Ulva Mery

RAHASIA HATI

Rasa asing itu kuasai hati
Membelenggu jiwa
Mengusik kalbu
Menusuk sukma
Hadirkan nelangsa

Rasa asing itu larutkan asa
Punahkan impian
Terbangkan keindahan
Hapuskan senyum
Hadirkan air mata

Shoim Fahirohim BUKAN PUJANGGA

BUKAN PUJANGGA

Kami bukan pujangga Kami punya hati kami berkata dengan hati Kami punya rasa kami berbuat dengan rasa

Nalar aorta sejumput asa Melenakan logika maupun realita

Kami bukan pujangga

Membaringkan telinga, hidung dan mata Memadukan hati dan realita katanya Meletup verbal menenggak purbasangka

Di tanggal 22 Des 2013 Pada RSU Sari Asih Meteorid Ursa Minor, ehem menilik dari balik jendela Rumah Sakit Sari Asih Serang

Ilham Pujangga DALAM SUNYIKU

DALAM SUNYIKU

Malam menitikkan kelam
Rembulan sayu menatapku
Ada resah yang buncah
Di balik gelisah dadaku

Sunyi melindap sepenuh dekap
Dari balik jendela ku tatap cahaya
Bias lentera remang-remang terasa
Daun-daun berkelindan sunyi

Dalam sunyiku aku

jambi, desember 2013

Zulfikar Fik Fikar Cerita Kampung

Cerita Kampung

cerita kemarin
padam lampu di kampungku
panyot-panyot tergantung pohon asam
belakang rumah
minyak tanah membeku
terganti elpiji

duduk di serambi
nyamuk binal ganggu sepi
wangi cempaka ujung pagar
kuning malam terang bulan

di taman wajah-wajah terpajang
senyum merayu kaku
janji-janji merdu mendayu basi
menggoda fikir hama hati

cerita kemarin
orang-orang berhuru-hara
berebut kain berhala panji
seperti kafan pembalut badan
ketika mati

istana gagah berdiri
tiang tegak
tulang-tulang kami
menyekat dinding, terhampar lantai
daging kami
singgasana benderang
redup
mengalir warnawarni
darah mata kami
bertanah jantung kami

seringai bengis penghuni istana
gigi bertaring drakula
menyantap menu sudah tersaji
sambil kangkang dikepala bangsa sendiri

gerah bulan
meningkahi taman
harum melur dibaris pagar
putih berpurnama malam

Banda Aceh, 18 Desember 2013

Cunong Nunuk Suraja HILANG KETEMU

HILANG KETEMU

sihka
yangsa
tacin

(bunyi gamelan beradu suar gendang danggdut)

ciben
durin
raice

(bunyi piring pecah dan sumpah serapah)

berita infotemen tidak lucu tapi haru

: stroke!

2013 — drinking cider.

Algibrani Elmadyan Sipujanggagila MALAM MERINDU DALAM SAJAK IA PUN KURINDU

MALAM MERINDU DALAM SAJAK IA PUN KURINDU

Saat malam merindu purnama, kutelusuri hasratnya hingga ke pundak bulan... o, ternyata semakna diri dalam sunyi, rindukan waktu memulangkan ia ke tanah tempat aku berada.

Saat malam menjelma goa-goa tempat kubersajak, pada dindingnya terdengar pantulan suara rima yang kubaca berulang-ulang, adalah namamu o, pewaris Hawa yang tengah duduk di bongkahan batu pada bait sajakku.

Saat malam masih tetap dengan kerinduannya pada purnama, tak menjawab saat kutanya kapan ia datang meraih senyumku pada titik temu... o, saat ini mungkin hanya sajak tempatku melepas rindu.

Saat malam serupakan heningnya dengan malaikat, angin lembutnya laksana sabda yang menfatwakan hati untuk mewajibkan doa terucap, seraya pikir mengembalikan pekatnya pada searwah bisu di angin yang lalu.

O, Sang Yang Maha
bilakah raga ini tak dapat secepatnya bertemu dengan pewaris Hawa, yakinkanlah ia bahwasanya malam takkan menyembunyikan wajahnya dari kasih-Mu yang berada dalam harapku.

O, Sang Yang Maha
Saat malam merindu dalam sajak ia pun kurindu, tuntunlah aku pada kalbu yang tak ragu, di mana Kau jua-lah yang Maha menguraikan setiap kerumitan dan kemustahilan menjadi kesahajaan waktu saat menjamu rindu.

O, Sang Yang Agung
Bawalah kerinduan ini agar mendekati cara merindu yang tak mengalahkan rindu hamba pada-Mu. Tetapi berkahi pula hati saat rindu mampu membawaku pada jalan-Mu. Sekalipun dalam sajak kuingin merindu dengan cara-Mu dan bertemu di jalan-Mu.

O, Sang Yang Agung
Ketika malam merindu purnama, Kau jua yang mempertemukan mereka pada wujud hening yang syahdu. Begitu pun ketika sementara aku melepas rindu di sajakku, perkenankan aku bersama waktu dan kutemui ia di suatu tempat, jadikanlah kalimat sajakku metafora saat bersama dan tentunya dengan ridho-Mu pula.

O, Ya Illahi Tuhan kami
Sembah sujudku dengan puja dan puji yang tercurah hanya pada-Mu.
Bimbinglah saat kami rindu menyerupai malam yang merindu, jauhkan dari "bisik" yang mengacau saat pertemuan.

Sukabumi: 271113

Ilham Pujangga KETIKA HUJAN DATANG

KETIKA HUJAN DATANG

Awan kelabu singgah di berandaku
Rintik demi rintik rinai hadir menemani
Dalam sendu yang larut, aku
Diam di balik kelam yang suram

Sunyi melindap sepenuh dekap
Daun-daun berkelindan sunyi
Ragaku usang di makan waktu
Pikiranku hilang kemana entah

Ketika hujan datang
Netraku membisu di ujung langu
Kelebat bebayang akan masa lalu
Punai pun pergi tuk kembali

Ketika hujan datang
Ragaku diam hingga malam menjelang

JAMBI, November 2013

Algibrani Elmadyan Sipujanggagila SAJAK MANA SAJAK YANG SAJAK

SAJAK MANA SAJAK YANG SAJAK

Bagiku sepisau luka-nya tardji adalah awal dari langkahku bergerak dalam sajak
Mengakui syair adalah rumah dari orang-orang dewasa lagi bijak

Barangkali aku terlalu belia untuk menjejaki lukanya bermain kata
Karena batasannya adalah para pengawal raja menyebarkan paku disejalanku

Barangkali dunia ini pelataran agungnya hanya milik ulama atau para pendeta
Sedang aku ibaratnya hanya pemungut sampah sisa dari otak-otak mereka

O, bilakah pengetahuan adalah cahaya yang bersumber dari cahaya
Mengapa pula pengetahuan yang bila isinya adalah pengetahuan, harus dijatuhkan oleh pengetahuan... ungkapnya "inilah sebenarnya pengetahuan."

