Hari ini Hari Selasa untuk Linda
Tanggal bulan senantiasa sama yang berubah hanya harinya.
Dan pada tahun kembar bumi tunggal catur ini harinya Selasa.
Ya pada hari itu, di antara ribuan anak manusia lahir ke dunia,
Engkau Linda belahan sukma tercinta, ikut menangis bahagia
Menatap dunia dengan mata bulat indah jernih penuh cahaya.
Sebuah keluarga tentu amat bahagia penuh dengan sukacita
Bayi mungil jelita telah tiba guna semarakkan canda keluarga,
Walau ayah tercinta ada di ibukota dan kau di kota Blitar sana
Tetapi tetap saja pasti ada banyak yang senang serta gembira.
Bagi yang percaya dia pasti tengah melaksanakan titah sabda,
Menjadi pendamping setia bayi putra yang dua tahun lebih tua
Yang lahir di rumah sederhana buah cinta pasangan bahagia.
Begitulah, konon kabarnya, sejauh yang ia ingat lalu jadi cerita
Kamu tumbuh bahagia di tengah-tengah keluarga penuh cinta.
Mama dan papa mungkin perlakukan dirimu sedikit agak beda
Tetapi kami tetap percaya dasarnya pasti kasih dan cinta juga.
Engkau tumbuh ceria dalam dekapan hangat sang nenek tua,
Juga guru dan teman di sekolah, lalu akhirnya engkau remaja.
Sempat ingin menjadi guru wanita tapi karena masalah biaya
Kau lepas cita-cita sederhana, lalu nekad masuki dunia kerja.
Ia bukan tulang punggung keluarga, tapi tanpa jerih payahnya
Akan sangat seringlah ini keluarga sederhana harus berpuasa.
Sementara pria yang amat beruntung karena mendapatkan dia
Walau juga di dalam keluarga sederhana, sedikit agak berbeda.
Hobinya membaca dapat tersalur lancar, bersekolah juga bisa.
Lalu tiba masa kehendak dan titah sang mahakuasa jadi nyata.
Dalam malam pesta pernikahan kakaknya, aku pertama jumpa.
Yah, bukan saja dia itu manis, jelita dan mempesona, sehingga
Malam itu rasanya hanya ada dia, sementara yang lain tak ada.
Ya hanya dia, rambut disanggul sederhana, mata bak mutiara,
Leher jenjang penuh pesona, senyum menawan getarkan jiwa,
Sementara yang dikenakan, sederhana tetapi tak ada duanya.
Cara berjalan anggun dengan betis nan indah bak putri istana.
Pendek kata dia primadonanya, bukan sang mempelai wanita.
Tugas mendampingi mempelai pria tetap sukses serta purna,
Tapi hati dan pikiran, jiwa serta sukma, hanya tertuju pada dia.
Lampu pun terasa berpendar terang berkilau lebih bercahaya,
Itu karena dia lincah ke luar masuk suguhkan tirta serta boga.
Usai acara dan kami semua harus pulang siapkan esok pesta,
Kusempatkan bertanya pada kerabat siapa dia gadis nan jelita.
Baru saat itu aku tahu, yah ternyata dia adik mempelai wanita.
Dan manakala yang tadi kutanya balik berkata, mau kenal dia?
Malu-malu kuanggukkan kepala, oke nanti kukenalkan, katanya.
Malam itu aku benar-benar berbunga-bunga, padahal bisa saja
Sang jelita mempesona sama sekali tak tahu kalau aku ini ada,
Tetapi bukankah seperti itu bagi orang yang sedang jatuh cinta?
Seluruh dunia, tak cuma si dia, dianggap tahu isi perasaan jiwa?
Malam amat larut hampir pagi, baru berhasil kupejamkan mata,
Setelah dia kurasa mengingatkan, eh … besok masih ada kerja.
