemajuan zaman Medium Sastra & Budaya Indonesia pun menyajikan bentuk pemanggungan pembacaan puisi dengan tetap beriramakan Tarling, meski kadang diiringi musik gamelan, orkes keroncong, dangdut, organ tunggal, bahkan berbagai musik modern lainnya. Disebut multi media karena dalam pentas pembacaan puisinya kerap kali menggunakan berbagai media sebagai kekuatan pendukung, seperti; wayang kulit, wayang golek, wayang suket, wayang tutus, wayang kertas, wayang padi, wayang ikan asin, topeng, dan dihiasi pula dengan berbagai jenis tari klasik, kontemporer, seni lukis, dan property visual lainnya. ***
Pentas Sedulur Papat Lima Pancer di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki ini adalah undangan kedua setelah lakon ini sebelumnya digelar dalam puncak Pesta Festival Teater Indonesia di Galerry Nasional 2012 lalu. Atas keberhasilan pentas tersebut ketua panitia Anugrah Seni Cipta Budaya 2013 Ari Batubara kembali mengundang Medium Sastra & Budaya Indonesia yang bersekretariat di Jl Jndral Sudiran 69 Indramayu untuk tampil menjadi salah satu dari 10 jenis kesenian hasil cipta budaya creator Indonesia.
Tarling Multi Media adalah nama yang diajukan pihak panitia mengingat Nurochman Sudibyo YS alias Ki Tapa Kelan selaku penyusun cerita dan sutradara pagelaran member kebebasan kepada audien yang menilai dan member nama. “ Saya pada intinya mempersembahkan sebuah pertunjukan baca puisi yang lain dari yang lain. Jika di Makasar kami disebut Wayang Tarling, Di Indramayu pentas Kiseran jika semata baca puisi saja. Pentas Wayang Gondrong ankala medianya beraneka macam. Pendek kata Pembacan kary sstra multi media adalh sebentuk cara mensosilissikn kary gabungn dari berbgi aspek puisi, gurit, mantra, jawokan, pantun, parikan dan seluruh unsure peninjang lain seperti seni rupa, seni musik dan seni drama. Semua itu tersaji dalam kekentalan tembang klasik yang berbuansakan tarling dn lagu-lagu bernafaskan dendang pantura.
Pentas Tarling Multimedia digelar persis di malam puncak penyerahan Anugrah Cipta Budaya dari atas nama Gubernur Jakarta melalui Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jakarta Bapak Ari Budhiman diberikan pada Ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia Nurochman Sudibyo YS. Anugrah Cipta Budaya tersebut diraih atas dedikasi dan kesetiaannya menggeluti kesenian yang terus diperjuangkan hingga kini.

SENJA KUNING DI ATAS POHON BELIMBING, Riswo Mulyadi

SENJA KUNING DI ATAS POHON BELIMBING

kupanggil-panggil para pemburu pulang
menyerahkan hasil buruan ke kampung malam
di mana sunyi menunggu mereka di tapal batas
:sudah waktunya pesta
kataku
lepaskan penat , seka keringat
menarilah!
menyanyilah!
senja kuning di atas pohon belimbing
tanda pesta akan dimulai
bergegaslah, sebelum matahari benar-benar pulang
Desember 2015

SRI WINTALA ACHMAD

SRI WINTALA ACHMAD menulis dalam tiga bahasa (Inggris, Indonesia, dan Jawa). Karya-karyanya dipublikasikan di media massa daerah dan pusat. Antologi kolektifnya yang terbit: Antologi Puisi ‘Zamrud Katulistiwa’ (1997); Antologi Puisi Sastra Kepulauan (1999); Antologi Puisi ‘Embun Tajali’ (2000); Antologi Naskah Lakon ‘Bilah Belati di Depan Cermin’ (2002); Antologi Esai Musik Puisi Nasional (2006); Antologi Puisi ‘Malioboro’ (2008); Antologi Cerpen ‘Perempuan Bermulut Api’ (2010); Antologi Cerpen ‘Tiga Peluru’ (2010); Antologi Puisi PPN VI: ‘Sauk Seloko’ (2012); Antologi Puisi dwi-bahasa 63 ‘Spring Fiesta (2013); Antologi Puisi 'Negeri Langit' (2014); Antologi Puisi ‘Pengantin Langit’ (2014); Antologi Esai – Cerpen – Puisi ‘Jaket Kuning’ (2014); Antologi Puisi Esai ‘Rantau Cinta Rantau Sejarah’ (2014); Antologi Puisi ‘Lentera Susastra II’ (2014); Antologi Puisi ‘Tifa Nusantara II’ (2015); Antologi Puisi ‘Jalan Remang Kesaksian’ (2015); Antologi Puisi ‘Jejak Tak Berpasar’ (2015); Antologi Puisi 'Memandang Bekasi' (2015), dll. Novel-novelnya: Centhini: Malam Ketika Hujan (2011); Dharma Cinta (2011); Zaman Gemblung (2011); Sabdapalon (2011); Dharma Gandul (2012); Ratu Kalinyamat (Araska, 2012); Centhini: Kupu-Kupu Putih di Langit Jurang Jangkung (2012);dll. Buku-buku lainnya: Wisdom Van Java (2012); Falsafah Kepemimpinan Jawa (2013); Sejarah Kejayaan Singhasari & Kitab Para Datu (2013); Kitab Sakti Ajaran Ranggawarsita (2013); Babad Tanah Jawa (2014); Sejarah Raja-Raja Jawa (2014); Satria Piningit (2014); Geger Bumi Mataram (2014); Geger Bumi Majapahit (2014); Pamali dan Mitos Jawa (2014); Sejarah Perang di Bumi Jawa (2014); Sejarah Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (2014); Senjakala Majapahit (2015); Panduan Praktis Menjadi Penulis Handal (2015); Buku Induk Mahir Bahasa dan Sastra Indonesia (2015); Buku Pintar Peribahasa Indonesia (2015), dll.