Lalu mana yang sebenarnya pengetahuan?
Seperti halnya juga ketika si pencari makna
Menggubah sebait sajak, dan o, itu tidak o, itu bukan o, tidak seperti o....
Lalu mana o yang sebenarnya?

Ketika sajak mengekor pada aturan satu pengetahuan
Mengapa pengetahuan lain seolah menelanjangi bahkan menghakimi
Tidakkah ada jalan tengah yang bermuka ramah
Seperti Hanafi dan Hambali seiring meski jalan beda tapi satu makna.

O, maaf Tuhan aku salah membuat perbandingan, karena ini bukan perkara agama atau hakikat yang mencari hakikat.

O, aku mungkin terlalu bodoh
Bertanya tentang sajak mana sajak yang sajak
Tentang aturan yang mengatur aturan

Bilakah sajakku adalah seranting yang patah, lalu disambung kembali dengan temali teori, kemudian sang ahli di lain sisi hendak menyangkal kebenaran, apalah daya kegelisahan pujangga yang mungkin akan mati di sajaknya sendiri.

Bertemulah di jalan tengah ketika dalil tak dapat berdalil dengan dalil lain.
Atau bertanyalah pada sajak itu sendiri bagaimana sajak terlahir, kemudian jadilah penafsiran sebagai bapaknya yang tak membunuh anak dan meracuni istrinya sendiri.
Atau bila kau "bersajak" bersikaplah seolah kau adalah sajak itu sendiri.

Sukabumi: 271113

Moh. Ghufron Cholid MALAM YANG PENUH DOA

MALAM YANG PENUH DOA

malam yang melahirkan sepi
malam yang menyalakan nurani
adalah malammu, ibu
tak henti jadi hujan restu
lobangi hatiku yang batu

malammu, ibu
telah jadi selimut hatiku
pada tiap dingin yang membatikkan ragu

malammu, ibu
yang penuh doa
isyarat yang membuka jalan kearifan
sepanjang degup kaukenalkan Tuhan

Al-Amien Prenduan, 28 November 2013

Moh. Ghufron Cholid ANTARA SEPI DAN RINDU

ANTARA SEPI DAN RINDU
: Zubaidah Djohar

Ia yang melamar segala kesepian
Dalam gemuruh tulisan
Yang melahirkan semangat

Ia tinggalkan tanah kelahiran
Ia tegakkan langit harapan
Di negeri seberang berbagi muruah tamadun

Ia mengubur rindu dalam-dalam
Bukan untuk mengalpakan bayang-bayang tersayang
Melainkan menunda jumpa yang lebih terang
Dalam hati yang rindang

Antara sepi dan rindu
Masih tercipta syahdu
Masih terlukis haru
Indah di dinding waktu

Al-Amien Prenduan, 28 November 2013

Moh. Ghufron Cholid LANGIT YANG SEDANG RUNDUK

LANGIT YANG SEDANG RUNDUK
: Noor Aisah Maidin

langit manakah yang sedang runduk, Aisah
kau pungut serpihan resah
pada tiap doa yang melahirkan kasih

langit manakah yang sedang runduk, Aisah
ke manakah senyummu bermukim
sementara kelam masih menyembunyikan legam

langit manakah yang sedang runduk, Aisah
biarkan gemuruh itu ada
menyapa dada sekedar mengukur setia

langit manakah yang sedang runduk, Aisah
hidup bukan hanya resah
masih banyak rindang pohon kasih

Sumenep, 29 November 2013

Moh. Ghufron Cholid MATA SEBELAH

MATA SEBELAH
: Ahmad Faisal Imron

mata sebelah, mata kasih yang patah
; gugur

mata sebelah, mahabbah yang resah
; angin riuh

mata sebelah, barangkali harap
yang menjuntai gugup

Sumenep, 29 November 2013

Moh. Ghufron Cholid BAHASA ALAM, BAHASA HATI

BAHASA ALAM, BAHASA HATI
: Azridah Ps Abadi

laut yang menyimpan ombak
hati yang menyimpan sebak
pohon yang kasmaran
dalam tiap lambaian daun
lukisan hati
yang sedang mencari

laut telah berombak
hati telah sebak
lamat-lamat melahirkan bijak
dalam doa tergambar jejak

pohon tak lagi diam
dalam mengungkap misteri alam
ada teduh yang dibagi
ada bahagia mendiami hati

Sumenep, 29 November 2013

Riswo Mulyadi Luka Tanggal Muda

Luka Tanggal Muda

tanggal muda
wajah kian menua
hitungan angka kalkulator memanjang jeda

tanggal muda terperangkap angka
melubang ke mana-mana

kawan,
jangan terjebak perangkap kata
penjual riba
karena lobangmu akan mendalam
memperparah luka

kawan,
tanggal muda juga akan tua
jangan terpesona kemudaannya
ia pembuat luka

CL 02122013

Ilham Pujangga PANCAROBA

PANCAROBA

Gugur berganti semi
Kupu-kupu menari burung-burung bernyanyi
Resah gelisah jengah
Hilang bersama lelah yang buncah

Kering menjadi basah
Dalam kisah-kisah jari-jari yang tengadah
Pada sajadah keningku berpasrah

Terang menjadi hujan
Pada langit yang berubah menjadi kelabu
Pada rasa yang berubah tak menentu
Di sini daku menunggu

JAMBI, Desember 2013

Algibrani Elmadyan Sipujanggagila SAJAK AZKA YA AZKIYA

SAJAK AZKA YA AZKIYA

O, kau sebijak langit yang menakar hujan tepat pada tempatnya
Searif waktu yang menyusun musim sesuai dengan masanya

Hari-hariku laksana mazmur yang selalu terbaca melalui bahasamu
Seserpih ucapmu adalah rangkuman ayat yang mendamaikan jiwa

