RAMADHAN,Yudhi Ajha

RAMADHAN

Akhirnya ia akan pergi jua
setelah menyapu segala resah
dan memulas dinding hati
hingga jiwa kembali
menemukan jalannya

Klender, 27 Juli 2016

Puisi No. 180516,Afrizal Anoda

Puisi No. 180516
Pada wanita ini kutitipkan masa depan mereka yang dulu belum bernama. Dari rahimnya mengalir dua harapan yang tak kan berhenti pada titik ini. Kali ini.
Dari dadanya yang ranum itu kubiarkan tetes air kehidupan membuahi mulut anak-anak yang akan meneruskan batu jalanku. Tak berhenti. Pada titik ini pun.
Dari bibirnya ia merayu agar kami tetap selalu bersama bayang-bayang ciptaan cinta. Selalu menyatu di batu jalan kami. Tak berhenti. Mengalir ke dalam sungai yang hanya ada dalam pandangan kami. Bening dan tak terkeruhkan.

KENAPA ATHEIS TOM ?, Ismail Sofyan Sani

KENAPA ATHEIS TOM ?
tom,
kau tak tanya siapa mendebur ombak
dan menjuju awan menjelang hujan
mencurahkan air ke persawahan
ladang subur bercocok tanam
di laut dan sungai menebar ikan
tak kikis saban hari dimakan

telah dirajut kegelapan larut
seperti malam pekat sebelumnya
karena pagi setia merambat
mengantar siang lalu sore dan senja
tak mungkir apalagi terlambat
bahkan tak pernah ingkar janji
dari timur ke barat lenyap matahari
tak pernah nyasar ke lain tujuan
berputar matahari, bumi dan bulan
pada porosnya mengawal kehidupan
berbagi sejuk dan kehangatan
tak pernah bertubrukan
keteraturan tata surya, langit,
bumi dan segenap isinya
dengan cerdik dan cerdas
dua gen bercampur meretas
lahir bermilyar makhluk hidup
mati setelah layu dan meredup
bahkan akal manusia perkasa
tak mampu meraba takdir
seperti bermula pun ada akhir
tumbuh pohon pohon
berbuah dan menabur biji
kembali tumbuh menjadi pohon
begitu seterusnya terjadi
alam pun berkembang beraturan
manusia, pohon dan hewan
bergantung saling membutuhkan
maka tercipta keseimbangan
sekedar proses alam ?
begitu banyak keteraturan
abai pada keseimbangan
ingkar pada keteraturan
longsor dan kebanjiran
gunung pun meletus
tsunami memberangus
bencana dan alam murka
kenapa atheis tom ?
mengatur hidupmu pun kau kewalahan
apalagi menghalau kematian
cepat atau lambat pasti datang
kau tak bisa menentang
tom
kau, aku, kami, mereka dan
segenap peredaran alam raya
hidup terikat dalam keteraturan
diatur oleh Sang Maha Pengatur
kami menyebutnya Tuhan.
Cimanggis 140720216
Ismail Sofyan Sani

CELOTEH SEORANG GURU, Muklis Puna

CELOTEH SEORANG GURU

Muklis Puna

selamat pagi anakku!
hari ini kalian datang saat embun terduduk mesra di pucuk pucuk daun akibat belaian rinai semalam
selamat datang kembali anakku!
sudah penuhkah ususmu pagi ini?
mari lepaskan rindu pada hangatnya kursi lapuk telah seminggu kau tinggalkan
mari manjakan matamu pada papan tulis berwarna kelabu tetutup debu yang membuncahkan secuil ilham
selamat pagi buah hatiku!
pagi ini...
berapa banyak celoteh tentang persiapan masa depan yang menganga di depan mata
pagi ini...
berapa kali sumpah serapah merekah dari bulan sabit yang bergantung di pipi idolamu
karena perlawanan konsep yang dihidangkan di meja belajarmu
pagi ini...
berapa makian yang kau dapat
ketika asyik melamun sambil menatap cecak mepermaikan bangkai nyamuk di dinding kelas,
saat guru biologi menyajikan materi simbioais dan mutualisme
pagi ini...
berapa kali seweran telinga dihadiahkan guru fisika
ketika dia menjelaskan materi tentang gaya,
kau keasyikan menggosok -gosokkan penggaris pada kertas buram
pagi ini...
berapa tatapan mata merah saga berbenturan dengan bola matamu yang kemayu
ketika menghayal tentang letak negara andulisia dan granada pada mata pelajaran geografi
sementara bola dunia tak dibundarkan di dadamu.
masih banyak tanda tanya kosong melongong belum terisi
tapi jawablah pertanyaanku yang terakhir pagi ini ...
berapa banyak PR yang harus kau bawa pulang
walaupun laksana jarum yang dihamburkan diantara tumpukan jerami tetap harus dikerjakan nak, karena sanksi sudah disiapkan dari semalam
anakku...
hari ini kau seperti kuda beban berkacamata hijau dipaksa merumput di lahan kering
pikul terus beban itu nak!
hingga pertumbuhan mu terkekang
ingat nak!
negeri sehebat ini guru harus digugu
kadang ubi mentah disajikan di meja belajarmu sebelum lambung mu diisi dengan beras hibah pemerintah
anakku...
bangunlah di ujung malam
berkacalah pada malam tak berbayang titipkan petuah panjang pada angin semoga hidayah pembelajaran menyapanya
Lhokseumawe, 20 Januari 2016
DAMAI PUASA
rusuhku tak luluh
letihku tak lirih
gelisahku tak resah
risauku tak galau
pusingku tak rungsing
piluku tak linu
lukaku tak duka
sulitku tak rumit
sesakku tak isak
sakitku tak jerit
dendamku tak geram
amukku tak remuk
marahku tak resah
laparku tak liar
hausku tak gerus
sebab
dalam damai puasaku
berpasrah aku padaMu
bersimpuh kumenyembah
wahai Pengatur seluruh alam
Cimanggis, 03072016
Ismail Sofyan Sani

DONGENG PENGUASA Muklis Puna

DONGENG PENGUASA
Muklis Puna
kawan malam ini sebelum lelap dan
mendengkur mari dengar dongeng penguasa negeri
awasi alam bawah sadar jangan sampai pulas membelai mesra hingga iler mencetak pulau pulau baru di bantal
di zaman bahela negeri antah berantah para penguasa berkampanye
mulut nya berbusa menyodor janji jika terpilih
lidahnya menjulur maju mundur disulut dendam
geraham kebas menebas lawan
trik mengentaskan kemiskinan disampaikan dengan lugas
mutu pendidikan diangkat dalam sekejap
harga barang diselorotkan tak masuk akal
pengangur diberi kerja tapi dikerjai
pengawai honor diangkat dalam sekejap tapi sk pengangkatan tak berstempel
subsidi dicabut diganti berbagai kartu
kawan…
jangan mendengkur kawan dongeng belum selesai…
lihat iler mengalir deras laksana irigasi
bahan bakar diturukan dari kapal, tapi harga tak turun
gabah petani lokal di utamakan tapi beras asing masuk lewat teluk-teluk illegal rumah –rumah duafa dibangun dimana-mana
tapi di ibukota di buldozer dengan besi besi merayap mengunyah rumah rumah si miskin
kawan…
jangan mendengkur kawan dongeng masih berlanjut
seminar -seminar pembagunan di dendangkan di meja meja kampus
pedagang kaki lima diburu beramai-ramai bagai babi dianggap perusak taman kota
uang receh diselipkan dilaci laci mobil mewah diberikan pada pengemis saat berada di bulan bulan harapan
kawan …
masih terajagakah kawan…
nelayan dimakmurkan ….
kapal asing ditenggelamkan tapi bukan induknya
rupanya kapal rongsokan milik asing yang terengah engah saat diburu
nelayan kecil dibiarkan mengembara jauh di tengah samudera
Mencari sisa ikan busuk dari kapal pesiar
kawan ….
bangun kawan… sebentar lagi ceritanya tamat….
garuda mulai meredup tergerus pulau pulau luar
kukunya tak lagi mampu mencengkram nusantara
suaranya tak lagi memekik hebat hingga ingusan pun berani menyindir
kepakan sayapnya tak lagi menggetarkan dunia
Dadanya tak lagi membusungkan falsafah negeri..
kawan….. topang bola matamu
sedikit lagi dongeng ini selesai
pemberantasan korupsi digalakkan
namun setiap desiran angin ada saja pejabat jadi tesangka
KPK dilemah kunyahkan secara jamaah
karena para pejabat berdesak-pesat pakai seragam oranye dalam kotak besi
kawan….
masih terdengarkah suara saya walaupun agak sayup
tidurlah kawan cerita sudah tamat
semoga jadi pengantar tidur
ingat besok dihulu subuh
jangan disebarkan cerita ini ya
ini hanya pengantar tidur
Lhokseumawe, 18 April 2016

DAMAI PUASA. Aksk Nelayan di Negeri Dermayu

DAMAI PUASA
rusuhku tak luluh
letihku tak lirih
gelisahku tak resah
risauku tak galau
pusingku tak rungsing
piluku tak linu
lukaku tak duka
sulitku tak rumit
sesakku tak isak
sakitku tak jerit
dendamku tak geram
amukku tak remuk
marahku tak resah
laparku tak liar
hausku tak gerus
sebab
dalam damai puasaku
berpasrah aku padaMu
bersimpuh kumenyembah
wahai Pengatur seluruh alam
Cimanggis, 03072016
Ismail Sofyan Sani

GEGURITAN GAWEHANE Mbah Uti Ninik

GEGURITAN GAWEHANE Mbah Uti Ninik
Pati , 10 juli 2016
@@ TAUBAT @@
Ngracik bumbu urip kang becik
Ora usah diirencana kanti dhakik
Kudu dilakoni tanpa syirik
Ngugemi ati kanti resik
Ati aja kesaput pedhut lan tangis
Aja nganti kelayu sanjung lamis
Kudu ngugemi amanah tinitis
Benno utip mulyo ginaris
Padang ati jejampi kesel
Kanggo ngilangke ati mangkel
Kudu upaya makarya prigel
Bekti Illahi gegayuhan bakal kecekel.