Lumbung Puisi IV 2016


Lumbung Puisi IV 2016
1.Dokumentasi
2.Tidak diperjualbelikan
3.Penilaian naskan berdasarkan karya
4.Tema : Margasatwa Indonesia
5. Kirim 2 Puisi Terbaik Anda ke agus.warsono@ymail.com
6.Peserta tak dibatasi usia/dan golongan dengan status milik sendiri,
email pribadi, dan memberikan nama asli apabila menggunakan nama
samaran.
7.Naskah dikirim lewat email dengan biodata yang melekat dengan
naskah dalam 1 fail.
8. Gratis Pendaftaran
9. Partisipasi dana pengiriman buku dikirim sebelum diterbitkan.
10. Kegiatan sastra biasa/rutin.
11.Lumbung Puisi Sastrwan Indonesia Jilid IV
Diperuntukan bagi penyair yang belum pernah mengikuti Lumbung Puisi Jilid I, II dan III
12. Rekrutment puisi mulai 22 Desember hingga 21 April 2016
Menghindari :
1. Kiriman naskah menggunakan nama samaran dan alamat samaran,
setelah diumumkan muncul nama baru dengan alamat baru yang
sesungguhnya. (Meragukan kualitas karya sendiri)
2. Tim Seleksi dipusingkan oleh fail alamat yang terpisah.
3.Lumbung puisi bukan lomba, tetapi tetap diseleksi yang menyangkut berbagai hal seperti, data penyair apakah penyair abal-abal apa tidak, data status apakah status palsu apa tidak, puisi apakah plagiat, sandur, terjemahan atau memang karya asli. Kemudia puisi itu sendiri sesuai tema apa tidak, bagus/layak apa tidak, jadi digarap sungguhg sungguh.
Memaklumi :
Biaya penerbitan dan percetakan ini pribadi bukan berasal dari lembaga atau sumber yang lain. Karena itu cetak sangat terbatas.
Kegiatan ini hanya untuk menghidupkan aktifitas sastra.
Lumbung Puisi Sastrwan Indonesia
Dokumentasi untuk encyiclopedia sastrawan Indonesia oleh HMGM

Hendragunawan S. Thayf”

Hendragunawan S. Thayf”
Lahir 31 Juli 1974 di Makassar. Pendidikan dasar dan menengah ditempuhnya di SD Inpres Tamamaung I, SMPN 6, dan SMAN 1, di Makassar.
Beberapa berkas sajaknya dari masa sekolah dasar dan perkuliahan hilang tak terlacak lagi selain satu ‘sajak lucu’, yang merupakan sajak tertua dari masa SD, selamat sebab sempat terekam dalam ingatan karena kelucuannya, “Di Kebun Binatang”. Mulai lebih intens menulis sajak, sejak bertemu dengan tiga penyair muda lain: Aslan A. Abidin, Sudirman H.N, dan Muhary W.N tahun 1993 di Universitas Hasanuddin. Selanjutnya, ia dengan ketiga rekannya itu mendirikan dan bergiat dalam komunitas Masyarakat Sastra Tamalanrea. Selain itu, selama setahun (1994-1995), ia menjadi pemimpin umum majalah Avant Garde, yang diterbitkan oleh himpunan mahasiswa di jurusannya. Selulus kuliah tahun 1997, ia sempat bekerja di bagian kredit pada bank swasta selama dua tahun. Setelah itu, ia kembali melanjutkan kuliah di Universitas Padjadjaran, Bandung kemudian menjadi dosen di almamaternya, Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, Makassar. Pada tahun 2006, mendapatkan kesempatan studi di University of Newcastle, Australia.
Sebagai seorang penyair, namanya tercatat dalam buku “Leksikon Susastra Indonesia” (Korri Layun Rampan, 2000, Jakarta: Balai Pustaka) halaman ke-191, dengan entri “Hendragunawan S. Thayf”. Kumpulan sajaknya yang pertama Nyanyian Alam Nyanyian Adam Nyanyian Malam diterbitkan pada tahun 1996 oleh Masyarakat Sastra Tamalanrea. Beberapa antologi yang memuat sajaknya: Nafas Kampus (SKK Identitas, Makassar, 1994), Koridor (Mayarakat Sastra Tamalanrea, Makassar, 1995), Ininnawa: Antologi Penyair Sulawesi Selatan (Mayarakat Sastra Tamalanrea, Makassar, 1997), Jurnal Triwulanan Puisi (Yayasan Puisi, Jakarta, 1997), Temu Penyair Makassar (Dewan Kesenian Makassar, 1999), Antologi Sastra Kepulauan (Dewan Kesenian Sulawesi Selatan, 1999), Tak Ada Yang Mencintaimu Setulus Kematian (Logung Pustaka dan Akar Indonesia, Yogyakarta, 2004), Ombak Makassar (Dewan Kesenian Sulawesi Selatan, Makassar, 2000), Mahadukka Aceh (PDS HB Jassin, Jakarta, 2005), Aceh, Dukaku (Gorapustaka, Makassar, 2005), rumahlebah: ruang puisi (Komunitas Rumahlebah Yogyakarta dan Frame Publishing, 2009), Percakapan Lingua Franca: Antologi Puisi Temu Sastrawan Indonesia III (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, 2010).
Dalam beberapa kesempatan, ia telah membacakan sajak-sajaknya di Dewan Kesenian Makassar dan Dewan Kesenian Sulawesi Selatan. Selain itu, ia pernah tampil membacakan sajaknya pada sejumlah forum seperti Cakrawala Sastra Indonesia, Dewan Kesenian Jakarta, 2004; Apresiasi Sastra, IALF Denpasar, 2005; dan terakhir sebagai Invited Writer pada Makassar International Writers Festival, Rumata Art-space, 2011.