Sebentuk ragu yang sempat membatu telah retak pada tanganmu
Sejiwa tumpul saat menjaga rasa telah kau asah setajam cita mencela duka

O, Senada rima pada sajak yang menjadi pelantara doa, kaulah liriknya
Meletakan asa pada Tuhan di metafora, menyerukan puja puji di repetisi

Kiranya Tuhan telah mencipta tanda yang bermakna karunia
Merendahkan keakuan yang terlalu angkuh saat menafsirkan rasa

Pada Tuhan jua kuserahkan sajak Azka yang meneguhkan jiwa
Seharapku pada sajaknya, malaikat turun mencatat kesungguhanku

O, Azka ya Azkiya dikau pelantara Tuhan yang selamatkan jiwa
Mengusir hantu-hantu yang mengajakku melupa dosa, melupamu, melupa-Nya

Sukabumi: 041213

Algibrani Elmadyan Sipujanggagila: SAJAKKU AKULAH SAJAK ITU

SAJAKKU AKULAH SAJAK ITU

Ajukan saja aku pada Tuhan
bila sajakku hanya sebentuk metafora
atau hiperbola permainan kata
jika demikian aku api sajakku neraka

Aku telah mencipta kesesuaian
antara hati dan ucap di lembar kalimat
menisbatkan abjad pada seuntai harap
menetapkan aku adalah aku yang sajak

pada tiap tanda yang kuserupakan doa
adalah sungguhku yang membatu
melangitkan cipta pada cita pengharapan
adalah Tuhan pada-Nya jua kuserahkan

Wahai peremuan yang kurindukan, tiada sajakku yang kekal melainkan maknanya adalah disaksikan Tuhan hingga kelak hari pembalasan. Bila keindahannya tanpa kejujuran, maka nerakalah bagianku.

Wahai perempuan yang kurindukan, sajakku hanya pelantara antara aku kau dan Tuhan. Sebab di kedalamannya adalah tasbih saat mencinta, saat meminta, saat menempatkan cita.

Tiadalah maknanya ambigu, bila aku adalah aku, kau adalah kau, dan Tuhan adalah Tuhan. Tiada kesombongan melainkan keyakinan, dan hanya Dia-lah yang mempunyai kuasa dan aku hanya peminta.

Sukabumi: 071213

Puisi-Puisi ; Hardho Sayoko SPB

Puisi-Puisi ;
Hardho Sayoko SPB

Dimuat Harian Suara Karya Jakarta
Sabtu, 7 Desember 2013

DI BINGKAI JIWA

Di padang kembara
tanah lahir menjelma gugus puisi
tiap di busur cakrawala
awan memeta senyum ibunda
dari anak tangga batu sangsai
menggapai tangannya
usai mengusap rambut buah hati
sambil panjatkan doa

Menunggang gigir angin sangsai
menyelinap lapisan awan di langit
ranggas daun-demaun rimba jati
membingkai jiwa

Lembar waktu gugur satu persatu
banyak tulisan pudar
karena di makan usia
entah berapa kali singgah
butir kenang selalu saja
bergayut di pelupuk mata

Kedunggalar, 24 September 2013

BERSAMA PENYAIR SANDAKAN

Ketika anakanak gerimis
luruh di tanjung aru
dinda H Fazli Mohd Saleh,
bung Rezal Pawana
juga penyajak Kilat
serta pejalan kata Sanudin

Dari balik horizon
ombak bergemuruh menebar
noktah rindu setiap tiba di pantai
siapa dalam kelam
bersijingkat menjumput
jika keping hati menyatu
di dalam bejana malam
menggerimit menebar berlaksa pesona

Para pemadah dalam usapan angin
berbagi kehangatan di tanah kembara
esok jika musim gugur
telah hunus kehijauan
di bumi lahir tak pernah hadir
perihnya luka indahnya kenang
menghiasi musim semi

Lewat kata telah berangkai kudusnya cinta
antara anak manusia dari seberang segara
tak ada majikan dan sahaya
selain kerabat terkasih
setelah saluir tanggal mengikis
tawa penuh tipu daya
laut bersaksi saat gerimis
bulan April menyapa tenda

Catatan perjalanan malam
di Kinabalu, 5 April 2013

Kedunggalar, 16 April 2013

NGEMBARA DI KAKI CAKRAWALA

Membilang waktu di sini
entah mengapa desah
tak tersulam senyum indah
Ann tercinta, bila semusim di sini
merenda rindu padamu
jejak bianglala setiap jeda
tarian anak gerimis warnanya
pasti tak lagi sama
dalam retina

Hutan yang merimbun di musim hujan
telaga saat kemarau permukaannya bagai kaca
adalah lagu masa lalu yang terlintas di kembara
kubaliki lembar kenangnya lewat rangkaian kata kata
yang terbakar sepi kerinduan
bagai kuda berkejaran di padang rumput
sebelum senja

Duhai pemilik mata bekerjap rindu
mengeja waktu seolah memasung cakrawala
selintas musim kehilangan kehangatan keluarga
hari-hari yang berputar selalu gagal
setiap tereja bayang-bayang
padahal tetap berjubah jelaga

* Kedunggalar, 11 Juni 2013

"Berlayar", Suyitno Ethex

"Berlayar"-nya Suyitno Ethex
aku berlayar diantara riak gelombang

yang tak mungkin aku lawan tanpa keberanian

serta kemampuan menghadapi gelombang

yang selalu menyulitkan layarku

apakah kau mau ikut aku berlayar

bila kau mau ikut siapkan nyalimu

jangan hanya sekedar ingin ikut berlayar

tanpa berani menghadapi gelombang

kau juga harus tahu bila aku berlayar

sudah membawa nafasnafas bertahan

kau harus bisa bersatu dengan nafasnafas itu

bila ingin mengikuti aku berlayar

bila kau benarbenar ingin ikut aku berlayar

kirimkan angin aku akan merapat kepantai

menjemputmu bersama nafasnafas yang setia

yang selama ini mengikutiku berlayar

dalam suka dan duka mengarungi samudera

yang selalu berombak penuh irama

Wanto Tirta KUTITIPKAN HUJAN

KUTITIPKAN HUJAN

ketika wajahmu kering
kutitipkan hujan pada angin
menyeka belaian sejuk di tiap lekuk
kau menghela rambut yang berkelebat
menari tersipu malu

belaian keagungan
membuka belalak mata
kekasih dimanjakan dengan cinta
yang menyusur urat nadi

aku coba mengerti
ketika hujan pergi
tinggal sisa genangan
jadi lembah bertemu
menyesali rindu tak mampu berguru