Di restoran tempat pesta, setelah mendampingi mempelai pria,
Aku duduk menjauh sambil mencoba mencari di mana si jelita.
Eh, hampir terlonjak aku dibuatnya kala dia yang putih busana
Datang mendekat entah dari mana, tepuk pundak dan berkata,
Kamu dicari orang yang di sana … kutoleh siapa gerangan dia,
Ternyata paman sang mempelai pria yang mencoba meminta
Agar mewakili ia memberi sambutan mewakili sanak keluarga.
Tentu permintaan kutolak, aku ini siapa kok mewakili mereka?
Pesta berjalan lancar tetapi mata ini sulit kupalingkan dari dia.
Benar-benar dia bunga indah mempesona mekar taman raya.
Ke mana ia berpindah ke situ mata mengarah, jiwa terpesona.
Pesta akhirnya usai, tamu-tamu pun meninggalkan meja pesta
Hanya kami panitia, kerabat serta sahabat dekat yang tersisa,
Lalu entah siapa yang memulai, kami berdua angkat bersama
Panci besar berisi makanan sisa pesta, sebelum seorang pria,
Yang tampan gagah perkasa dengan ringan ambil alih semua.
Aku tenang saja, tidak sadar kalau ini pria rupanya naksir dia.
Kelak kala kami kenang bersama, aku dengan ringan berkata,
Memangnya aku akan keberatan jika dia angkat sendiri semua.
Dan biasanya ia akan memandang aku dengan tatapan mesra
Walau bibirnya yang tipis dengan tangkas serta merta berkata,
Dia itu jauh lebih tampan dan peduli serta mungkin juga setia.
Aku biasanya hanya tertawa gembira … lalu akan kupeluk dia,
Selesai pesta ternyata ada acara mengunjungi rumah mertua.
Kami para pendamping mempelai pria untungnya diajak serta.
Aku dan temanku, dia dan teman wanitanya, kerabat lainnya.
Aku berbisik pada temanku, kuingin duduk dekat dengan dia.
Begitulah kami berempat duduki jok belakang mobil keluarga.
Walau awalnya wanita dekat wanita, tetapi akhirnya bisa juga
Aku duduk tepat di sebelahnya … yah, benar sebuah karunia.
Mula-mula diam tak bicara, sebelum akhirnya kami akrab juga
Dan yang lebih mempesona … jaket diletak di atas tangannya
Kala dia tak menolak tangan yang mencoba menggengamnya.
Aku tak tahu apakah ini sebuah pertanda, tapi jiwaku miliknya.
Tak ada lagi yang tersisa, semua miliknya, ya raga ya sukma.
Hanya itu yang kurasa sambil kugenggam tangan lembutnya.
Lalu di rumah mertua teman terjadi peristiwa, entah mengapa
Dia menghilang begitu saja, tentu aku kelabakan mencarinya.
Kala ditemukan di mobil sendirian, aku tahu ia marah adanya.
Tanpa banyak bertanya, aku masuk dan duduk disebelahnya.
Aku diam tak banyak tanya, yang jelas ada sebab marahnya,
Tetapi itu kan tak penting, yang penting aku selalu di sisinya.
Apa pun masalah ceritanya, aku bertekad selalu di pihaknya,
Dan memang itulah yang kulakukan sampai sekarang tatkala
Ia merayakan ulang tahun ke lima puluh enamnya dalam doa.
Pegang tangan pertama, dampingi dikala hati gundah gulana
Lalu menunggu dia, lalu mengantar dia, lalu bercengkerama,
Lalu malam pertama kala dia rela ikuti ajakanku jadi dewasa.
Kulihat dia tanpa busana laksana pahatan buah karya dewa,
Pejamkan mata lentik membiarkan pria tidak punya apa-apa
Mengajak ia disela-sela rintihan mesra meniti awan dan mega
Menjadi wanita dewasa pertanda jalinan pita cinta kami berdua.