Muhary Wahyu Nurba

Muhary Wahyu Nurba, Lahir di Makassar pada 5 Juni 1972. Anggota Masyarakat Sastra. Tamalanrea. Selain menulis puisi, ia juga menulis cerpen, esei dan membuat desain grafis untuk beberapa buku dan majalah.
Puisi-puisinya ditemukan dalam berbagai antologi baik yang terbit di Sulsel maupun di luar Sulsel. Ia menulis di berbagai media antara lain pada harian Fajar, Pedoman Rakyat (Makassar), Jurnal Puisi (jakarta) dan Plangi Magazine (Australia).
Tahun 2004 diundang oleh Dewan Kesenian Jakarta untuk membacakan puisi-puisinya dalam Forum Cakarawala Sastra Indonesia. Bukunya yang telah terbit antara lain: Meditasi (1996), Jadilah Aku Angin Jadilah Kabut (1997), dan Sekuntum Cahaya (1999).
Sebagai editor ia telah menyunting puluhan buku dan minatnya pada sastra telah membuat ia mendirikan penerbit Saji Sastra Indonesia, kemudian Gora Pustaka, dan saat ini sedang mengembangkan penerbit Nala Cipta Litera, sebuah penerbitan buku sastra, seni dan budaya di Sulawesi selatan.
Selain menulis, ia juga terkenal sebagai pembaca puisi dan melukis.

F. Rahardi, sastrawan Tegal


F. Rahardi, lahir di Ambarawa, Jawa Tengah, 10 Juni 1950. Penyair, wartawan, penulis artikel, kolom, kritik sastra, cerita pendek, dan novel. Pendidikan drop out kelas II SMA 1967, dan lulus ujian persamaan SPG 1969. Pernah menjadi guru SD, dan kepala sekolah di Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Tahun 1974 ke Jakarta, dan alih profesi menjadi wartawan, editor serta penulis artikel/kolom di berbagai media.
Pertama kali menulis puisi akhir tahun 1960an, dimuat di Majalah Semangat, dan Basis (Yogya), serta Horison (Jakarta). Baru kemudian menulis artikel, kritik sastra, cerpen, dan novel.
Karyanya antara lain: Kumpulan puisi Soempah WTS (1983), Catatan Harian Sang Koruptor (1985), Silsilah Garong (1990), Tuyul (1990) dan Pidato Akhir Tahun Seorang Germo (1997). Kumpulan cerpen Kentrung Itelile (1993). Prosa lirik Migrasi Para Kampret (1993), dan Negeri Badak (2007). Novel Lembata (2008), Ritual Gunung Kemukus (2008), dan Para Calon Presiden (2009). Buku-buku non fiksi antara lain: Bercocok Tanam dalam Pot (1983), Petani Berdasi (1994), Menggugat Tuhan (2000). Cerdas Beragrobisnis (2003), Agar Tanaman Cepat Berbuah (2007), Panduan Lengkap Menulis Artikel, Feature dan Esai (2006), Menguak Rahasia Bisnis Gereja (2007).
Tahun 1984, pernah dilarang oleh Dewan Kesenian Jakarta, ketika berniat membawa para Pekerja Seks Komersial (PSK), dalam acara pembacaan sajaknya Soempah WTS (1984) di TIM, Jakarta. Tahun 1986 kembali dilarang oleh aparat keamanan, ketika akan membacakan Catatan Harian Sang Koruptor, juga di TIM, Jakarta. Tanggal 30 Desember 1997. meluncurkan kumpulan puisinya, Pidato Akhir Tahun Seorang Germo, di rumah Soeharto, salah seorang mucikari di komplek lokalisasi PSK di Silir, Surakarta, Jawa Tengah. Tahun 1995, kumpulan puisi Tuyul, mendapat penghargaan dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional. Tahun 2009 Prosa Lirik Negeri Badak, mendapat penghargaan South East Asia Write Award, dan Novel Lembata mendapat penghargaan Khatulistiwa Literary Award.
Pendiri Forum Kerjasama Agribisnis (FKA), Asosiasi Wisata Agro Indonesia (AWAI), Yayasan Pengembangan Masyarakat Banten Selatan, dan Asosiasi Experiential Learning Indonesia (AELI). Pengurus Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI). Sekarang menjadi Redaktur Senior di Penerbit Obor, dan kolumnis tetap di Kontan, Majalah Flona, dan Ide Bisnis. ***
Sumber F Rahardi.