14122013

Daftar Penyair Nusantara



Daftar Penyair Nusantara

1. Abdurrahman El Husaini (Martapura)
Lahir di Puruk Cahu Kalimantan Tengah 1 Januari 1965.Disamping menulis puisi juga menulis essay sastra. Karya-karyanya tersebar di Dinamika Berita (sekarang Kalimantan Post, Banjarmasin Post, dan Radar Banjarmasin dan antologi bersama Ragam Jejak Sunyi Tsunami Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa Balai Bahasa Sumatra Utara Medan 2005, Taman Banjarbaru 206, dan Seribu Sungai Paris Berantai 2006. Sekarang menetap di “kota Intan” Martapura Kalimantan Selatan.

2. Acep Syahril (Indramayu)
(lahir di Kuningan Jawa barat, 25 Nofember 1963; umur 49 tahun) adalah sastrawan Indonesia. Sekarang tinggal di blok Senerang Desa Sudikampiran, Indramayu, Jawa Barat. satu-satunya penyair yang mempubplikasikan karya-karya puisinya dengan cara dibacakan di tempat-tempat umum, diberbagai tempat di Indonesia.
3. Agus R Sardjono (Jakarta)
(lahir di Bandung Jawa Barat, 27 Juli 1962; umur 51 tahun) adalah penyair dan penulis Indonesia.
Pada 1988, Ia lulus dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS),IKIP Bandung, , kemudian menyelesaikan program pasca sarjana di Jurusan Kajian Sastra, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Indonesia pada 2002[1]. Agus adalah Ketua Bidang ProgramDewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 2003-2006. Sebelumnya ia adalah Ketua Komite Sastra DKJ periode 1998-2001. Sehari-hari¬nya Agus bekerja sebagai pengajar pada Ju¬rus¬¬an Teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI), Ban¬dung, serta men¬-jadi redaktur Majalah sastra Horizon.
Pada Februari hingga Oktober 2001, Agus tinggal di Leiden, Belanda sebagai poet in residence atas undangan Poets of All Nations (PAN) serta peneliti tamu pada International Institute for Asian Studies (IIAS)[2], Universitas Leiden. Ia juga pernah diundang sebagai penyair tamu di Heinrich Böll Haus,Langenbroich, Jerman sejak Desember 2002 hingga Maret 2003. Selain menulis dan menerbitkan karyanya sendiri, Agus bersama Berthold Damshäusermenjadi editor beberapa buku kumpulan puisi sastrawan besar Jerman seperti Rilke, Bertolt Brecht, Paul Celan, Johann Wolfgang von Goethe, dan Hans Magnus Enzensberger[3].
Semasa kuliahnya di IKIP Bandung, Agus terlibat aktif dalam kelompok diskusi Diskusi Lingkar yang mendiskusikan berbagai isu sosial, politik, budaya, dan ekonomi pada masa Orde Baru. Pada tahun 1987 Agus terlibat dalam pendirian Unit Pers Mahasiswa IKIP Bandung sekaligus menjadi Ketua Umum hingga tahun 1989[4].

4. Agus R. Subagyo (Nganjuk)
5. Agus Sighro Budiono (Bojonegoro)
4. Agus Sri Danardana (Pekanbaru)
lahir di Sragen 23 Oktober 1959. Gelar sarjana linguistik (S-1) saya peroleh dari Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada(1985) dan gelar magister (S-2) saya peroleh dari Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia (2002). Sejak 1988 saya bekerja di Pusat Bahasa, Jakarta dan mulai tahun 2004 hingga saat ini menjadi Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung.Tulisan-tulisan lepas saya pernah dimuat di beberapa surat kabar ibukota, sepertiSuara Karya, Pelita, Terbit, Merdeka, danJayakarta. Karya-karya saya, baik ditulis sendiri maupun bersama, yang sudah ter bit berupa buku di antaranya adalahDrama Indonesia Modern dalam MajalahIndonesia, Siasat, dan Zaman Baru Tahun1945—1965 (PB, 2003), Pelanggengan Kekuasaan: Analisis Struktur Teks Dramatik Lakon Semar Gugat Karya N. Riantiarno (2004), Antologi Biografi Pengarang Sastra Indonesia 1920—1950(PB, 1997), Peran Majalah Hiburan Tahun 1970—1989 dalam Perkembangan Kesusastraan Indonesia ((PB, 2004), Sastra Miruda (PB, 1999), danKumpulan Cerita Si Bungsu Tujuh Bersaudara (PB, 1994). Di samping itu, saya pun pernah menulis buku pelajaran SD dan SMP:Tangkas Berbahasa Indonesia (Rosdakarya, 1995) dan Apresiasi Sastra(Indrajaya, 1997) serta menulis beberapa cerita anak dan cerita rakyat:Kepahlawanan Trunajaya (PB, 1992 dan Balai Pustaka, 2001) , Damak dan Jalak(1993), Genuh dan Regena (1993), Asal-Usul Kota Pati (1994) Asal-Usul Keluarga Pulosari (1995), Rusak Sasak (1995), , Petualangan Cucu Wangkang (1996), danPutri Kelabang (2000).
Sekarang ini, di samping sebagai Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung, saya menjadi pemimpin redaksi jurnal Kelasa dan pengasuh rubrik Laras Bahasa diLampung Post serta rubrik SMS di Radar Lampung.