Mbah Uti Ninik, Puisi Imajener: aku melihatmu kau melihatku.

PUISI GUS MUS ( KH MUSTOFA BISRI)

Puisi Gus Mus (KH Mustofa Bisri) Selasa kemarin, untuk sang istri tercinta yang wafat hari ini, 30 juni 2016 dengan wajah teramat tenang...

Puisi untuk Istrinya ini terbit di halaman facebook Gus Mus selasa kemarin.

a. mustofa bisri:

AKU MELIHATMU

aku melihatmu
tersenyum bersama embun pagi
aku melihatmu
bernyanyi bersama burung-burung
aku melihatmu
bergerak bersama mentari bersama angin dan mega-mega
aku melihatmu
terbang bersama sekumpulan burung gereja
aku melihatmu
berenang bersama ikan-ikan dan lumba-lumba

aku melihatmu
meratap bersama mereka yang kelaparan
aku melihatmu
merintih bersama mereka yang kehausan
aku melihatmu
mengaduh bersama mereka yang kesakitan

aku melihatmu
berdendang bersama ibu yang meninabobokkan anaknya
aku melihatmu
melangkah bersama hamba yang berjuang menggapai citanya

aku melihatmu dalam gelap
aku melihatmu dalam terang
aku melihatmu dalam ramai
aku melihatmu dalam senyap

aku melihatmu
kau melihatku.

Ramadan 1437 H

MEMBACA PUISI GUSMUS DIATAS MBAH UTI INGIN BERBALAS PUISI GUS MUS DAN JADILAH SEBAGAI BERIKUT :

TERASA PANDANGANMU

Pandanganmu dengan senyummu menggetarkan qolbu

Pandanganmu menyeruak mampu hati berdendang ceria bergerak bersama titian angin menari lembut disela mega-mega dengan sang mentari tersenyum menghibur.

Pandanganmu membuat tubuhku terbang bersama bidadari syurga menari diatas pelangi dengan keindahan Alam Semesta.

Pandanganmu penuh cinta membuat aku tegar menghadapi gelombang kehidupan untuk menggapai cita dan cinta.

Pandanganmu adalah kekuatan untuk bersama menjadikan keluarga sakinah wawadah warohmah sampai di peng ujung Syurga
Aamiin

Pati , 1 juli 2016

Yudhi Ajha 27 Mei pukul 20:16 RAMADHAN DAN RINDU

Yudhi Ajha
27 Mei pukul 20:16

RAMADHAN DAN RINDU
kuhimpun serangkai bunga
penghias awal Ramadhan
pada epitaf-mu doaku melekat
dan kenangan tentangmu
kian menyeret rindu
....
Klender, jelang Ramadhan 2016
‪#‎puisiyudhiajha‬

Mbah Uti Ninik TEGUH

Mbah Uti Ninik
17 April
PUISI KARYA Mbah Uti Ninik
PATI , 17 APRIL 2016

>>> TEGUH <<<

Sunyinya malam ditemani senyuman sang bintang
Sang bulan mampu menghiasi cemerlang
Isi hati merangkai kata terngiang
Untuk langkahkan kaki tanpa bimbang

Riuhnya kicaun sang burung menyongsong pagi
Menggapai cerianya sang mentari
Jangan pernah hadirkan nista menodai
Untuk langkahkan kaki mencari Ridho Illahi

DAFTAR SASTRAWAN INDONESIA 2011 Disusun Oleh : Rg. Bagus Warsono

DAFTAR SASTRAWAN INDONESIA 2011
Disusun Oleh : Rg. Bagus Warsono
1.A.A. Navis
2.A.A. Pandji Tisna
3.A.D. Donggo
4.A.Mustofa Bisri
5.A.S. Dharta
6.A.S. Laksana
7.Aam Amilia
8.Abas Sutan Pamuntjak Nan Sati
9.Abdul Hadi WM
10.Abdul Muis
11.Abdul Wahid Situmeang
12.Abdullah Mubaqi
14Achdiat K. Mihardja
15Achmad Munif
13.Abidah el Khalieqy
16Acep Syahril
17Acep Zamzam Noor
18.Adinegoro
19.Afrizal Malna
20.Agam Wispi
21.Agus Noor
22.Agus R. Sarjono
23.Agus Warsono(Rg Bagus Warsono)
24Ahmad Fuadi
25.Ahmad Subbanuddin Alwie
26.Ahmad Tohari
27Ahmad Yulden Erwin
28.Ahmadun Yosi Herfanda
29.Ahmad Mushthofa Bisri
30..Ajip Rosidi
31.AkiSora
32.Akmal Nasery Basral
33.Ali Akbar Navis
34.Alan Hogeland
35.Amal Hamzah
36.Andrea Hirata
37.Andliandri.A.A
38Andrei Aksana
39.Ani Sekarningsih
40.Anis Sholeh Ba’asyin
41.Anwar Putra Bayu
42.Aoh K. Hadimadja
43.Arafat Nur
44.Ari Pahala Hutabarat
45.Ari Setya Ardhi
46.Arie MP Tamba
47.Ariel Heriyanto
48.Arif B. Prasetyo
49.Arifin C. Noer
50.Armijn Pane
51.Arswendo Atmowiloto
52.Arami Kasih
53.Asep S. Sambodja
54.Asma Nadia
55.Asrul Sani
56.Asbari Nurpatria Krisna
57.Aslan Abidin
58.Ayatrohaedi
59Ayu Utami
60.B. Rahmanto
61.Badaruddin Amir
62.Badui U. Subhan
63.Bagus Burham
64.Bagus Hananto
65.Bagus Putu Parto
66.Bambang Set
67.Beni R. Budiman
68.Beni Setia
69.Beno Siang Pamungkas
70.Binhad Nurrohmat
71.Bokor Hutasuhut
72.Bonari Nabonenar
73.Bondan Winarno
74.Budi Darma
75.Budi P. Hatees
76.Budiman S. Hartoyo
77.Cecep Syamsul Hari
78.Chunel
79.Clara Ng
80.Cucuk Espe
81.D. Zawawi Imron
82.Dahta Gautama
83.Darman Moenir
84.Darmanto Jatman
85.Damhuri Muhammad
86.Danarto
87.Dad Murniah
88.Dami N. Toda
89.Daniel Mahendra
90.Dea Anugrah
91.Dewi Lestari
92.Dharmadi
93.Dian Hardiana
94.Djamil Suherman
95.Djenar Maesa Ayu
96.Dian Hartati
97.Diani Savitri
98.Dimas Arika Mihardja
99.Dina Oktaviani
100.Djamil Suherman
101.Dody Sam Yusuf
103.Donny Dhirgantoro
104.Dorothea Rosa Herliany
105.Djenar Maesa Ayu
106.Dyah Merta
107.Dyah Setyawati
108.Edy Firmansyah
109.Eka Budianta
110.Eka Kurniawan
111.Eko Tunas
112.Emha Ainun Nadjib
113.Endik Koeswoyo
114.Faruk HT
115.Fendi Kachonk
116.Fina Sato
117.FX Rudi Gunawan
118.Gazali Burhan Rijodja
119.Gatotkoco Suroso
120.Gerson Poyk
121.Godi Suwarna
122.Goenawan Mohammad
123.Gola Gong
124.Gus tf Sakai
125.H.B. Jasin
126.HR Bandaharo
127.Habiburrahman El Shirazy
128.Hamid Jabbar
129.Hamka
130.Hamsad Rangkuti
131.Hartojo Andangdjaja
132.Helvy Tiana Rosa
133.Herlinatiens
134.Herman J. Waluyo
135.Hersri Setiawan
136.Herdoni Syafriansyah
138.Ibnu Wahyudi
139.Ibrahim Sattah
140.Idrus
141.Iggoy el Fitra
142.Ikhwan Al Amin
143.Indra Cahyadi
144.Indra Tranggono
145.Intan Paramaditha
146.Imam Muhtarom
147.Ipon Bae
148.Irfan Hidayatullah
149.Irman Syah
150.Isbedy Stiawan ZS
151.Iswadi Pratama
152.Iwan Simatupang
153.Iyut Fitra
154.J.E. Tatengkeng
155.Jack Efendi
156.Jakob Sumardjo
157.Jamal D Rahman
158.Jamal T. Suryanata
159.Jatmika Nurhadi
160.Jeffry Alkatiri
161.Joni Ariadinata
162.Joshua Lim
163.Joko Pinurbo
164.Jose Rizal Manua
165.Jumari HS
166.Korrie Layun Rampan
167.Kriapur
168.Kuntowijoyo
169.Kurnia Effendi
170.Kusprihyanto Namma
171.Kuswinarto
172.Kwee Tek Hoay
173.Leila S. Chudori
174.Linda Christanty
175.Linus Suryadi AG
176. Lukman A Sya
178.M.Aan Mansyur
179.M. Rozaq Triyansyah
180.M. Shoim Anwar
181.Mahbub Junaedi
182.Mahmud Jauhari Ali
183.Maman S. Mahayana
184.Mansur Samin
185.Marah Roesli
186.Marga T
187.Marsetio Hariadi
188.Marianne Katoppo
189.Martin Aleida
190.Max Ariffin
191.Marsetio Hariadi
192.Mawie Ananta Jonie
193.Medy Loekito
194.Melani Budianto
195.Mochtar Lubis
196.Mohammad Diponegoro
197.Moch Satrio Welang
198.Motinggo Busye
199.Muhammad Asqalani eNeSTe
200.Muhammad Rois Rinaldi
201.Muhary Wahyu Nurba
202.Mukti Sutarman
203.Mustofa Bisri
204.Mh. Rustandi Kartakusuma
205.Muhammad Kasim
206.Mukti Sutarman Espe
207.Mutmainna
208.Mustafa W. Hasyim
209.Marsetio Hariadi
210.Marsetio Hariadi
211.Nanang Anna Noor
212.Nanang Suryadi
213.Nasjah Djamin
214.Nazaruddin Azhar
215.Nenden Lilis A
216.Nenek Mallomo
217.Ngarto Februana
218.Nh. Dini
219.Nirwan Ahmad Arsuka
220.Nirwan Dewanto
221.Noorca M. Massardi
222.Nova Riyanti Yusuf
223.Novy Noorhayati Syahfida
224.Nugroho Notosusanto
225.Nurochman Sudibyo.YS
226.Nur Sutan Iskandar
227.Nur Wahida Idris
228.Nyoo Cheong S
229.Ook Nugroho
230.Oyos Saroso HN
231.Palti R Tamba
232.Pamusuk Eneste
233.Panji Utama
234.Parakitri T Simbolon
235.Putu Oka Sukanta
236.Piek Ardijanto Soeprijadi
237.Pipiet Senja
238.Pramoedya Ananta Toer
239.Primadonna Angela
240.Putu Oka Sukanta
241.Putu Wijaya
242.Rachmat Djoko Pradopo
243.Rachmat Nugraha
244.Radhar Panca Dahana
245.Raditya Dika
246.Remy Silado
247.Ragdi F. Daye
248.Ramadhan K.H.
249.Ratih Kumala
250.Ratna Indraswari Ibrahim
251.Raya Langit Rokibbah
252.Rayani Sriwidodo
253.Raudal Tanjung Banua
254.Rieke Diah Pitaloka
255.Rifan Khoridi
256.Rifai Apin
257.Riki Dhamparan Putra
258.Rijono Pratikto
259.Riris K. Sarumpeat
260Rosihan Anwar
261.Roudloh Fathurrohman
262.Rukmi Wisnu Wardani
263.Ruli NS
264.Rusman Sutiasumarga
266.Saeful Badar
267.Sam Haidy
268.Sang Bayang
269.Sanusi Pane
270.Sapardi Djoko Damono
271.Sarabunis Mubarok
272.Saut Situmorang
273.Selasih/Seleguri
274.Seno Gumira Ajidarma
275.Sholeh UG
276.Sindhunat
277.Sitok Srengenge
278.Sitor Situmorang
279.Sindhunata
280.Sirajuddin Sudirman
281.Slamet Sukirnanto
282.SM Ardan
283.SN Ratmana
284.Sobron Aidit
285.Soe Hok Gie
286.Soekanto SA
287.Sonny H. Sayangbati
288.Sony Farid Maulana
289.Sori Siregar(Sori Sutan Sirovi Siregar)
290/Sosiawan Leak Seno
291.S. Sinansari ecip
292.Subagio Sastrowardoyo
293.Sukasah Syahdan
294.Suman Hs
295.Suminto A Sayuti
296.Sunaryo Basuki Ks
297.Sunlie Thomas Alexander
298.Suparto Brata
299.Sutan Iwan Sukri Munaf
300.Sutan Takdir Alisyahbana
301.Sutardji Calzoum Bachri
302.Sutikno WS
303.Suwarsih Djojopuspito
304.S. Yoga
305.Tajuddin Noor Gani
306.Tandi Skober
307.Tatang Sontani
308.Taufiq Ismail
309.Taufik Ikram Jamil
310.T. Firman Andiatno
311.Teguh Winarso AS
312.Tendy Faridjan
313.Timur Sinar Suprabana
314.Titie Said
315.Titiek WS
316.Titis Basino
317.Toety Heraty Nurhadi
318.Toha Mochtar
319.Toto ST. Radik
320.Toto Sudarto Bachtiar
321.Tri Astoto Kodarie
322.Trisno Sumardjo
323.Trisnojuwono
324.Triyanto Triwikromo
325.Trio Danu Kumbara
326.Tulis Sutan Sati
327.T. Wijaya
328.Udo Z. Karzi
329.Ugoran Prasad
330.Umar Junus
331.Umar Kayam
332.Umar Nur Zain
333.Umbu Landu Paranggi
334.Usmar Ismail
335.Utuy Tatang Sontani
336.Viddy AD Daery
337.Wahyu NH. Al Aly
338.Wahyu Prasetya
339.Wan Anwar
340.Wayan Sunarta
341.Widjati
342.Widji Thukul
343.Wisnu Sujianto
344.Wisran Hadi
345.W. Hariyanto
346.Widji Thukul
347.W.S. Rendra
348.Wowok Hesti Prabowo
349.Y.B.Mangunwijaya
350.Yonathan Rahardjo
351.Yudhistira ANM Massardi
352.Yusach Ananda
353.Y. Thendra BP
354.Y. Wibowo
355.Zainal Afif
356.Zainuddin Tamir Koto
357.Zen Hae
358.Zen Ibrahim
359.Zoya Herawati