Moci Itu Seperti Kebiasaan Orang Eropa, RgBagus Warsono

Moci Itu Seperti Kebiasaan Orang Eropa
BOLEH jadi medhang teh poci (sebut moci) sambil ngobrol ngalor ngidul (kini terkenal dengan obrolan ndopok) merupakan kebiasaan orang Belanda tempo doeloe yang ketika itu manjajah Indonesia yang berada di Tegal. Kebiasaan ini biasa dilakukan oleh orang-orang Belanda yang kebanyakan mengurus BUMN-nya Belanda di Indonesia seperti parik tepung tapioka, pabrik teh, pabrik gula, dan pabrik rokok/tembakau. Mereka biasa kalau libur , pagi atau sore hari di hari libur berkumpul ditaman atau serambi rumah sambil menikmati hangatnya teh poci dan gula batu.
Kesempatan ini biasa digunakan untuk membicarakan hal-hal lain diluar pekerjaannya. Seperti di negeri-nya di Eropa sana.
Masyarakat Tegal yang ketika itu menyaksikan membuat kegiatan para majikannya itu ditiru dengan penyesuaian sana-sini. Jika orang-orang Belanda menikmati teh poci dan hangatnya pagi atau sore hari sambil bercengkerama, maka orang pribumi membuat acaranya selepas dari kerja atau hari libur. Kemudian mereka tidak berada di taman atau serambi rumah pejabat Belanda, tetapi di warung-warung moci sambil ngobrol ini itu.
Ternyata ini menjadi budaya orang Tegal hingga kini. Moci itu seperti kebiasaan orang Eropa. Adapun isi obrolan tentu tidak tau apa itu ndopok/goroh atau obrolan serius, yang penting tempat untuk santai sambil menikmati teh poci dan gula batu.rg bagus warsono.

Terhempas, Penyair Linglung

Terhempas
Malam minggu pun berlalu
Kau masih terdiam dalam ragu
Bayangan diri ajak kau terbang
Menangkap awan dan bintang
Dalam kebimbangan yang dalam
Coba ungkapkan rasa terpendam
Asmaradana kau dendangkan
Bersama angin yang berhembus enggan
Pagi akan menjelang
Burung malam bersuara sumbang
Rembulan pun sembunyi di balik awan
Kau tetap terpaku di tepi jalan
Akankah esok tetap berjuang
Saat asa sudah habis terbuang
Menjalani hidup yang serasa mati
Raga kini bergerak tanpa hati
‪#‎PL‬, 261215