Sidoarjo, 11 November 2014 – Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com
Tanggal bulan senantiasa sama yang berubah hanya harinya.
Dan pada tahun kembar bumi tunggal catur ini harinya Selasa.
Ya pada hari itu, di antara ribuan anak manusia lahir ke dunia,
Engkau Linda belahan sukma tercinta, ikut menangis bahagia
Menatap dunia dengan mata bulat indah jernih penuh cahaya.
Sebuah keluarga tentu amat bahagia penuh dengan sukacita
Bayi mungil jelita telah tiba guna semarakkan canda keluarga,
Walau ayah tercinta ada di ibukota dan kau di kota Blitar sana
Tetapi tetap saja pasti ada banyak yang senang serta gembira.
Bagi yang percaya dia pasti tengah melaksanakan titah sabda,
Menjadi pendamping setia bayi putra yang dua tahun lebih tua
Yang lahir di rumah sederhana buah cinta pasangan bahagia.
Begitulah, konon kabarnya, sejauh yang ia ingat lalu jadi cerita
Kamu tumbuh bahagia di tengah-tengah keluarga penuh cinta.
Mama dan papa mungkin perlakukan dirimu sedikit agak beda
Tetapi kami tetap percaya dasarnya pasti kasih dan cinta juga.
Engkau tumbuh ceria dalam dekapan hangat sang nenek tua,
Juga guru dan teman di sekolah, lalu akhirnya engkau remaja.
Sempat ingin menjadi guru wanita tapi karena masalah biaya
Kau lepas cita-cita sederhana, lalu nekad masuki dunia kerja.
Ia bukan tulang punggung keluarga, tapi tanpa jerih payahnya
Akan sangat seringlah ini keluarga sederhana harus berpuasa.
Sementara pria yang amat beruntung karena mendapatkan dia
Walau juga di dalam keluarga sederhana, sedikit agak berbeda.
Hobinya membaca dapat tersalur lancar, bersekolah juga bisa.
Lalu tiba masa kehendak dan titah sang mahakuasa jadi nyata.
Dalam malam pesta pernikahan kakaknya, aku pertama jumpa.
Yah, bukan saja dia itu manis, jelita dan mempesona, sehingga
Malam itu rasanya hanya ada dia, sementara yang lain tak ada.
Ya hanya dia, rambut disanggul sederhana, mata bak mutiara,
Leher jenjang penuh pesona, senyum menawan getarkan jiwa,
Sementara yang dikenakan, sederhana tetapi tak ada duanya.
Cara berjalan anggun dengan betis nan indah bak putri istana.
Pendek kata dia primadonanya, bukan sang mempelai wanita.
Tugas mendampingi mempelai pria tetap sukses serta purna,
Tapi hati dan pikiran, jiwa serta sukma, hanya tertuju pada dia.
Lampu pun terasa berpendar terang berkilau lebih bercahaya,
Itu karena dia lincah ke luar masuk suguhkan tirta serta boga.
Usai acara dan kami semua harus pulang siapkan esok pesta,
Kusempatkan bertanya pada kerabat siapa dia gadis nan jelita.
Baru saat itu aku tahu, yah ternyata dia adik mempelai wanita.
Dan manakala yang tadi kutanya balik berkata, mau kenal dia?
Malu-malu kuanggukkan kepala, oke nanti kukenalkan, katanya.
Malam itu aku benar-benar berbunga-bunga, padahal bisa saja
Sang jelita mempesona sama sekali tak tahu kalau aku ini ada,
Tetapi bukankah seperti itu bagi orang yang sedang jatuh cinta?
Seluruh dunia, tak cuma si dia, dianggap tahu isi perasaan jiwa?
Malam amat larut hampir pagi, baru berhasil kupejamkan mata,
Setelah dia kurasa mengingatkan, eh … besok masih ada kerja.
Di restoran tempat pesta, setelah mendampingi mempelai pria,
Aku duduk menjauh sambil mencoba mencari di mana si jelita.