Muklis Puna GERSANGNYA JIWA

Muklis Puna
4 Juni pukul 14:12
GERSANGNYA JIWA
Muklis Puna
Wahai jiwa kegerahan iman
Berkacak pinggang menatap surya
Mengusut tanya yang tak terjawab
Mengintai penyangga langit dipasakkan
Menyidik-sidik gantungan matahari
Mengusir mendung melihat bulan berteduh
Wahai jiwa kemarau iman
Mencari pusaran angin di tengah gemuruh nya petir
Menakar tumpah ruah air berbalut angin
Menyelami samudera dengan penggalan napas terengah
Mengintip di balik sekat sekat kerak menggunung
Wahai jiwa jiwa penasaran
Kau pahat langit dengan angan mengambang
Kau tantang Tuhan, padahal saraf tak bergetar
Mengapa ingin menopang langit padahal penamu cuma sejengkal
Wahai jiwa -jiwa sombong
Kenapa sibuk menenlajangi alam
Bongkar dulu dada mu
Bersihkan ususmu agar nafsu menjauh
Kikis habis doktrin malaikat durhaka dalam darahmu
Keluarkan jantungmu dari jasad berdosa
Sirami dengan alunan Ilahi agar kau tertunduk
Wahai jiwa- jiwa gentayangan nyata
Lhokseumawe, 3 Juni 2016

Odena Limbangan

Odena Limbangan
6 Juni pukul 19:05

Ismail Sofyan Sani

Ismail Sofyan Sani
9 Juni pukul 23:46
KEPADAMU
kepadamu selalu kuingin berjabat tangan
karena di tanganmu cinta dan kearifan
kepada angin membawa bulir air
dan pagi yang selalu pulang ke malam
tak pernah menipu
selalu menepati janji
kepadamu selalu kuingin berjabat tangan
berdamai dengan sunyi dan kealpaan
walau sesukamu kau tindas takdirku
tak bisa mengelak, meski ingin kutolak
seperti hujan mengalir ke bumi
dan air pulang ke awan
kepadamu pulangku
karena pasti
maafmu
Cimanggis,14122012
Ismail Sofyan Sani

‪#‎Menuai_Pembalasan‬ By : Eyang Jayakusuma

‪#‎Menuai_Pembalasan‬
By : Eyang Jayakusuma

saat cinta terlapas
kepakan sayapnya bebas
terbang tiada batas
ke ufuk senja membias

ranting jiwaku meranggas
jeritan hati memelas
walau seperti bebas
menutupi rasa yang tergilas

mengapa engkau berkeras
ikuti egomu menempuh jalan pintas
hingga ikatan kasih yang ikhlas
engkau putuskan tanpa alasan jelas

satu hari engkau 'kan kandas
pada cinta yang tak pantas
terlihat indah seperti emas
padahal binatang yang paling buas

siap memangsa tanpa belas
dirimu pasti 'kan di peras
sampai ratapanmu memelas
hati meranggas menuai balas

Jakarta, 110616

Saat ini kami telah mencatat 796 sastrawan indonesia dan karyanya, silahkan Anda mengikuti Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia agar tercatat nama dan karyanya. Kirimkan satu atau dua puisi bertema margasatwa ke gus.warsono@gmail.com berikut data penulisnya. Gratis dan hanya ganti transport pengiriman bila menghendaki bukunya ditunggu sampai agustus 2016

......
774.Yanusa Nugroho (Tangerang)
775.Yandri Yadi Yansah (Lampung)
776.Yatim Ahmad (Kinabalu)
777.Y.B.Mangunwijaya
778.Yogira Yogaswara (Bandung)
779.Yonathan Rahardjo
780.Y. Thendra BP
781.Y.S. Agus Suseno (Banjarmasin, Kalsel)
782.Yudhistira ANM Massardi
783.Yudhie Yarco (Jepara)
784.Yuditeha (Karanganyar)
785.Yusach Ananda
786.Yusran Arifin (Tasikmalaya)
787.Y. Wibowo
788.Yan Zavin Auddjand
789.Yori Kayama ( Sumatera Barat)
790.Zainal Afif
791.Zainuddin Tamir Koto
792.Zainul Walid (Situbondo)
793.Zen Hae
794.Zen Ibrahim
795.Zoya Herawa
796.Zubaidah Djohar (Aceh)