"Penyair Ndeso yang Menasional" oleh Rg Bagus Warsono

"Penyair Ndeso yang Menasional"
Rg Bagus Warsono
Menjadi penyair gak usah pergi ke kota apalagi ikutan audisi . Nulis aja di rumah sambil momong 'puthu. Bisa jadi sukses tampa disadari. Karena karya-karya yang monumental. Karena zaman bukan lagi zaman kuda gigit besi tetapi zaman 'gang kecil dibeton, zaman 'pesawat tv setebal triplex, zaman 'sepur pakai tiket , zaman pedagang sayur cantik seperti artis, zaman kopi zahe tapi gambarnya saja rasa jahe, zaman hp bukan zaman iterlokal,telegram di kantor telkom.
Jangan dikira mereka yang sukses dengan karya menasional mudah begitu saja digapai. Banyak liku berliku untuk menjadi penyair bek'en, tetapi dia tidak ndeso walau orang ndeso, tidak 'Ge eR, tapi percaya diri. jadilah apa yang diidamkan sukses cemerlang, mengapolo sampai bintang.
Dunia sastra tak mengenal batas, apalagi asal dilahirkan , kampung klutuk, kota kecil, nun jauh dari ramainya angkutan kota, penyair ndeso melabrak batas kota dan bertengger nama dan karyanya menasional .
Apalagi zamam 'modem asal baterai isi penuh jadilah bak bintang 'gubuk meceng' (sewaktu-watu terlihat, sewaktu-waktu bersinar, sewaktu-waktu ketutup mendung seperti musim hujan ini) . Tapi dia dan karyanya tidak demikian karena dia memang dari gugusan andromeda yang terus berkobar.
Bukan hanya laki-laki , perempuan ndeso juga. Orang tak menyangka, ibu yang suka mecuci baju di sungai atau yang tiap hari jualan dipasaran ternyata seorang penyair terkenal. Karyanya dihomati oleh banyak kritikus sastra, wajahnya mengisi berbagai situs baik yang amatiran maupun situs benua. Penyair ndeso kini tak lagi ndeso.
Menasional itu macam-macam seperti Tan Lioe Ie, ia menulis puisi tentang masa depan (mengikuti jejak pujangga besar Jayabaya dalam fersi lain) ada ada lagi karena karyanya yang monumetal sehingga menjulang, juga karena ketekunannya dalam komitment sebagai penyair yang memiliki jati diri dan ke-khas-an tersendiri.
Yang karena karya monumental kita mengenal Toto St Radik dengan "Indonesia setengah tiang",Kemudian Oka Rusmini karena "Putu Menolong Tuhan" , ada Nanang Suryadi karena "Negeri Menangis".
Menjadi penyair yang menasional tetep direkomendasi orang lain lebih dari seorang, lembaga dan pembaca serta pengakuan dari lembaga/ perguruan yang berkecimpung di bidang sastra, bukan oleh situs-situs yang bisa dipesan, apalagi penobatan kepanitiaan yang mendapat sponsor. Terutama sekali adalah pengadilan publik, publik (pembaca)-lah yang memutuskan vonisnya. Kini telah banyak karya sastra bagus yang perlu mendapat apresiasi . Mereka ternyata berasal dari berbagai pelosok nusantara. Penyair 'ndeso yang berkarya bukan main idahnya yang mewarnai jagat sastra Tanah Air.
Untuk memulai menyebut penyair ndeso yang menasional perlu sekali dibuat batasan apa/siapa sih penyair yang disebut menasional ? Penulis mencoba membuat batasan yang patokannya adalah karyanya bukan manusianya karena kata penyair melekat dengan karyanya itu. Lalu batasan ini penulis memberi tanda kutip 'karya yang memiliki berbagai aspek untuk dapat disebut nasional yakni: karya tersebut belum ada sebelumnya, sesuatu yang baru, unik, monumental, bermutu dan memiliki mafaat sebagai bacaan nasional (universal). Tentu saja akan mendapat bantahan dari berbagai pihak, ini dimaksudkan agar ada dasar yang bisa dipertanggung jawabkan.
Meski dari ndeso ia telah membuahkan karya monumental yakni karya yang slalu dikenang yang melekat atara karya dan penyairnya meskipun salah satunya yang disebut. Sebagai cotoh, misalnya ketika memyebut 'Kerawang-Bekasi, maka serta merta orang membayangkan pengarangnya Chairil Anwar. Atau menyebut 'Gadis Peminta-minta langsung orang mengingat Toto Sudarto Bachtiar.
Menyisir penyair ndeso yang menasional di seluruh nusatara ini tidak begitu mudah, tentu saja ada yang terlewatkan. Kita mulai dari Aceh tempat kelahiran penyair Lesik Keti Ara (LK Ara), seoranf pelopor penyair Aceh. Mereka adalah Sulaiman Juned ,Soerya Darma Isman, Moritza Thaher, Udin Pelor, Muhrain, Herman RN, Rahmi Soraya ,ZulKirbi. Sumut M Raudah Jambak.
Sedang di Sumatera Utara sebagai tempat banyak sastrawan nasional terkenal seperti Amir Hamzah, Amal Hamzah, Sanusi Pane, Armijn Pane, Bokor Hutasuhud, Hamsad Rangkuti kita dapat menyebut beberapa nama seperti : penyair Anwar bayu Putra yang terkenal berkat Ritus Pisau.
Anwar Bayu Putra
Dari Riau dan kepulauan Riau banyak sekali penyair populair saat ini, bahkan yang 'ter sulit dibedakan, tetapi ada yang bertegger papan atas seperti Sastra Riau, dan Idrus Tintin, Peraih Bintang Budaya Parama Dharma 2011 ini dikenal sebagai pembaharu seni teater Melayu khususnya di Riau. Dalam berkarya, ia sanggup menjadikan hal-hal yang tragedik menjadi komedik, disamping itu banyak lagi yang mulai bersinar terang.Sedang penyair tenar lain Hasan Junus telah meninggalkan kita semua.
.Adalah Dimas Arika Mihardja yang terkenal lewat "Sang Guru Sejati ini mampu memotifasi penyair lain di Jambi , sebut misalnya,Em Yogiswara dan Buana K. S yang mulai menjanak namanya. Disamping itu ada Ari Setya Ardhi dan Acep Syahril, penyair terkenal asal Jambi. Jambi kini mulai terlihat deras melahirkan penyair-penyair kondang
.................(bersambung)