6. Agus Warsono(Rg BagusWarsono)(Indramayu)
Lahir dengan nama Rg.(Ronggo) Bagus Warsono lebih dikenal dengan Agus Warsono, SPd.MSi,dikenal sebagai sastrawan dan pelukis Indonesia. Lahir Tegal 29 Agustus 1965. Ayahnya seorang guru yang bernama Rg. Yoesoef Soegiono, (trah Ronggo Kastuba). Sejak kecil sudah senang membaca. Usia 10 tahun sudah menamatkan Api Dibukit Menoreh karya SH Mintardja. Kegemaran membaca ini sampai mendirikan Himpunan Masyarakat Gemar Membaca (1999). Mulai masuk Sekolah tinggal di Indramayu.Mengunjungi SDN Sindang II, SMP III Indramayu, SPGN Indramayu, (S1) STIA Jakarta , (S2) STIA Jakata. Tulisannya tersebar di berbagai media regional dan nasional. Redaktur Ayokesekolah.com.Pengalaman penulisan pernah menjadi wartawan Mingguan Pelajar, Gentra Pramuka, Rakyat Post, dan koresponden di beberapa media pendidikan nasional. Anggota PWI Cabang Jawa barat. Menikah dengan Rafiah Ross hinga sekarang
7. Agustav Triono (Purwokerto)
8. Agustinus (Purbalingga)
9. Ahmad Daladi (Magelang)
10. Ahmadun Yosi Herfanda (Jakarta)
lahir di Kaliwungu, Kendal, 17 Januari 1958. Alumnus FPBS IKIP Yogyakarta ini menyelesaikan S-2 jurusan Magister Teknologi Informasi pada Universitas Paramadina Mulia, Jakarta. Ia pernah menjadi Ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia (HISKI, 1993-1995), dan ketua Presidium Komunitas Sastra Indonesia (KSI, 1999-2002). Tahun 2003, bersama Hudan Hidayat dan Maman S. Mahayana, mendirikan Creative Writing Institute (CWI).
Ahmadun juga pernah menjadi anggota Dewan Penasihat dan (kini) anggota Mejelis Penulis Forum Lingkar Pena (FLP). Tahun 2007 terpilihmenjadi ketua umum Komunitas Cerpenis Indonesia (periode 2007-2010), tahun 2008 terpilih sebagai presiden (ketua umum) Komunitas Sastra Indonesia (KSI), sejak 1993 sampai 2009 menjadi redaktur sastra Republika, dan tahun 2010 menjadi ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Sejak 2007 ia juga menjadi “tutor tamu” untuk apresiasi dan pengajaran sastra Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) RI, dan sejak 2009 menjadi direktur Jakarta Publishing House, serta mengajar sastra dan jurnalistik di sejumlah perguruan tinggi. Selain itu, ia juga sering menjadi ketua dan anggota dewan juri berbagai sayembara penulisan dan baca puisi tingkat nasional.
Selain menulis puisi, Ahmadun banyak menulis cerpen dan esei, serta buku biografi tokoh, buku wisata, dan company profile. Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai media sastra dan antologi puisi yang terbit di dalam dan luar negeri. Antara lain, Horison, Ulumul Qur’an, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana (Brunei), antaologi puisi Secreets Need Words (Harry Aveling, ed, Ohio University, USA, 2001), Waves of Wonder(Heather Leah Huddleston, ed, The International Library of Poetry, Maryland, USA, 2002), jurnal Indonesia and The Malay World (London, Ingris, November 1998), The Poets’ Chant (The Literary Section, Committee of The Istiqlal Festival II, Jakarta, 1995).
Beberapa kali sajak-sajak Ahmadun dibahas dalam Sajak-Sajak Bulan Ini Radio Suara Jerman (Deutsche Welle). Cerpennya, Sebutir Kepala dan Seekor Kucing memenangkan salah satu penghargaan dalam Sayembara Cerpen Kincir Emas 1988 Radio Nederland (Belanda) dan dibukukan dalamParadoks Kilas Balik (Radio Nederland, 1989). Tahun 1997 ia meraih penghargaan tertinggi dalam Peraduan Puisi Islam MABIMS (forum informal Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura). Tahun 2008 meraih Penghargaan Sastra dari Pusat Bahasa Depdiknas atas buku kumpulan sajaknya yang berjudul Ciuman Pertama untuk Tuhan (Logung Pustaka, 2004).
Sebagai sastrawan dan jurnalis, Ahmadun sering diundang untuk menjadi pembicara dan membaca puisi dalam berbagai seminar serta iven sastra nasional maupun internasional. Tahun 1998 ia diundang untuk membacakan sajak-sajaknya dalam Festival Kesenian Perak di Ipoh, Malaysia. Tahun 1997 ia menjadi pembicara dalam Pertemuan Sastrawan Nusantara (PSN) IX Padang. Tahun 1999 ia mengikuti PSN X di Johor Baharu, Malaysia, dan menjadi pembicara pada Pertemuan Sastrawan Muda Nusantara Pra-PSN di Malaka. Tahun 2002 ia menjadi pembicara dan membacakan sajak-sajaknya dalam festival kesenian Islam di Universitas Al Azhar, Cairo, Mesir.
Kemudian, pada Agustus 2003 Ahmadun diundang untuk membacakan sajak-sajaknya dalam simposium penyair The International Society of Poets di New York, AS. September 2004 menjadi pembicara dalam PSN XIII di Surabaya. Mei 2007 menjadi pembicara dalam Pesta Penyair Indonesia 2007, Sempena The 1st Medan International PoetryGathering, Taman Budaya Sumatera Utara, Medan. Oktober 2005 dan Oktober 2007 menjadi pembicara dan Kongres Cerpen Indonesia (KCI) IV di Pekanbaru, dan KCI V di Banjarmasin. Januari 2008 menjadi pembicara dan ketua sidang pada Kongres Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di Kudus. November 2009 menjadi pembicara dan membacakan sajak dalam Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) III di Kualalumpur, Malaysia.
Buku-buku Ahmadun yang telah terbit adalah Sang Matahari (puisi, Nusa Indah, Ende, 1984), Sajak Penari (puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, Yogyakarta, 1991), Fragmen-Fragmen Kekalahan (puisi, Penerbit Angkasa, Bandung, 1996), Sembahyang Rumputan (puisi, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 1996), Sebelum Tertawa Dilarang (cerpen, Balai Pustaka, Jakarta, 1997), Ciuman Pertama Untuk Tuhan (puisi dwi-bahasa, Logung Pustaka, 2004), Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (cerpen, Being Publishing, 2004), Badai Laut Biru (cerpen, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2004), dan The Worshipping Grass (puisi dwi bahasa, Bening Publishing, Jakarta, 2005).
Buku-buku terbaru Ahmadun yang sedang dalam proses terbit, antara lain Resonansi Indonesia (kumpulan puisi), Metafor Cinta, Dialektika Antara Sastra, Alquran dan Tasawuf (esei panjang), Kolusi (kumpulan cerpen), Koridor yang Terbelah (kumpulan esei), dan Musang Berbulu Agama (kumpulan sajak). Sajak-sajak dan tentang dirinya dapat ditemukan diwww.wikipedia.comwww.poetry.comwww.yahoo.com,www.google.com, dan www.cybersastra.net. Kini tinggal di Vila Pamulang Mas Blok L-3 No. 9, Phone/Fax (+62-21)-7444765, Pamulang, Tangerang Selatan 15415, Indonesia. Email: ahmadun.yh@gmail.com. Mobile: 081315382096.*

