Puisi-Puisi ; Hardho Sayoko SPB

Puisi-Puisi ;
Hardho Sayoko SPB

Dimuat Harian Suara Karya Jakarta
Sabtu, 7 Desember 2013

DI BINGKAI JIWA

Di padang kembara
tanah lahir menjelma gugus puisi
tiap di busur cakrawala
awan memeta senyum ibunda
dari anak tangga batu sangsai
menggapai tangannya
usai mengusap rambut buah hati
sambil panjatkan doa

Menunggang gigir angin sangsai
menyelinap lapisan awan di langit
ranggas daun-demaun rimba jati
membingkai jiwa

Lembar waktu gugur satu persatu
banyak tulisan pudar
karena di makan usia
entah berapa kali singgah
butir kenang selalu saja
bergayut di pelupuk mata

Kedunggalar, 24 September 2013

BERSAMA PENYAIR SANDAKAN

Ketika anakanak gerimis
luruh di tanjung aru
dinda H Fazli Mohd Saleh,
bung Rezal Pawana
juga penyajak Kilat
serta pejalan kata Sanudin

Dari balik horizon
ombak bergemuruh menebar
noktah rindu setiap tiba di pantai
siapa dalam kelam
bersijingkat menjumput
jika keping hati menyatu
di dalam bejana malam
menggerimit menebar berlaksa pesona

Para pemadah dalam usapan angin
berbagi kehangatan di tanah kembara
esok jika musim gugur
telah hunus kehijauan
di bumi lahir tak pernah hadir
perihnya luka indahnya kenang
menghiasi musim semi

Lewat kata telah berangkai kudusnya cinta
antara anak manusia dari seberang segara
tak ada majikan dan sahaya
selain kerabat terkasih
setelah saluir tanggal mengikis
tawa penuh tipu daya
laut bersaksi saat gerimis
bulan April menyapa tenda

Catatan perjalanan malam
di Kinabalu, 5 April 2013

Kedunggalar, 16 April 2013

NGEMBARA DI KAKI CAKRAWALA

Membilang waktu di sini
entah mengapa desah
tak tersulam senyum indah
Ann tercinta, bila semusim di sini
merenda rindu padamu
jejak bianglala setiap jeda
tarian anak gerimis warnanya
pasti tak lagi sama
dalam retina

Hutan yang merimbun di musim hujan
telaga saat kemarau permukaannya bagai kaca
adalah lagu masa lalu yang terlintas di kembara
kubaliki lembar kenangnya lewat rangkaian kata kata
yang terbakar sepi kerinduan
bagai kuda berkejaran di padang rumput
sebelum senja

Duhai pemilik mata bekerjap rindu
mengeja waktu seolah memasung cakrawala
selintas musim kehilangan kehangatan keluarga
hari-hari yang berputar selalu gagal
setiap tereja bayang-bayang
padahal tetap berjubah jelaga

* Kedunggalar, 11 Juni 2013