Mater de Perpetuo Succursu – Bunda Yang Selalu Menolong, Dr. Tri Budhi Sastrio

Mater de Perpetuo Succursu – Bunda Yang Selalu Menolong
Dilukis di Kreta, sebuah pulau di bawah naungan Republik Venesia,
Lalu dicuri, lalu dibawa kapal ke Roma, lalu badai dahsyat menerpa,
Lalu di tengah rasa takut dan panik tidak terhingga, si saudagar tua
Yang menyembunyikan lukisan istimewa di palka, putuskan berdoa.
Doa khidmat sang saudagar kaya tampaknya didengar Bunda Mulia,
Kapal selamat dari badai dahsyat prahara dan akhirnya merapat tiba.
Dari hantaman gelombang dahsyat samudera si saudagar kaya raya
Memang selamat tidak kurang apa, tetapi raga yang sudah tua renta
Akhirnya harus menyerah juga, dan di tengah sekarat jelang ajal tiba
Dia sempatkan meminta teman sebaya agar serahkan lukisan Bunda
Pada sebuah gereja, tapi teman yang dipercaya ternyata jatuh cinta
Pada lukisan Sang Bunda Mulia yang menggendong Si Putra Surga.
Akibatnya sampai empat kali konon kabarnya lukisan itu diambil dia.
Bahkan istri sang saudagar kaya yang telah meninggal dunia, ketika
Ikut mengambil alih lukisan Bunda Mulia, eh ... ikut-ikutan jatuh cinta.
Alih-alih serahkan ke gereja seperti wasiat mendiang suami tercinta,
Lukisan Bunda Maria Penolong Abadi dipasang di dinding rumahnya.
Semuanya baru berubah seperti pesan mendiang sang pencuri kaya
Ketika sang Bunda sendiri menampakkan diri pada gadis kecil belia.
Dalam pesannya Bunda Mulia meminta agar gadis sampaikan warta
Bahwa lukisan hendaknya disimpan di gereja, dan setujulah si janda.
Akhirnya karya pelukis dari pulau Kreta, ke Ordo St. Agustin berada.
Lalu dari tangan ordo, lukisan ke gereja San Matteo di Via Merulana,
Dan selama tiga ratus tahun nama sang Madonna meriah dipuja-puja.
Kemudian Revolusi Perancis melanda seluruh Eropa, termasuk Italia.
Roma jatuh, Paus Pius VI dipenjarakan, dan satu dari banyak gereja
Yang diluluhlantakkan oleh serdadu Perancis, gereja di Via Merulana.
Tetapi seperti dahulu sang lukisan selamat dari gelombang samudera,
Kali ini pun serbuan para serdadu hanyalah bisa meruntuhkan gereja
Tetapi tidak Mater de Perpetuo Succursu, tidak Bunda Penolong Setia.
Hampir satu abad berlalu, Bunda duduk tenang di gereja Santa Maria
Di Posterula, sementara Eropa sudah lama tenang seperti sediakala.
Lalu, abad ke sembilan belas baru saja melewati ambang puncaknya,
Ordo para romo yang selamatkan lukisan Kreta, membeli Villa Caserta
Area di Via Merulana, Roma, kemudian ubah villa menjadi markasnya,
Tanpa sama sekali menyadari bahwa lokasi villa sama persis areanya
Dengan gereja yang pertama menghormati lukisan mulia sang Bunda.
Beginilah yang terjadi jika kehendak dan rencana Tuhan yang bekerja.
Gereja memang boleh runtuh, villa mewah boleh dibangun di atasnya,
Tetapi jika Tuhan berkenan agar gereja kembali tegak di tempat sama,
Maka hal itu yang akan terjadi, dan Villa Caserta dengan tanah dirata,
Sebelum dibangun menjadi markas ordo penyelamat lukisan istimewa.
Satu dekade kemudian Paus Pius IX tertarik mengundang para bapa
Dari ordo penyelamat lukisan mulia, tujuannya mendirikan rumah doa
Untuk memuji dan memuliakan Bunda Maria dan usulan segera nyata.
Pada akhirnya, dan ini semua tentu saja kehendak Yang Mahakuasa,
Lukisan dari Kreta yang pada awalnya belum resmi mempunyai nama,
Bertahta di Via Merulana, di atas gereja baru tepat di atas gereja lama.
Mater de Perpetuo Succursu - Bunda Yang Selalu Menolong, namanya.
Dan setelah itu, entah siapa penggeraknya, kisah lukisan nan istimewa