11. Akaha Taufan Aminudin (Batu, Malang)
12. Ali Syamsudin Arsi (Banjarbaru)
13. Aloysius Slamet Widodo (Jakarta)
14. Aming Aminudin (Surabaya)
15. Andreas Kristoko (Yogja)
16. Andrias Edison (Blitar)
17. Andrik Purwasito (Solo)
18. Anggoro Suprapto (Semarang)
19. Ardi Susanti (Tulungagung)
20. Arsyad Indradi (Banjarbaru)
21. Asyari Muhammad (Jepara)
23. Ayu Cipta (Tangerang)
24. A. Ganjar Sudibyo (Semarang)
25. A’yat Khalili (Sumenep)
26. Aan Setiawan (Banjarbaru)
27. Abah Yoyok (Tangerang)
28. Abdul Aziz H. M. El Basyroh (Indramayu)
29. Acep Zamzam Noor (Tasikmalaya)
30. Ade Ubaidil (Cilegon)
31. Adi Rosadi (Cianjur)
32. Ahlul Hukmi (Dumai)
33. Ahmad Ardian (Pangkep)
34. Ahmad Samuel Jogawi (Pekalongan)
35. Akhmad Nurhadi Moekri (Sumenep)
36. Alex R. Nainggolan (Tangerang)
37. Allief Zam Billah (Rembang)
38. Aloeth Pathi (Pati)
39. Alya Salaisha-Sinta (Cikarang)
40. Anna Mariyana (Banjarmasin)
41. Ansar Basuki Balasikh (Cilacap)
42. Arba’ Karomaini (Pati)
43. Ardian Je (Serang)
44. Asdar Muis R. M. S.(Makassar)
45. Asmoro Al Fahrabi (Pasuruan)
46. Asril Koto (Padang)
47. Autar Abdillah (Sidoarjo)
48. Bagus Putu Parto (Blitar)
49. Bambang Eka Prasetya (Magelang)
50. Bambang Supranoto (Cepu)
51. Bambang Widiatmoko (Bekasi)
52. Beni Setia (Caruban)
53. Bontot Sukandar (Tegal)
54. Brigita Neny Anggraeni (Semarang)
55. Budhi Setyawan (Bekasi)

56. Badaruddin Amir (Barru)
57. Bambang Karno (Wonogiri)
58. Barlean Bagus S. A. (Jember)
59. Chafidh Nugroho (Kudus)
60. Dedet Setiadi (Magelang)
61. Denni Meilizon (Padang)
62. Dharmadi (Purwokerto)
63. Didid Endro S (Jepara)
64. Dimas Arika Mihardja (Jambi)
65. Dona Anovita (Surabaya)
66. Dwi Ery Santosa (Tegal)
68. Dyah Setyawati (Tegal)
69. D. G. Kumarsana (Lombok Barat)
70. Darman D. Hoeri (Malang)
71. Daryat Arya (Cilacap)
72. Denny Mizhar (Malang)
73. Diah Rofika (Berlin)
74. Diana Roosetindaro (Solo)
75. Dimas Indiana Senja (Brebes)
76.Dini S. Setyowati (Amsterdam)
77. Dinullah Rayes (Sumbawa Besar)
78. Dulrohim (Purworejo)
79. Dwi Haryanta (Jakarta)
80. Dyah Kencono Puspito Dewi (Bekasi)
81. Dyah Narang Huth (Hamburg)
82. Eka Pradhaning (Magelang)
83. Eko Widianto (Jepara)
84. Ekohm Abiyasa (Solo)
85. Endang Setiyaningsih (Bogor)
86. Endang Supriyadi (Depok)
87. Eddie MNS-Soemanto (Padang)
88. Edy Saputra (Blitar)
89. Efendi Saleh (Blitar)
90. Emha Jayabrata (Pekalongan)
91. Euis Herni Ismail (Subang)
92. Fahrurraji Asmuni (Amuntai)
78. Faizy Mahmoed Haly (Semarang)
93. Fakrunnas M. A. Jabbar (Pekanbaru)
94. Fatah Rastafara (Pekalongan)
95. Felix Nesi (Nusa Tenggara Timur)
96. Fendy A. Bura Raja (Sumenep)
97. Ferdi Afrar (Sidoarjo)
98. Fikar W. Eda (Aceh)
99. Fransiska Ambar Kristyani (Semarang)
100. Gunawan Tri Admojo (Solo)
101. Gia Setiawati Mokobela (Kotamobagu)
102. Gol A Gong (Serang)
103. Handry Tm (Semarang)
104. Hardho Sayoko Spb (Ngawi)
105. Heru Mugiarso (Semarang)
106. Hilda Rumambi (Palu)
107. Habibullah Hamim (Pasuruan)
108. Hadikawa (Banjarbaru)
109. Haidar Hafeez (Pasuruan)
110. Haryono Soekiran (Purbalingga)
111. Hasan B. Saidi (Batam)
112. Hasan Bisri B. F. C. (Jakarta)
113. Hasta Indriyana (Bandung)
114. Heny Gunanto (Pemalang)
115. Herman Syahara (Jakarta)
116. Hidayat Raharja (Sumenep)
117. Husnu Abadi (Pekanbaru)
118. Iberamsayah Barbary (Banjarbaru)
119. Ibramsyah Amandit (Barito Kuala)
120. Irma Yuliana (Kudusan, Jawa Tengah)
121. Isbedy Stiawan ZS (Lampung)
122. Jamal D Rahman (Jakarta)
123. Jhon F.S. Pane (Kotabaru)
124. Jumari HS (Kudus)
125. Jefri Widodo (Ngawi)
126. Johan Bhimo (Sragen)
127. Joko Wahono (Sragen)
128. Jose Rizal Manua (Jakarta)
129. Joshua Igho (Tegal)
130. Juperta Panji Utama (Lampung)
131. Kidung Purnama (Ciamis, Jawa Barat)
132. Kun Cahyono Ps (Wonosobo)
133. Kuspriyanto Namma (Ngawi)
134. Kalsum Belgis (Martapura)
135. Ken Hanggara (Pasuruan)
115. Kusdaryoko (Banjarnegara)
136. Lailatul Kiptiyah (Blitar)
137. Lennon Machali (Gresik)
138. Lukni Maulana (Semarang)
139. Lara Prasetya Rina (Denpasar)
140. Linda Ramsita Nasir (Bekasi)
141. Lukman Mahbubi (Sumenep)
142. M. Enthieh Mudakir (Tegal)
143. M. Faizi (Sumenep, Madura)
144. M. Syarifuddin (Jember)
145. M. L. Budi Agung (Temanggung)
146. M. Amin Mustika Muda (Barito Kuala)
147. M. Andi Virman (Purwokerto)
244. Mardi Luhung (Gresik)
Terlahir dari ayah berdarah Cina dan ibu dari Gresik, Jawa Timur, 5 Maret 1965. Ketika duduk dibangku SMP, ia mulai menulis puisi. Dan ketika di SMA (tahun 1984), satu-dua puisinya sudah dimuat di majalah remaja HAI (Jakarta). Setamat SMA, ia melanjutkan ke Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Jember.