SONIAN CINTA FEBRUARI , BambangPriatna

SONIAN CINTA FEBRUARI
Berderai rembulan
Rasa bersemi
Palung hati
Kinanti

***
Tak ingin kenangan
Hanya merindu
Satu waktu
Bertemu
***
Indahkan Harapan
Jumpa pujaan
Harum bunga
Cempaka
BambangPriatna Jkt 20Feb2016

Sanctus - Pewahyuan atau Pemusnahan Penulis Simon Toyne


Sanctus - Pewahyuan atau Pemusnahan Penulis Simon Toyne Jumlah Halaman 548 Segala kepastian dunia modern terancam terkoyak-koyak oleh konspirasi…

DALAM TABIR MALAMKU , Bambang Priatna,

DALAM TABIR MALAMKU

Kuingin kau selalu ada memberikan senyummu
Kuingin berhangat dengan binar lembut kasihmu
Alangkah indahnya dan 'kan selalu kurindukan itu
Kuingin selalu melihatmu menangis di hadapanku
Kuingin membasahi lenganku dengan bening sayangmu
Alangkah sejuknya dan 'kan selalu kuharapkan itu
Semoga saja
Semua hanya keindahan semata
Senantiasa waktu memantik rasa kala fajar membuka

*Bambang Priatna, Jkt 23Feb2016

Geliat Penyair Indonesia

geliat penyair Indonesia
Nama-nama yang tak asing bagi kesusastraan dewasa ini akan bertemu di peluncuran antologi penyair mbeling Indonesia "Sakkarepmu", 2 Maret 2016 di Waroeng Apresiasi Bulungan Jakarta. Mereka adalah penyair-penyair kawakan yang telah malang melintang dunia perpuisian Indonesia.
Kegiatan peluncuran antologi Sakkarepmu yang diprakarsai Aloysius Slamet Widodo, tokoh penyair mbeling kenamaan lewat 'Kentut-nya, tidak hanya menyuguhkan 'dagelan semata, tetapi memberikan makna geliat penyair Indonesia terhadap isu nasional yang ditangkap oleh para penyair sebagai hal 'semaunya saja baca "Sakkarepmu", sebagai perumpamaan zaman pancaroba Indonesia yang kita cintai ini.
Penyair-penyair top Jawa Tengah seperti Leak Sosiawan Leak, Wardjito Soeharso dan Heru Mugiarso turut ambil bagian dalam pembacaan puisi mbeling Sakkarepmu sakarep penyair mbeling itu.
Tak luput juga penyair Indonesia lainnya yang dimotori Budhi Setyawan Penyair Purworejo , sebagai penyair yang "menjaga Jakarta akan turut meramaikan puisi Sakarepmu bersama penyair Wans Sabang , Zaeni Boli, Fitrah Anugerah, Diah Natalia dll.
Penyair muda Navys Ahmad, penyair Tigaraksa, akan hadir membacakan puisinya yang dipandu tokoh penyair akademisi Bambang Widiatmoko dari Jakarta.
Dua tokoh penyair dari Banjarmasin , Samsuni Sarman dan Aly Arsi, penyair yang getol mengkampanyekan puisi terhadap generasi muda terbang khusus pada 2 Maret 2016 untuk membacakan puisinya dalam Peluncuran Sakkaremu itu.
Penyair Dedari Rsia, asal Bali yang tinggal di Kupang, yg baru-baru ini telah membacakan puisinya di Brunai Darusalam, juga turut hadir di asara Peluncuran Sakkaremu itu.
Mereka dengan sukarela akan menghadiri Peluncuran Sakarepmu pada Rabu 2 Maret 2016 pukul 19.00 di Waroeng Apresiasi Bulungan Blok M Jakarta sebagai penyair tamu dan patut kita hargai :
1. Bambang Isworo-Tjelah Teater
2. Harry Tjahjono
3. Arya Setra
4.Pilus Jaya Selamanya
5. Elyasa Amrin
6. Salimi Ahmad
7. Herlina Priyambodo
8. Dedy Tri Riyadi
Para tokoh penyair Sakkarepmu itu adalah :
1. Dedari Rsia ( Kupang NTT)
2. Ali Arsy Arsy ( Banjarbaru Kalsel)
3.Samsuni Sarman ( Banarmasin)
4. Navys Ahmad ( Tangerang)
5. Bambang Widiatmoko ( Jakarta)
6. Novia Rika ( Jakarta)
7. Heru Mugiarso ( Semarang)
8. Budhi Setyawan Penyair Purworejo ( Purworejo /Bekasi) .
9. Hasan Bisri Bfc, (Bogor)
10. Wans Sabang (Bekasi)
11. Arya Setra (Jakarta)
12. Wardjito Soeharso ( Semarang)
13. Fitrah Anugerah ( Bekasi)
14. Zaeni Boli (Bekasi/Jakarta)
15. Pelajar SMA Indramayu 3 orang
18. RgBagus Warsono (Indramayu)
19. Aloysius Slamet Widodo (Jakarta)
20. Denis Hilmawati,( Karanganyar Solo)
21. Diah Natalia (Bekasi)
22. Leak Sosiawan Leak
dll.

Endang Werdiningsih

Endang Werdiningsih, SH, M.Kn (lahir di Kota Tegal, Jawa Tengah, 27 Oktober 1957; umur 57 tahun) adalah sastrawati yang juga seorang wartawati berkebangsaan Indonesia. Di kancah kesusastraan Indonesia namanya dikenal ketika karya-karyanya sering dimuat di majalah Anita Cemerlang, dekade 1980-an. Endang adalah wakil pemimpin redaksi Majalah Kartini. Dia sering dipercaya oleh perusahaannya meliput acara-acara kepresidenan, baik di dalam maupun luar negeri. Pada tahun 2014 lalu, dia terpilih sebagai ketua Persatuan Wartawan Indonesia provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (PWI Jaya) untuk periode 2014 sampai dengan 2019. Karyanya, Lonceng (1976), pernah mengantarkannya meraih penghargaan Adinegoro dari Yayasan Hadiah Jurnalistik Adinegoro, untuk kategori penulisan bidang pembangunan.
Endang Werdiningsih dilahirkan di Kota Tegal. Sejam muda dia sudah menekuni dunia sastra; menulis puisi, mengikuti lomba baca puisi, dan terlibat dalam penerbitan antologi puisi. Dia belajar langsung dengan gurunya yang juga merupakan salah satu sastrawan angkatan 1966, Piek Ardijanto Soeprijadi. Kemampuannya semakin terasah saat dia mulai bergaul dengan para sastrawan Dari Negeri Poci antara lain Handrawan Nadesul, Rahadi Zakaria, Kurniawan Junaedhie, dan Eka Budianta. Usai menamatkan pendidikan SMA 1 Tegal, dia melanjutkan di fakultas hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Karirnya sebagai wartawati dia jalani setelah dia hijrah ke Jakarta di majalah Kartini. Namun kesibukannya sebagai pimpinan redaksi tak menyurutkan langkahnya untuk tetap berkarya, menulis cerpen dan puisi yang dimuat di berbagai media massa.
Dari Negeri Poci (2013)
Dari Negeri Poci (2014)
Kartini 2012: Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia Mutakhir (2012)

NOVEL “DUA TANDA KURUNG -- I’m Still A Woman.” karya Handoko F Zainsam

NOVEL “DUA TANDA KURUNG -- I’m Still A Woman.”
karya Handoko F Zainsam
Peringatan! Jangan sampai terjebak dalam kehidupan tokoh-tokohnya. Ini adalah fiksi. Sekali lagi ini fiksi meskipun dari sebuah peristiwa nyata.
***
Dua Tanda Kurung adalah sebuah pergolakan hidup perempuan yang berusaha menemukan dirinya. Berbagai tekanan dan kekacauan psikologi dan karakter membuatnya kehilangan eksistensi ke’aku’annya. Hingga akhirnya masuk pada tahap siapa sebenarnya aku? Susi, Yanti, Susana, Tyana atau Susiyantyana memiliki riwayat hidup yang membuat kita terjebak dalam perjalanan kehidupannya. Siapa sesungguhnya perempuan yang berusaha menjadi Jawa dengan konsep “hidup itu sekedar ‘keberanian dan strategi’ menjalani (urip saderma nglampahi) ini.