Menyebar ke antero dunia dengan inti cerita yang hampir selalu sama.
Bunda Mulia selalu menolong, tidak peduli betapa hebat suatu perkara
Pertolongan dan solusi selalu diberikan, walaupun seringkali manusia
Tidak paham misteri di balik solusi, tidak paham apa tujuan niat Bunda.
Tapi solusi selalu ada, pertolongan selalu diberi, semua akhirnya reda.
Inilah Bunda kita semua, yang paham benar bagaimana teruskan doa
Kepada Sang Putra Surga, dan seperti yang dicatat dalam Kitab Mulia
Sang Putra mungkin saja agak terganggu tapi bagaimana sih Dia bisa
Menolak permintaan Bunda yang melahirkan dan membesarkanNya?
Sekarang satu lagi gereja di Indonesia membangun rumah doa Maria.
Maria yang Bunda Tuhan, Maria yang terus setia menolong siapa saja.
Setiap orang bebas datang kapan saja bahkan tak datang juga tak apa
Karena memang kita bisa berdoa, memohon, meminta dari mana saja,
Dari rumah juga bisa, tapi yang lebih inti tentu bukan datang tidaknya,
Melainkan inti doa, apa yang dimohon dan diminta lewat Bunda Mulia.
Ada pernah dikata yang namanya doa, ulangi lagi, yang namanya doa,
Sudah pasti dikabulkan oleh Sang Mahapemberi, dan ini pasti adanya.
Lalu bagaimana jika ada orang berkata bahwa tak dikabulkan doanya?
Maka hanya ada dua jawabnya, yang pertama tentu saja itu bukan doa,
Tapi merasa atau dianggap doa, padahal merasa dan benar-benar doa
Tentu saja amat jauh bedanya, laksana bumi dengan angkasa bedanya;
Atau jawab yang kedua, sudah dikabul tapi manusia tak paham adanya.
Belum lagi jika wawasan picik, hati sempit, otak pun tidak cerdas isinya.
Lalu yang terakhir ini dipadu dengan watak, tamak, serakah serta loba,
Maka makin parah akibat dampaknya ... he ... he ... he ... tak percaya?
Ayo simak dua contoh sederhana, seenaknya, tetapi benar dah isinya.
Satu orang biasa, tak terlalu berada, datang ke Bunda Penolong Setia.
Dengan khusuk meminta kepada Bunda agar disampaikan pada Bapa
Agar segera diijinkan menjadi lebih kaya, banyak harta benda, hingga
Dapat lebih leluasa membantu sesama yang konon banyak menderita.
Setahun berlalu, orang ini tetap biasa, harta tambah tetapi jumlahnya?
Terlalu kecil untuk jadi kaya, tapi dasar si peminta-minta lapang dada,
Wawasan terbuka, dan yakin bahwa doa sudah sampai ke Bapa serta
Tentu saja doa telah dikabulkan, maka ia tetap gembira bantu sesama
Dengan manfaatkan apa yang dipunya, nah yang begini, orang biasa
Tetapi cara berpikirnya amat sangat luar biasa, Bunda telah berkarya.
Terima kasih Bunda, bisiknya gembira setiap lewat dekat rumah doa.
Engkau memang Bunda yang selalu menolong, aku membuktikannya.
Satu orang biasa lainnya, juga khusuk dan sungguh-sungguh berdoa.
Permintaan kurang lebih sama, dan hasilnya juga hampir tak berbeda.
Harta memang bertambah tapi amat sedikit jumlahnya, dan akibatnya?
Yah tidak seperti yang diharapkan dalam doa permintaan pada Bunda.
Lalu karena wawasan picik, nurani kelam, pikiran hitam, otak bencana
Maka dampak akibat menjadi luar biasa, doa terasa tak ada jawabnya.
Yah, Bunda, Engkau ini katanya Selalu Menolong, menolong apanya?
Dari contoh yang sederhana dan seenaknya, tampak jelas bahwa kita
Yang menjadi sumber persepsi ini karunia atau petaka, bukannya doa,
Apalagi Bunda Mulia yang setia, jadi ayo senyampang masih ada usia
Jangan minta yang aneh-aneh, walau tentu boleh kalau nekad adanya
Ayo bersyukur pada yang ada, lalu kobarkan semangat layani sesama.
Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com – 087853451949
Sidoarjo, 2 Januari 2016