Ia memiliki bahasa ungkap yang cukup unik dalam puisi-puisinya dan kerap bersentuhan dengan sastra Wacan, semacam tradisi sastra macapatan pesisiran khas Gresik, Jawa Timur. Puisinya khas suara-suara pesisir yang berbicara secara terbuka, dan langsung apa adanya. Puisi-puisinya menyemburkan diksi maupun imaji yang cenderung dihindari oleh mainstream perpuisian di tanah air karena dianggap kasar atau jorok. Ia dengan enak menulis ‘tukang jagal’, ‘kelamin yang dikerat’, ‘mayat gembong’, dan ‘kencing’ serta sederet ungkapan khas lainnya dengan logikanya sendiri, yang mampu membentangkan panorama kehidupan sosial pesisir yang keras. Sebagai penyair, Mardi Luhung tak henti memperluas dirinya sampai ke tapal-batas terjauh, bahkan hingga ke yang mustahil.

Puisi-puisinya banyak tersebar di berbagai media, seperti: Jurnal Kebudayaan Kalam, TUK Volume II Bertandang dalam Proses, Surabaya Post, HAI, Kuntum, Tebuireng, Memorandum, Kalong, Teras, Buletin DKS, Kidung DK-Jatim, dan Karya Darma. Sedangkan buku-buku yang memuat puisinya adalah: Antologi Puisi Indonesia 1997 (KSI), Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia, Horison Sastra Indonesia Kitab Puisi (2002), Bapakku telah Pergi (BMS, 1995), dan Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ, 1996). Buku puisinya yang telah terbit yakni ‘Terbelah Sudah Jantungku’, ‘Wanita yang Kencing di Semak’, ‘Ciuman Bibirku yang Kelabu’, dan ‘Buwun’. Sedangkan karya dramanya antara lain : ‘Tumpat’ (1993), ‘Transaksi’ (1994), dan ‘Dari Tanah ke Tanah’ (1994).

Pria yang kini berprofesi sebagai guru di SMP/SMU Muhamadiyah I Gresik ini tercatat pernah beberapa kali meraih beberapa penghargaan diantaranya salah satu esainya memenangkan lomba penulisan esai tingkat nasional pada Sayembara Mengarang tentang Apresiasi Sastra untuk Guru SLTA yang diadakan oleh Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1999). Meraih Khatulistiwa Literary Award 2010 lewat Kumpulan Puisi ‘BUWUN/Bawean’ (2010. Ia juga sering diundang dan tampil pada kegiatan yang berkaitan dengan dunia sastra, diantaranya terpilih untuk mengikuti Program Penulisan Mastera (Majelis Sastra Asia Tenggara) dalam bidang puisi, bersama beberapa penyair dari Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura (2002), hadir dalam Cakrawala Sastra Indonesia (2004), International Literary Biennale (2005) serta diundang dalam Festival Kesenian Yogyakarta XVIII/2006. 

Penyair yang namanya masuk dalam gerbong sastrawan Angkatan 2000 dalam buku Korie Layun Rampan ini menetap bersama keluarga di Jl. Sindujoyo 100, Gresik, Jawa Timur.