Perjalanan kehidupannya membuat ia harus menyiapkan diri masuk ke dalam geliat pergulatan politik, sosial, dan kebudayaan yang absurd. Lantas Seksual diimplementasikan atas sebuah tafsir pengabdian, totalitas, dan kasih sayang yang keseluruhannya adalah tafsir cinta. Nilai-nilai falsafah Jawa pun diterjemahkan dalam sikap dan tingkah laku keseharian yang dibingkai dalam perbincangan yang sangat filosofis.
Siapkan diri memasuki dunia filosofi (Jawa).
Bait-bait puisi melengkapi perjalanan kehidupan tiap tokoh-tokoh yang bergerak dalam panggung pementasannya.
---------
Komentar:
Handoko mampu menyeret-nyeret perasaan pembaca lewat kisahannya di novel ini. Bahkan, kita seperti dijebloskan pada gegap-gempita perasaan tokohnya. Kejutan, welas asih, dan simbol-simbol perempuan Jawa begitu kental. Ini memang novel yang edaan! Handoko sendiri memang gendheng!
M Djoko Yuwono – Redaktur Senior POS KOTA
***
"Novel ini sarat nilai. Cara Handoko F. Zainsam membangun cerita sangat kreatif. Dia menggoda pembacanya dg cara zigzag. Sayangnya dia terkesan ragu mengakhiri ceritanya. Kita disajikan ending yg menyisakan banyak tanya. Mungkin ini memang gaya Handoko yg memang nyentrik."
Miftah H. Yusufpati –Redaktur Pelaksana “Sindo Weekly”
***
"Ini novel memang gila. Tokoh-tokohnya hidup semua. Aku bahkan bisa merasakan kehadiran dan keberadaannya (Mbak Yanti). Ya, dia ada di suatu tempat. Anjrit! Mas Han bener-bener bikin aku gak bisa tidur. Kurang ajar sampeyan Mas. Bahkan, kadang aku merasa, akulah Mbah Suryo... Sori, Mas. Novel ini memang kurang ajar. Anjrit!"
Abah Yoyok – Penyair, Novelis, dan Penggiat Sastra dari Cisauk
***
Judul : Dua Tanda Kurung | I’m Still A Woman
Penulis : Handoko F Zainsam
Penerbit : Mata Aksara Publishing
Halaman : 276 Halaman
ISBN : 978-979-19451-6-5
Harga : Rp.70.000,-
Sudah bisa diperoleh di Gramedia dan Gunung Agung terdekat.
Pesen Langsung Harga Rp.50.000,- plus ongkos kirim
Hubungi : Inbox FB Handoko F. Zainsam

Renungan r.dani.b.wongsonegoro

Renungan
r.dani.b.wongsonegoro

Tak sendiri
Sribu kata menhujat
Meludah menyerampah sumpah
Seperti mengunyah menggigit menelan bangkai bernanah fitnah
Menujukmu dengan mata melotot
Iblis telah bersarang di hitam hatinya,jangan menangis dinda sayangku,engkau tak sendiri Tuhan bersamamu
Tuhan besarkan jiwamu
Tuhan sembuhkan luka di hatimu
Jika engkau sendiri
Tundukkan kepala
Sujudlah
Dalam hening bersunyi diri
Menangislah sepuas hatimu
Rebahkanlah jiwa ragamu
Tuhan tahu hidup ini sangaf susah
Tidurlah dala. DekalaNYA
Damailah sayang dalam PelukkanNYA
Sosonglah hari esok
Dengan semangat yang nembara
Renungkanlah
Jakarta.16.02.2016

Korrie Layun Rampan

Korrie Layun Rampan lahir di Samarinda, Kalimantan Timur, 17 Agustus 1953. Semasa muda, Korrie lama tinggal di Yogyakarta untuk berkuliah. Sambil kuliah, ia aktif dalam kegiatan sastra. Ia bergabung dengan Persada Studi Klub yang diasuh penyair Umbu Landu Paranggi. Di dalam grup ini telah lahir sejumlah sastrawan ternama seperti Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi A.G., Iman Budhi Santosa, Naning Indratni, Sri Setya Rahayu Suhardi, Yudhistira A.N.M. Massardi, dll.
Pengalaman bekerja Korrie dimulai ketika pada 1978 ia bekerja di Jakarta sebagai wartawan dan editor buku untuk sejumlah penerbit. Kemudian, ia menjadi penyiar di RRI dan TVRI Studio Pusat, Jakarta, mengajar, dan menjabat Direktur Keuangan merangkap Redaktur Pelaksana Majalah Sarinah, Jakarta. Sejak Maret 2001 menjadi Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Koran Sentawar Pos yang terbit di Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Di samping itu, ia juga mengajar di Universitas Sendawar, Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Dalam Pemilu 2004 ia sempat duduk sebagai anggota Panwaslu Kabupaten Kutai Barat, tetapi kemudian mengundurkan diri karena mengikuti pencalegan. Oleh konstituen, ia dipercayakan mewakili rakyat di DPRD Kabupaten Kutai Barat periode 2004-2009. Di legislatif itu Korrie menjabat sebagai Ketua Komisi I.
Sebagai sastrawan, Korrie dikenal sebagai sastrawan yang kreatif. Berbagai karya telah ditulisnya, seperti novel, cerpen, puisi, cerita anak, dan esai. Ia juga menerjemahkan sekitar seratus judul buku cerita anak dan puluhan judul cerita pendek dari para cerpenis dunia.
Novelnya, anatara lain, Upacara dan Api Awan Asap meraih hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta, 1976 dan 1998. Beberapa cerpen, esai, resensi buku, cerita film, dan karya jurnalistiknya mendapat hadiah dari berbagai sayembara. Beberapa cerita anak yang ditulisnya ada yang mendapat hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Cuaca di Atas Gunung dan Lembah (1985) dan Manusia Langit (1997). Selain itu, sejumlah bukunya dijadikan bacaan utama dan referensi di sekolah dan perguruan tinggi. (less)

Sejarah perjalanan Sastra Indonesia,

Sejarah perjalanan Sastra Indonesia, hampir sama panjangnya dengan sejarah Indonesia sebagai sebuah negara. Menelaah keragaman peralihan sastra dari satu masa ke masa berikutnya merupakan salah satu tugas sastra.
Puisi, sebagai bagian dari sastra, telah mengalami perubahan bentuk sesuai dengan periodesasi yang dijalaninya. Buku ini berisi kumpulan sajak-sajak puncak yang dihasilkan oleh delapan puluh penyair modern selama lebih kurang delapan puluh tahun perjalanan Sastra Indonesia (1908-2011).
Dirangkum oleh Korrie Layun Rampan yang kompetensinya dalam dunia sastra tak diragukan lagi, buku ini sangat penting untuk dibaca oleh para mahasiswa dan akademisi pecinta sastra. Tidak hanya untuk memahami perkembangan sastra semata, melainkan juga untuk memahami perkembangan kehidupan manusia dan kebudayaannya.
***
Korrie Layun Rampan telah menulis sekitar 300 judul buku sastra, meliputi novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, esai, dan kritik sastra. Telah meraih berbagai penghargaan, di antaranya pada 2006 memperoleh Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia atas dedikasi, kreativitas, prestasi, inovasi, kontinuitas dan kesetiaannya dalam bidang sastra selama lebih dari tiga puluh tahun. (less)
Paperback, 190 pages
Published September 2014 by Narasi

NYOLONG LUKISAN PRESIDEN Rg Bagus Warsono

NYOLONG LUKISAN PRESIDEN
Rg Bagus Warsono

Dullah, Basuki, Raden Saleh, Sujojono, dan Henkngatung
dipigura jati ukir Jepara
kawan presiden sesama pelukis negeri
dengan kavas tenda serdadu
melukis wajah perempuan
melukis payudara
gairah birahi kuda pejantan
memandang lama tak berkedip
dicengkeram tembok bata-malang
kapan kompi pasukan pengawal pesta
lengah oleh ciu , tayub, dan cerutu
nyolong lukisan presiden
Musik tetalu mengalun , tembang dandang gula lalu sinom
mabuk prajurit
lupa memeluk bedil
pigura lepas dinding istana
hanya nempel paku beton karatan
lukisan hilang digondol maling
sinden montok lunglai
susu ngalor ngidul
tembang ngawur semakin asyik
dini hari
maling melompat pagar
moncong bedil bingung siapa ditembak
umpat gamprat komandan jaga
lepas lencana istana!
Presiden tersenyum lalu tertawa
Kalian pengawal plagiat seperti seperti lukisan plagiat
siap !
lalu tercium asap kanvas dibakar.
Jakarta, 9 Desember 2015

Yanuar Masardi Kritik Hukum di Indonesia Lewat Puisi POTONG JARI MANISKU SAJA karya Rg. Bagus Warsono

Yanuar Masardi
Kritik Hukum di Indonesia Lewat Puisi POTONG JARI MANISKU SAJA karya Rg. Bagus Warsono
Hukum di Indonesia begitulah, ibarat sebuah gelanggang perang , siapa yang cerdik, siapa yang kuat, siapa yang berkuasa, dan siapa yang menjabat dialah yang berperan. Potret hukum di negeri ini perlu kritik agar menjadi semakin baik. Reformasi di bidang hukum seperti lambat bahkan tak ada perubahan. Ujung-ujungnya semua tergantung bagaimana niat aparat hukum di Indonesia mau memperbaikinya. Kritik yang dilakukan oleh penyair yang akhir-akhir ini populair kaena sentuhannya yang penuh makna dan mampu merebut hati pembaca di Tanah Air. Puisi yang dibukukan dalam Antologi Mas Karebet karya Rg Bagus Warsono ini sungguh sangat apik untuk dikaji kita semua.
POTONG JARI MANISKU SAJA
karya Rg. Bagus Warsono
Potong Jari Manisku Saja
Boleh di dua tanganku
dan sayur sup beraroma khas nusantara
kupersembahkan untuk tuan mulia
dengan pernyataan bermaterai sejuta
karna yang enamribu masih bisa ditipu
dan aku hadirkan seratus saksi biksu
karna saksi berni kalau seratusjuta
Tuan tak ada algojo muntilasi
tembak mati berarti menunggu
hukum mati berarti menunggu taubat
dikurung berari bersembunyi
banding berari menambah rezeki
boleh di dua tanganku
dengan mangkuk kuah kaldu
Potong jari manisku saja
tanpa publikasi
karena semua yakin untuk tulang sup negeri
dan ada cctv sebagai saksi tadi malam
yang tiada gambar karena petang
gelap warna meski baterai baru
yang terlihat hanya darah
menghitam menutupi semua layar
menimbulkan keyakinan hakim
tak pengaruh bila tiada jari manis
kalian bebas tanpa syarat..............................
Potong jari manisku saja katanya.
Indramayu, 23 Oktober 2013
Penyair kelahiran tegal ini mengibaratkan kasus hukum adalah sayur sop nusantara yang penuh kaldu sehingga penuh aroma. Baik yang memberikan gambaran makna luas hukum diIndonesia. Kepura-puraan kadang datang pada para penegak hukum , ia gambarkan dengan judulnya yang mewakili isi puisi ini.