ANTARA LAUT DAN BUKIT, Riswo Mulyadi


baru saja kembali ke bukit
dari laut
mimpiku
sayang, aku tak membawa cinderamata
pasir, karang ataupun ombak
hanya sekeranjang puisi pasi
lukisan diamku
goresan kegelisahan yang sempat kularung tanpa sesaji
siapa tahu bisa menjadi ceritaku pada anak cucu
tentang laut dan negeri monyet
tentang pasir dan gulungan ombak
yang adalah bagian kehidupan negeri ini
03 Januari 2016

Lumbung Puisi IV 2016

Lumbung Puisi IV 2016
1.Dokumentasi
2.Tidak diperjualbelikan
3.Penilaian naskan berdasarkan karya
4.Tema : Margasatwa Indonesia
5. Kirim 2 Puisi Terbaik Anda ke agus.warsono@ymail.com
6.Peserta tak dibatasi usia/dan golongan dengan status milik sendiri,
email pribadi, dan memberikan nama asli apabila menggunakan nama
samaran.
7.Naskah dikirim lewat email dengan biodata yang melekat dengan
naskah dalam 1 fail.
8. Gratis Pendaftaran
9. Partisipasi dana pengiriman buku dikirim sebelum diterbitkan.
10. Kegiatan sastra biasa/rutin.
11.Lumbung Puisi Sastrwan Indonesia Jilid IV
Diperuntukan bagi penyair yang belum pernah mengikuti Lumbung Puisi Jilid I, II dan III
12. Rekrutment puisi mulai 22 Desember hingga 21 April 2016
Menghindari :
1. Kiriman naskah menggunakan nama samaran dan alamat samaran,
setelah diumumkan muncul nama baru dengan alamat baru yang
sesungguhnya. (Meragukan kualitas karya sendiri)
2. Tim Seleksi dipusingkan oleh fail alamat yang terpisah.
3.Lumbung puisi bukan lomba, tetapi tetap diseleksi yang menyangkut berbagai hal seperti, data penyair apakah penyair abal-abal apa tidak, data status apakah status palsu apa tidak, puisi apakah plagiat, sandur, terjemahan atau memang karya asli. Kemudia puisi itu sendiri sesuai tema apa tidak, bagus/layak apa tidak, jadi digarap sungguhg sungguh.
Memaklumi :
Biaya penerbitan dan percetakan ini pribadi bukan berasal dari lembaga atau sumber yang lain. Karena itu cetak sangat terbatas.
Kegiatan ini hanya untuk menghidupkan aktifitas sastra.
Lumbung Puisi Sastrwan Indonesia
Dokumentasi untuk encyiclopedia sastrawan Indonesia oleh HMGM

Lukisan Raden Saleh adalah Pusaka, Taufiq Ismail

Lukisan Raden Saleh adalah Pusaka
Menatap lukisan Penangkapan Diponegoro, aku berdiri dan termangu
Di depan kanvasmu, lewat jendela bingkaimu kau undang aku
Meluncur masuk lorong sejarah. Kau beri kami langit Magelang
Tiada awan menggulung atau terbentang
Cuma ada dua puncak gunung dan bukit kabut tipis tergenang
Kau beri kami adegan abad sembilan belas, yang begitu tegang
Seorang Pangeran, panglima pertempuran telah ditangkap
Dia mengenakan serban hijau, jubah putih tanpa alas kaki
Badannya kecil, tapi wajahnya menantang dengan sikap berani
Aku tidak membaca rasa sesal atau menyalahkan nasib
Pada perincian wajahnya yang diguratkan dengan cat minyak
Seratus tiga puluh delapan tahun yang lalu
Raden Saleh Sjarif Bustaman, betapa padat isyarat lukisan tuan
Taufiq Ismail

TAMAN BUNGA PUSARA HATI, Sukma Melati Jingga

Tema: Akhir Tahun
Judul: TAMAN BUNGA PUSARA HATI
Karya: Masayu Sechmaida
Madu cinta nan tersaji
Di cawan cantik nan indah
Kita reguk kenikmatan di altar suci
Terlahir bidadari jelita belaian kasih
Sempurna bahagia anugerah Illahi
Saat pesta pergantian tahun baru
Bersama kita menatap pijar kembang api
Meriah gema nada terompet menderu
Seketika tersentak dentum relung hati
Badai Desember datang menguji
Raga kakanda terserang sinositis
Lara merejam sadis sangat tragis
Sewindu kutatap masa bersama buah hati
Lorong sepi kulalui hingga di akhir tahun
Taman bunga pusara hati tinggal kuntum melati
Akhir Desember bertabur doa dalam lantunan
Bandar Lampung
0+ Januari 2016

MENANTI, Hafney Maulana

MENANTI

menyimpan sepimu
dalam menanti
sangsi mimpi
takdirmu

#sonian.by:hafney maulana'16

Sukma Melati Jingga," Salam sore mayapada"

Salam sore mayapada

Judul: KESEMPATAN
Karya: Sukma Melati Jingga
Tanpa tidak kamu sadari
Dia manfaati situasi
Seperti ini
Kesempatan
Tersenyum
Merasa berhasil
Tergapai semua rencana
Semudah membalikan telapak tangan
Balam
08 Januari 2016

Kwatrin Pada Malam, Ongko Wijoyo

Kwatrin Pada Malam
Pada sang Malam ku meminta,
Jangan lekas pergi tetaplah bertahta.
Pada sang Malam ku berkata,
Temani aku pahami gema cinta.
Ketika sukmaku menggapai sukmanya,
Serupa kiambang bersama tautnya.
Ketika rasaku larut dalam ombak pasangnya,
Hingga terhempas, terlepas di altar surgawinya.
Dan dalam rengkuhmu wahai sang Malam,
Biarkan aku dan nya tenggelam,
Menyatukan dua jiwa dalam satu tubuh,
Selalu saling butuh dalam hening berlabuh.
10012016_Surabaya