148. Maria Roeslie (Samarinda)
149. Marlin Dinamikanto (Jakarta)
150. Melur Seruni (Singapura)
151. Memed Gunawan (Jakarta)
152. Micha Adiatma (Solo)
153. Mubaqi Abdullah (Semarang)
242.Muh Ali Sarbini (gresik)
Belajar berkesenian sejak masih sekolah di SMA Muhammadiyah I Kapasan Surabaya, dan belajar Seni Teater disini juga, pada tahun 1999 meninggalkan kota Surabaya, aktif berkesenian di kota Gresik, kemudian pada tahun 2002 mengajar ekstra musik di SMA Negeri I Sidayu, pernah mengajar bidang studi Seni Budaya di SMP IPIEMS Surabaya, pernah aktif di sanggar seni campursari Karya budaya Surabaya pada tahun 2001 s/d 2003, pernah bekerja di penyiaran radio swasta di Bangkalan – Madura pada tahun 1997 s/d 1999, aktif sebagai penggiat seni Teater Pelajar di Kab. Gresik sejak tahun 1999. Dan sebagai pengajar ekstra musik di SDN Wonokusumo I kec. Mojosari – Kabupaten Mojokerto. Beberapa karyanya masuk dalam antologi 105 penyair di pekalongan, dalam Antologi 108 Penyair Indonesia dalam buku diverse diterbitkan oleh shell – Jambi (2011), dalam antologi 268 Penyair Indonesia, dalam buku poetry poetry ( 2012 ), kumpulan sajak Angka Delapan Pagi ( 2012 ) sekarang aktif sebagai anggota biro sastra Dewan Kesenian Gresik periode 2011 – 2014.
154. Muhammad Rain (Langsa)
155. Muhammad Rois Rinaldi (Cilegon)
156. Muhammad Zaini Ratuloli (Bekasi)
157. Muhary Wahyu Nurba (Makassar)
158. Muhtar S. Hidayat (Blora)
159. Mustofa W. Hasyim (Yogjakarta)
160. Mubaqi Abdullah (Semarang)
161. Najibul Mahbub (Pekalongan)
241. Nanang Suryadi
lahir di Pulomerak, Serang pada 8 Juli 1973. Dosen FEB Universitas Brawijaya. Aktif mengelola fordisastra.com. Buku-buku puisi yang menyimpan puisinya, antara lain: Sketsa (HP3N, 1993), Sajak Di Usia Dua Satu (1994), dan Orang Sendiri Membaca Diri (SIF, 1997), Silhuet Panorama dan Negeri Yang Menangis (MSI,1999) Telah Dialamatkan Padamu (Dewata Publishing, 2002), BIAR! (Indie Book Corner, 2011), Cinta, Rindu & Orang-orang yang Menyimpan Api dalam Kepalanya (UB Press, 2011), Yang Merindu Yang Mencinta (nulisbuku, 2012), Derai Hujan Tak Lerai (nulisbuku, 2012) dan Kenangan Yang Memburu (nulisbuku, 2012). Sedangkan antologi puisi bersama rekan-rekan penyair, antara lain: Cermin Retak (Ego, 1993), Tanda (Ego- Indikator, 1995), Kebangkitan Nusantara I (HP3N, 1994), Kebangkitan Nusantara II (HP3N, 1995), Bangkit (HP3N, 1996), Getar (HP3N, 1995 ), Batu Beramal II (HP3N, 1995), Sempalan (FPSM, 1994), Pelataran (FPSM, 1995), Interupsi (1994), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa-KSI, 1997), Resonansi Indonesia (KSI, 2000), Graffiti Gratitude (Angkasa-YMS, 2001), Ini Sirkus Senyum (Komunitas Bumi Manusia, 2002), Hijau Kelon & Puisi 2002 (Penerbit Buku Kompas, 2002 ), Puisi Tak Pernah Pergi (Penerbit Kompas, 2003), Dian Sastro for President #2 Reloaded (AKY, 2004), Dian Sastro for President End of Trilogy (Insist, 2005), Nubuat Labirin Luka Antologi Puisi untuk Munir (Sayap Baru – AWG, 2005), Jogja 5.9 Skala Richter (Bentang Pustaka – KSI, 2006), Tanah Pilih, Bunga Rampai Puisi Temu Sastrawan Indonesia I (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, 2008), Pesta Penyair Antologi Puisi Jawa Timur (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2009); Musi, Kumpulan Puisi Pertemuan Penyair Nusantara 5 (2011), Sauk, Kumpulan Puisi Pertemuan Penyair Nusantara 6 (2012)
162. Nurngudiono (Tegal)
163. Nabilla Nailur Rohmah (Malang)
164. Nike Aditya Putri (Cilacap)
166. Novy Noorhayati Syahfida (Tangerang)
167. Nurochman Sudibyo Y. S. (Indramayu)
168. Oscar Amran (Bogor)
169. Pekik Sat Siswonirmolo (Kebumen)
170. Priyo Pambudi Utomo (Trenggalek)
171. Puji Pistols (Pati)
172. Puput Amiranti (Blitar)
173. Puspita Ann (Solo)
174. R. B. Edi Pramono (Yogyakarta)
175. R. Giryadi (Sidoarjo)
176. R. Valentina Sagala (Bandung)
177. Radar Panca Dahana (Jakarta)
178. Rezqie Muhammad Al Fajar (Banjarmasin)
179. Ribut Achwandi (Pekalongan)
180. Ribut Basuki (Surabaya)
181. Rini Ganefa (Semarang)
182. Rivai Adi (Jakarta)
183. Riyanto (Purwokerto)
184. Rohseno Aji Affandi (Solo)
185. Rohmat Djoko Prakosa (Surabaya
240 Roosetindaro Baracinta
186.Rosiana Putri (Banjarbaru)
187. Rudi Yesus (Yogjakarta)
188. Sabahuddin Senin (Kinabalu)
189. Saiful Bahri (Aceh)
190. Sosiawan Leak (Solo)
191. Sudarmono (Bekasi)
192. Sulis Bambang (Semarang)
193. Sumasno Hadi (Banjarmasin)
194. Surya Hardi (Pekanbaru)
242. Suryati Syam (Bekasi) 
195. Sus S Hardjono (Sragen)
196. Suyitna Ethex (Mojokerto)
197. S. A. Susilowati (Semarang)
198. Saiful Hadjar (Surabaya)
199. Samsuni Sarman (Banjarmasin)
200. Sayyid Fahmi Alathas (Lampung)
201. Serunie (Solo)
202. Soekoso D. M. (Purworejo)
203. Soetan Radjo Pamoentjak (Batusangkar)
204. Sri Wahyuni (Gresik)
205. Sumanang Tirtasujana (Purworejo)
206. Sunaryo Broto (Kaltim)
207. Suroto S. Toto (Purworejo)
208. Sutardji Calzoum Bahcri (Jakarta)
209. Syafrizal Sahrun (Medan)
210. Syam Chandra (Yogyakarta)
211. Syarifuddin Arifin (Padang)
212. Tajuddin Noor Ganie (Banjarmasin)
213. Tan Tjin Siong (Surabaya)
214. Tarmizi Rumahitam (Batam)
215. Tarni Kasanpawiro (Bekasi)
216. Tengsoe Tjahjono (Surabaya)
217. Titik Kartitiani (Tangerang)
218. Thomas Budi Santoso (Kudus)
219. Thomas Haryanto Soekiran (Purworejo)
220. Toto St. Radik (Serang)
221. Tri Lara Prasetya Rina (Bali)
222. Turiyo Ragilputra (Kebumen)
223. Udik Agus Dw (Jepara)
224. Udo Z. Karzi (Lampung)
225. W. Haryanto (Blitar)
226. Wahyu Prihantoro (Ngawi)
227. Wahyu Subakdiono (Bojonegoro)
228. Wardjito Soeharso (Semarang)
229. Wanto Tirta (Ajibarang)
230. Wawan Hamzah Arfan (Cirebon)
231. Wawan Kurn (Makassar)
232. Wijaya Heru Santosa (Kutoarjo)
233. Wyaz Ibn Sinentang (Ketapang)
234. Yanusa Nugroho (Tangerang)
235. Yatim Ahmad (Kinabalu)
236. Yogira Yogaswara (Bandung)
237. Yudhie Yarco (Jepara)
238. Zainul Walid (Situbondo)
239. Zubaidah Djohar (Aceh)