Ia menulis rasa , cinta, kecintaan, keturunan, kekaguman dan juga keagungan Allah maha Pencipta, sebuah esai Antologi AURA karya Dharmadi DP oleh : Rg Bagus Warsono

Ia menulis rasa , cinta, kecintaan, keturunan, kekaguman dan juga keagungan Allah maha Pencipta, sebuah esai Antologi AURA karya Dharmadi DP
oleh : Rg Bagus Warsono
1)
SEGAN rasanya memberi kritik/esai antologi Mas Dharmadi DP, yang berjudul AURA apalagi telah diesai-i oleh sastrawan kenamaan Sides Sudyarto Penyair DS yang berjudul Sukma dalam Bahasa Penyair Dharmadi DP. Kita berada dalam bayang raga tanpa jiwa, dalam kondisi nol sebagai mahluk. Ainun Nadjib bilang urutan manusia itu , mahluk baru manusia kemudian muslim. Untuk tidak mau dikatakan sebagai muslim sebelum menjadi mahluk manusia yang mengakui ciptaannya.
Kita berada dalam keambang sadar ketika memulai membuka puisi 'kenabian (ungkapan terlalu tinggi) jika mau mengatakannya. Sebab ditiap lembar Aura antologi itu berkisah hidup, mati, dan hakekat kehidupan ini. Betapa orang tua kita mengatakan di dunia ini hanya 'andon ngombe atau mampir sebetar hanya untuk minum. Dharmadi DP pun memulai dengan "di kuburan" : //....//ruh siapa yang nyasar dikuburan ,/ tempurungnya tersampar//...// .
Tidak tidak, tidak kita tak akan membedah Aura Anda (Dharmadi), namun lembar berikut menggoda, seperti "ingin kulukis di sela kembar payudaramu". Kataku juga apa? ia bermain asmara. Namun Ia tidak bercinta dengan "penari topeng" dan bukan pula "mencari kosong" atau tak menentu "kembali pulang merapat bayang" tetapi sungguh menyimpan Aura. Sebagai aura yang memutih, memutih dalam api diri. Demikian Dharmadi DP selintas memberikan perumpamaan manusia hidup dalam jiwa rasa dunia. Ia menulis rasa , cinta, kecintaan, keturunan, kekaguman dan juga keagungan Allah maha Pencipta.

PENGAKUAN SASTRAWAN BUKAN MENCETAK ANTOLOGI PUISI catatan kecil : Agus Warsono

PENGAKUAN SASTRAWAN BUKAN MENCETAK ANTOLOGI PUISI
catatan kecil : Agus Warsono
DOELOE bukan main senangnya ketika karya sastraku dimuat di salah satu media cetak regional , kala itu di Indramayu tak ada media cetak yang ada di Cirebon dan Bandung. Kira-kira tahun 80-an. Seakan kebanggaan besar, bagi pemula seperti saya kala itu yang masih duduk di bangku sekolah guru. Kebanggaan pengakuan dari seorang pengasuh kolom sastra sebuah media kepada seorang sastrawan pemula. Apalagi disekolahku dulu koran mingguan regional itu (PR Edis Cirebon/redaktur budayanya Nurdin M Noor kalau tidak salah ) itu dipasang di majalah dinding sekolah.
Kejadian semacam itu mungkin dialami oleh sastrawan lain meski bobot dan publikasinya lebih luas. Hal demikian biasa media cetak tersebut membedakan karya dengan jumlah honorarium yang diberikan. Terlepas dari itu semua pendek kata untuk bisa dimuat di media massa memerlukan karya yang baik disamping seleksi ketat redaktur mengingat banyaknya karya yang datang di meja redaktur budaya.
Lain doeloe lain sekarang kini tak ada lagi penilaian atau pengantar/catatan redaksi/komentar/esai pendek seorang redaktur budaya mengantarkan karya puisi/cerpen penyair/sastrawan bila pun ada hanya dimedia cetak nasional yang bersar seperti PR, Republika, Kompas, saja. Bila penulis pemula mengirimkan karya ke media ini dijamin berkemungkinan seribu satu.
Demikian sastrawan dibentuk dari kesungguhan cita rasa terhadap satra dengan talenta tersendiri. Lambat laun datang juga pengakuan orang lain atas karya itu secara bertahan dan mungkin perlahan. Talenta yang diasah akan menghasilkan karya yang bagus. Pada gilirannya pengakuan menimbulkan minat orang lain untuk mempublikasikan atau mendokumentasikan seperti memuat dalam koran majalah atau menerbitkannya dalam buku dan alat dokumentasi lainnya.
Perkembangan sastra menunjukan kegembiraan dengan semakin banyaknya karya sastra muncul baik media cetak maupun elektronik. Karya sastra demikian banyak sehingga bukan tidak mungkin akan tumbuh persaingan yang tidak sehat dalam mempublikasikannya.
Kepiawaian mempublikasikan karya sastra menjadikan sastrawan cepat populair, sebaliknya karya bagus tak pandai mempublikasikan menjadikan teman arsip lapuk yang disimpan di rak butut pula. Namun yang lapuk itu kelak menjadi barang langka yang akan dicari kemudian.
Sastrawan instan akhirnya muncul bak jamur dimusim hujan, hanya dengan uang kurang dari 2 jt anda akan memeperoleh buku karya anda itu dicetak penerbit lengkap dengan ISBN dan Hak Cipta. Apakah sastrawan ini termasuk sastrawan, jawabnya bisa mungkin. Namun ia akan diadili publik apakah karyanya itu layak atau tidak dinikmati sebagai karya sastra. Meski peluncuran buku sastrawan instan ini dibuat meriah, dengan kata pengantar penyair kondang yang tentu saja dibayar mahal belum menjamin karya itu diakui sebagai karya yang bagus, juga penyairnya belum tentu cepat dinobatkan sebagai penyair, sebab sebab penyair atau sastrawan bukan pengakuan diri tetapi orang lainlah yang memberinya. Jadi tidak asal cetak antologi kemudian disebut sastrawan. (masagus/agus warsono/rg bagus warsono)

Puisi tak pernah kemarau. Rg Bagus Warsono

Puisi tak pernah kemarau.
Temanku di Semarang Wardjito Soeharso, penyair, berusaha terus menghidupi puisi , begitu juga penyair Heru Mugiarso, ia telah memberi gagasan (PMK) seakan menyebar benih puisi. Lain lagi dalam sebuah kesempatan penyair Syarifuddin Arifin Dua senantiasa mengajak yang muda-muda utuk terus memelihara budaya menulis puisi. Sedang penyair intelektual Bambang Widiatmoko ada saja slalu gagasannya setiap tahunnya. Begitu pula Mas Bambang Eka Prasetya begitu rajinnya ia membimbing dan menjalin persahabatan terhadap para pecinta puisi di Tanah Air. Sedangkan Sosiawan Leak terus berkiprah tak henti menginventaris puisi hingga 'PMK V sekarang. Di tempat lainnya di seberang pulau penyair Arsyad Indradi dan Ibramsyah Amandit adalah adalah orang tua yang patut mendapat tauladan karena kepeduliannya membina penyair muda. Sahabatku Wayan Jengki Sunarta, di Bali tak henti berkreatif. Teman-teman di Tangerang barusan selenggarakan silaturahmi penyair nusantara yang dimotori perempuan penyair Rini Intama, dan penyair Trip Umiuki. Nun jauh di sana di kupang penyair Dedari Rsia tengah rajin menghidupkan puisi dalam kemasan tersendiri. Banyak juga penyair yang membikin hujan puisi seperti pemyair Kurniawan Junaedhie. Di Serang Toto S Toto St Radik mungkin tengah akan membuat kejutan berikutnya. Sahabatku Ali Arsy adalah penyair produktif. Sedang sukses Mas Sofyan RH Zaid membuat semangat penyair lainnya. Tentu saja masih banyak penjaga puisi lain, Acep Syahril kini punya koran sendiri agar dapat menampung hujan puisi. Wah pendek kata puisi tak pernah kemarau. Salam sastra Indonesia.

Iksaka Banu

Iksaka Banu lahir di Yogyakarta, 7 Oktober 1964. Menamatkan kuliah di Jurusan Desain Grafis, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Bekerja di bidang periklanan di Jakarta hingga tahun 2006, kemudian memutuskan
menjadi praktisi iklan yang bekerja lepas.
Semasa kanak-kanak (1974–1976), ia beberapa kali mengirim tulisan ke rubrik Anak Harian Angkatan Bersenjata. Karyanya pernah pula dimuat di rubrik Anak Kompas dan majalah Kawanku. Namun, kegiatan menulis terhenti karena tertarik untuk mencoba melukis komik. Lewat kegiatan melukis komik ini, ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama, ia memperoleh kesempatan membuat cerita bergambar berjudul “Samba si Kelinci Perkasa” di majalah Ananda selama 1978.
Setelah dewasa, kesibukan sebagai seorang pengarah seni di beberapa biro iklan benar-benar membuatnya seolah lupa dunia tulis-menulis. Pada tahun 2000, dalam jeda cuti panjang, ia mencoba menulis cerita pendek dan ternyata dimuat di majalah Matra. Sejak itu ia kembali giat menulis. Sejumlah karyanya dimuat di majalah Femina, Horison, dan Koran Tempo. Dua buah cerpennya, “Mawar di Kanal Macan” dan “Semua untuk Hindia” berturut-turut terpilih menjadi salah satu dari 20
cerpen terbaik Indonesia versi Pena Kencana tahun 2008 dan 2009.