Eh, hampir terlonjak aku dibuatnya kala dia yang putih busana
Datang mendekat entah dari mana, tepuk pundak dan berkata,
Kamu dicari orang yang di sana … kutoleh siapa gerangan dia,
Ternyata paman sang mempelai pria yang mencoba meminta
Agar mewakili ia memberi sambutan mewakili sanak keluarga.
Tentu permintaan kutolak, aku ini siapa kok mewakili mereka?
Pesta berjalan lancar tetapi mata ini sulit kupalingkan dari dia.
Benar-benar dia bunga indah mempesona mekar taman raya.
Ke mana ia berpindah ke situ mata mengarah, jiwa terpesona.
Pesta akhirnya usai, tamu-tamu pun meninggalkan meja pesta
Hanya kami panitia, kerabat serta sahabat dekat yang tersisa,
Lalu entah siapa yang memulai, kami berdua angkat bersama
Panci besar berisi makanan sisa pesta, sebelum seorang pria,
Yang tampan gagah perkasa dengan ringan ambil alih semua.
Aku tenang saja, tidak sadar kalau ini pria rupanya naksir dia.
Kelak kala kami kenang bersama, aku dengan ringan berkata,
Memangnya aku akan keberatan jika dia angkat sendiri semua.
Dan biasanya ia akan memandang aku dengan tatapan mesra
Walau bibirnya yang tipis dengan tangkas serta merta berkata,
Dia itu jauh lebih tampan dan peduli serta mungkin juga setia.
Aku biasanya hanya tertawa gembira … lalu akan kupeluk dia,
Selesai pesta ternyata ada acara mengunjungi rumah mertua.
Kami para pendamping mempelai pria untungnya diajak serta.
Aku dan temanku, dia dan teman wanitanya, kerabat lainnya.
Aku berbisik pada temanku, kuingin duduk dekat dengan dia.
Begitulah kami berempat duduki jok belakang mobil keluarga.
Walau awalnya wanita dekat wanita, tetapi akhirnya bisa juga
Aku duduk tepat di sebelahnya … yah, benar sebuah karunia.
Mula-mula diam tak bicara, sebelum akhirnya kami akrab juga
Dan yang lebih mempesona … jaket diletak di atas tangannya
Kala dia tak menolak tangan yang mencoba menggengamnya.
Aku tak tahu apakah ini sebuah pertanda, tapi jiwaku miliknya.
Tak ada lagi yang tersisa, semua miliknya, ya raga ya sukma.
Hanya itu yang kurasa sambil kugenggam tangan lembutnya.
Lalu di rumah mertua teman terjadi peristiwa, entah mengapa
Dia menghilang begitu saja, tentu aku kelabakan mencarinya.
Kala ditemukan di mobil sendirian, aku tahu ia marah adanya.
Tanpa banyak bertanya, aku masuk dan duduk disebelahnya.
Aku diam tak banyak tanya, yang jelas ada sebab marahnya,
Tetapi itu kan tak penting, yang penting aku selalu di sisinya.
Apa pun masalah ceritanya, aku bertekad selalu di pihaknya,
Dan memang itulah yang kulakukan sampai sekarang tatkala
Ia merayakan ulang tahun ke lima puluh enamnya dalam doa.
Pegang tangan pertama, dampingi dikala hati gundah gulana
Lalu menunggu dia, lalu mengantar dia, lalu bercengkerama,
Lalu malam pertama kala dia rela ikuti ajakanku jadi dewasa.
Kulihat dia tanpa busana laksana pahatan buah karya dewa,
Pejamkan mata lentik membiarkan pria tidak punya apa-apa
Mengajak ia disela-sela rintihan mesra meniti awan dan mega
Menjadi wanita dewasa pertanda jalinan pita cinta kami berdua.
Sidoarjo, 11 November 2014 – Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com