Pembaca itu Nomor Satu Oleh Rg Bagus Warsono

Pembaca itu Nomor Satu
Oleh Rg Bagus Warsono
1. Karya tulis itu sebaiknya dibaca
Salah satu pengakuan bahwa Anda seorang penyair adalah karya Anda itu dibaca orang lain. Semakin banyak pembaca karya Anda maka semakin banyak orang tahu penulisnya, Semakin banyak lagi karya Anda dibaca orang lain maka tubuh pengakuan publik. Kemudian semakin bayak lagi oang membaca maka semakin yakin Anda seorang penyair dengan karya yang nyata. Karena itu peran pembaca karya syair yang Anda tulis sangat penting bagi seseorang yang terjun ke dunia kepenyairan. Hal membaca tentu terdapat berbagai tingkatannya hinga membaca apresiatif dengan kemudian si pembaca melakukan aktifitas setelah membaca tulisan tadi. Tulisan Anda kelak setelah dibaca akan memunculkan resensi, kritik, esai, ulasan, tinjauan, atau tulisan itu menjadi rujukan referensi yang mengkokohkan kepenyairan itu. Lambat laun publik akan menilai sebuah karya dan penulisnya apakah layak atau tidak disebut sebuah karya seni dan penulisnya disebut seorang oenyair. Oleh karena itu untuk memberikan respon baik bagi pembaca sebaiknya penyair membuat tulisan yang membuat gairah pembaca untuk dibaca. Ini jelas berarti sebuat tulisan harus menarik bagi sasaran (pembaca) yang dikehendakinya.
2. Karya yang tepat sasaran pembaca
Sebuah karya tulis apa pun jenisnya harus memiliki sasaran pembaca atau dalam kata lain siapa pembacanya. Akan lebih spesifik bila kita mulai fokus pada jenis sastra yang kita sukai. Misalnya puisi. Penulis pernah membuat puisi untuk sasaran anak-anak Taman Kanak-kanak (TK) . Ternyata tidak gampang membuat puisi untuk konsumen anak TK. Bahasanya harus disesuaikan dengan perbendaharaan kata yang dimiliki anak usia TK, kemudian penggunaan pilihan kata huruf yang juga mudah dipahami, bentuk dan besar besar kecil huruf, karakter isi, serta tema-tema yang disukai anak TK.
Jadi, mengarang itu tidak semudah yang dibayangkan. Karenanya sangatlah tidak bijak andai seorang senior menilai puisi si 'A jelek atau puisi si 'B bagus. Kita harus bijak dan mampu mengapresiasi dari berbagai sudut dan batasan yang hendak kita nilai itu. Sungguhpun terdapat tata kata yang kurang atau pilihan kata yang tidak tepat atau pilihan kata yang kurang bernas atau yang tidak mengandung unsur bahasa puitis kita dapat memakluminya sebagai bentuk diri seorang penulis mulai berproses.
3. Respon pembaca
Karya sastra adalah juga pesan. Sesuatu pesan yang hendak disampaikan oleh penulisnya. Sebagaimana pesan dalam arti harfiah memiliki harapan respon dari pesan itu. Respon dalam karya sastra adalah apresiasi. Sejauhmana pembaca mengapresiasi karya kita adalah sejauh mana kekuatan tulisan itu dapat memberikan respon. Pada tahun awal 2014 tim 8 (Jamal D Rachman dkk) bersama pusat Dokumentasi HB Jassin meluncurkan buku 33 Tokoh Sastrawan Indonesia Berpengaruh, dalam hitungan jam buku itu mendapat respon pro dan kontra dari masyarakat. Ini artinya buku itu memiliki kekuatan 'pesan yang luar biasa sehingga respon begitu banyak. Terlepas dari isi bukunya, judulnya saja sudah menggugah orang untuk memberikan respon balik. Ini menandakan penulis berhasil memberikan pesan pada masyarakat. Jika demikian tulisan kita harus pandai untuk menarik minat orang lain memberikan respon apresiasi dari karya itu. Tentu saja ini berkaitan dengan hal-hal apa yang disukai masyarakat, yang lagi ngetrend di masyarakat atau yang lagi dirindukan masyarakat dll.
4. Respon diri pembaca istimewa
:"Gila!', "Hebat ! ", Wah!', "Busyeeet !", sampai mengumpat " Asu koe !" sambil menyebut nama penyairnya setelah membaca karya puisi dari seorang penyair. Inilah yang disebut respon istimewa. Bahkan ada yang sambil membanting buku antologi itu. Bila sampai pada tahapan ini penyair demikian telah dapat memberikan respon istimewa pada pembacanya meskipun hanya satu buah puisi. Artinya penyair demikian telah mampu membuahkan karya yang penuh apresiatif dan tentu saja karya yang sangat bagus.
5. Pembaca setia (fand pembaca)
Minat membaca berhubungan erat dengan tokoh penulis. Pembaca novel misalnya, nama penulis menjadi fand pembaca. Jika ini menjadi kegemaran, maka bukan tidak mungkin nama penulisnya menjadi erat dengan minat baca pembaca. Orang akan lebih memilih penulis yang disukainya ketimbang penulis nofel lain yang belum pernah dikenalnya. Begitu juga puisi, puisi-puisi tokoh sastrawan terkenal seperi Rendra, misalnya, akan lebih dahulu 'dilirik ketimbang penyair lain walau dipajang dietalase yang sama. Oleh karena itu daya tarik itu perlu digali dari berbahai penampilan buku agar penyair mendapat cepat apresiasi pembaca. Disamping judul yang menarik juga penampilan cover buku yang menarik pula.
Pentingnya untuk mendapatkan pembaca setia ini sampai-sampai penyair melakukan cara agar karyanya segera dibaca, mesalnya peluncuran buku, bedah buku, lomba baca puisi, lomba resensi, atau aktifitas lain dalam rangka merebut pembaca. Pembaca setia adalah kekayaan penyair tersendiri, karena itu pembaca setia perlu dipupuk agar berkembang dan memberikan apresiasi tinggi. Penyair layaknya juga artis (seniman) jika memiliki fand pembaca maka dengan sendirinya cepat terkenal dan sukses.
*penulis pengasuh sanggar sastra dan lukis Meronte Jaring, Indramayu

PUISI DAN POLITIK, Handrawan Nadesul


PUISI DAN POLITIK
TERASA ada yang berbunyi dalam pidato pengukuhan Guru Besar Alois Agus Nugroho. Bahwa kekuasaan dan kepemimpinan membutuhkan aspek puitis (Kompas, 4/06/04). Bunyi itu relevan dan menggelitik batin kita yang lagi bingung mencari pemimpin bangsa yang eligible.
Pesan pidato itu menyiratkan perlunya kesadaran bahwa tanpa sentuhan “puisi” betapa kekuasaan dan kepemimpinan cenderung keras dan kasar. Setiap pemimpin perlu ruang batin untuk diisi “puisi-puisi” kehidupan. “Kepemimpinan pascamodern perlu menyadari bahwa kekuasaan dan kepemimpinan perlu memiliki aspek puitis.”
Pidato itu ditutup dengan pesan, “Para pemegang kekuasaan dan pemegang tampuk kepemimpinan yang tidak memiliki apresiasi terhadap sastra, musikal, atau puisi, sudah semestinya keluar dari lingkaran elite”.
Menarik. Seelok itukah angan-angan politik bangsa kita?
Tidak ada catatan kita pernah punya presiden yang penyair. Bung Karno cuma apresiator sastra. Namun beberapa presiden Amerika tercatat menyukai puisi, dan mantan presiden Abraham Lincoln sendiri penyair selama bersahabat dengan penyair Walt Whitman.Sentuhan puitis memberinya persona antiperbudakan,dan semangat demokrasi.
Diberitakan Presiden Bush juga menulis puisi, dan mantan presiden Bill Clinton berapresiasi sengaja mengundang tiga penyair kenamaan ke Gedung Putih saat Bulan Puisi Nasional. Tak banyak yang tahu kalau Donald Rumsfeld (Menhankam AS) juga seorang penyair. Membaca setiap pidato mantan presiden Ronald Reagan semasa hidupnya dulu kita merasakan betapa kaya ungkapan puitisnya. Bukti bahwa dalam pendidikan Barat kesusastraan sama vitalnya dengan matematik.
Dulu penyair dipandang sebagai pujangga, penasihat raja. Boleh jadi lantaran dibanding orang biasa kelebihan penyair memiliki kepekaan sosial, visioner, lebih dahulu menangkap apa-apa yang orang biasa belum atau gagal menangkapnya, jujur pada kata hati, bicara apa adanya, dan patuh serta hormat kepada kebenaran hidup.
Pablo Neruda, penyair Chili yang beradab dalam berpolitik, dan pernah menjadi kandidat presiden Chili sebelum mendapat Hadiah Nobel. Leopold Sedar Senghor, penyair dan pejuang Senegal yang menjadi presiden setelah merebut kemerdekaan dari Prancis, pioner demokrasi dan kebebasan pers, memilih turun terhormat dan memberikan kekuasaannya kepada perdana menterinya setelah 20 tahun memerintah. Jackues Chirac pemuka Prancis, bangsa yang pernah menjajahnya menulis catatan saat kematian Senghor sang penyair yang presiden itu, “Poetry has lost a master, Senegal stateman, Africa a visionary and France a friend”.
BUAT kita sendiri, sastra dan kesenian nyatanya semakin terpinggirkan dari kehidupan berbangsa, bangsa yang katanya berbudaya. Rubrik sastra koran dan majalah sudah lama tersisih oleh iklan dan berita ekonomi. Anak sekolah kita lebih tertarik budaya pop ketimbang bersastra dan berkesenian. Kesusastraan dan kesenian bukan lagi bagian integral dan sosok internalisasi kepribadian anak sekolah kita.
Sekolah kita tidak mewajibkan sastra menjadi bagian dari kehidupan anak didik. Barangkali di situ awal kerisauan elite bangsa, betapa majal ekspresi dan kepekaan hidup rata-rata anak dan masyarakat kiwari kita. Mungkin itu pula sebab banyak produk pejabat yang tidak peka, kurang berempati, boleh jadi sebab pendidikan kurang memberikan ruang batin untuk membangun keelokan itu. Kalau ada juga pejabat berdeklamasi dan membaca puisi, itu cuma tugas seremonial belaka.
Persona penyair wajah arif kehidupan. Jarang terjadi puisi dan perang tampil dalam tubuh kalimat yang sama. Boleh jadi betul pesan Guru Besar Alois di atas, bahwa dalam berpolitik, kita memerlukan lebih banyak sentuhan “puisi” agar bangsa tidak sampai tercerai-berai. Aspek puitis dalam kehidupan, bukan cuma ada pada sosok puisi itu sendiri, namun tercurah dalam kehidupan dengan spirit berpuisi. Puisi ada di mana-mana sudut kehidupan. Eloknya juga perlu hadir dalam setiap tampuk kepemimpinan.
Puisi adalah petuah, mantera, dan kehidupan itu sendiri. Puisi itu vitamin batin, kerja otak kanan yang membuat sikap hidup insani menjadi halus dan lunak, yang menjadikan politik dan sikap berpolitik lebih santun dan beradab.
Sudah lama dunia internasional membangun puisi sebagai terapi (The International Association for Poetry Therapy). Banyak klub dan organisasi terapi puisi di dunia. Puisi sebagai obat stres bukan isapan jempol. Puisi menyimpan efek relaksasi (Dietrich von Bonin, Henrik Bettermann).
Dari studi yang sama terungkap efek puisi bukan cuma pada manajemen stres, melainkan bisa mencegah penyakit jantung, dan gangguan pernapasan juga. Periset meneliti efek puisi dapat mengendurkan denyut jantung, dan irama napas jadi harmoni (International Journal of Cardiology 6/09/02). Dengan puisi temperamen politisi pun mestinya bisa menjadi lebih jinak.
BERPUISI, bersastra, dan berkesenian, harus menjadi salah satu adonan dalam pembangunan karakter bangsa. Krisis multidemensi kita diperburuk dan diperpelik oleh timpangnya pembangunan bangsa selama ini yang mendahulukan pembangunan sosok, namun mengabaikan pembangunan “inner beauty” bangsa. Pembangunan ekonomi mempercantik sosok bangsa, puisi dan sastra membuatnya beradab. Termasuk menjadikannya elitis saat berpolitik. ***
HANDRAWAN NADESUL, dokter, penulis kolom dan buku.
(Sudah dimuat di Harian Kompas 2004)

TANDA-TANDA REVOLUSI

TANDA-TANDA REVOLUSI
“Kalian tahu kapan saat revolusi tiba? Tak lain adalah ketika penindasan kaum penjajah terhadap rakyat sudah sampai di pangkal leher hingga kaum kromo memilih mati ketimbang hidup sebagai budak! Serupa revolusi di Mesir, India, Tiongkok, Jerman, dan Rusia, ketika unjuk rasa berlangsung tak berujung karena rakyat sudah kenyang menahan lapar! Ketika rakyat sekadar tertawa saat pentungan atau peluru polisi datang menghantam! Ketika pengusaha pribumi menolak membayar pajak dan kaum tani merebut kembali tanah-tanah mereka! Ketika serikat buruh kereta dan kapal menentang pembuangan para pemimpin rakyat! Ketika massa aksi mematahkan jeruji penjara dan para pemimpin rakyat dibebaskan! Ketika para serdadu penjajah dimamah perasaan bersalah sampai tidak berani menembak rakyat yang tak bersenjata! Ketika kulit putih tidur dengan pistol di tangan dan tak berani bersantap sebelum hidangannya diperiksa dokter! Semua itu adalah alamat semangat revolusi sudah berurat akar di dalam dada dan benak rakyat Hindia. Jika semua itu sudah berlaku, tidak ada lagi obatnya kecuali dengan kemerdekaan Hindia!”
(Tan Malaka dalam novel TAN).
---------------------------------------
Pengarang: Hendri Teja
SC | 14 x 21 cm | 427 hlm.
ISBN: 978-602-6799-06-7
Harga: Rp88.000.
---------------------------------------
Dapatkan di Gramedia Jawa dan Bali setelah tanggal 1 Maret 2016, Gramedia Sumatera setelah tanggal 10 Maret 2016, Gramedia Kalimantan, Sulawesi, dll. setelah tanggal 20 Maret 2016.
Novel ini bisa dibeli langsung ke penerbit dengan harga khusus Rp74.000 (belum termasuk ongkos kirim) dengan mengirim pesan melalui SMS/WhatsApp: 0812-8765-4445, PIN BB: 575853B2. Sertakan nama, alamat, dan nomor kontak yang bisa dihubungi dalam pemesanan.

DALAM TABIR MALAMKU, *Bambang Priatna,

DALAM TABIR MALAMKU
Kuingin kau selalu ada memberikan senyummu
Kuingin berhangat dengan binar lembut kasihmu
Alangkah indahnya dan 'kan selalu kurindukan itu
Kuingin selalu melihatmu menangis di hadapanku
Kuingin membasahi lenganku dengan bening sayangmu
Alangkah sejuknya dan 'kan selalu kuharapkan itu
Semoga saja
Semua hanya keindahan semata
Senantiasa waktu memantik rasa kala fajar membuka
*Bambang Priatna, Jkt 23Feb2016

Emha Ainun Nadjib

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib (lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 56 tahun) adalah seorang tokoh intelektual yang mengusung nafas islami di Indonesia. Ia merupakan anak keempat dari 15 bersaudara. Pendidikan formalnya hanya berakhir di Semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Gontor Ponorogo karena melakukan ‘demo’ melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian pindah ke Yogya dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi.
Emha Ainun Nadjib
Lima tahun hidup menggelandang di Malioboro Yogya antara 1970-1975 ketika belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat mempengaruhi perjalanan Emha.
Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).
Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensialitas rakyat. Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang mBulan, ia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10-15 kali per bulan bersama Musik Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40-50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Selain itu ia juga menyelenggarakan acara Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki. Kenduri Cinta adalah forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas genre.
Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.
Daftar isi:
1. Teater
2. Puisi/Buku
3. Essai/Buku
4. Pranala luar
1. Teater
Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halimd HD, jaringan kesenian melalui Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti dan menghasilkan repertoar serta pementasan drama. Beberapa karyanya:
• Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan ‘Raja’ Soeharto),
• Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
• Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
• Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
• Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun),
• Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
• Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
• Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, serta Duta Dari Masa Depan.
2. Puisi/Buku
Menerbitkan 16 buku puisi:
• “M” Frustasi (1976),
• Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
• Sajak-Sajak Cinta (1978),
• Nyanyian Gelandangan (1982),
• 99 Untuk Tuhanku (1983),
• Suluk Pesisiran (1989),
• Lautan Jilbab (1989),
• Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),
• Cahaya Maha Cahaya (1991),
• Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
• Abacadabra (1994),
• Syair Amaul Husna (1994)
3. Essai/Buku
Buku-buku esainya tak kurang dari 30 antara lain:
• Dari Pojok Sejarah (1985),
• Sastra Yang Membebaskan (1985)
• Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
• Markesot Bertutur (1993),
• Markesot Bertutur Lagi (1994),
• Opini Plesetan (1996),
• Gerakan Punakawan (1994),
• Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
• Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
• Slilit Sang Kiai (1991),
• Sudrun Gugat (1994),
• Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
• Bola- Bola Kultural (1996),
• Budaya Tanding (1995),
• Titik Nadir Demokrasi (1995),
• Tuhanpun Berpuasa (1996),
• Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997),
• Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997),
• Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
• 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
• Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998),
• Kiai Kocar Kacir (1998),
• Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (Penerbit Zaituna, 1998),
• Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999),
• Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
• Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
• Menelusuri Titik Keimanan (2001),
• Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
• Segitiga Cinta (2001),
• Kitab Ketentraman (2001),
• Trilogi Kumpulan Puisi (2001),
• Tahajjud Cinta (2003),
• Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003),
• Folklore Madura (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress, 164 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-02-0),
• Puasa Itu Puasa (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress, 264 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-01-2),
• Syair-Syair Asmaul Husna (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta; Penerbit Progress, 196 hlm; 12cm x 20cm, ISBN: 979-9010-0-53)
• Kafir Liberal (Cet. II, April 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress, 56 hlm; 12cm x 18cm, ISBN: 979-9010-12-8),
• Kerajaan Indonesia (Cet. II, Agustus 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress, 400 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-15-2),
• Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006),
• Istriku Seribu (Cet. I, Desember 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress, 64 hlm; 12cm x 18cm, ISBN: 979-9010-20-9),
• Orang Maiyah (Cet. I, Januari 2007, Yogyakarta; Penerbit Progress,196 hlm; 12cm x 20cm, ISBN: 979-9010-21-7),
• Tidak. Jibril Tidak Pensiun (Cet. I, Juli 2007, Yogyakarta: Penerbit Progress,248 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-22-5),
• Kagum Pada Orang Indonesia (Cet. I, Januari 2008, Yogyakarta; Penerbit Progress, 56 hlm; 12cm x 18,5cm, ISBN: 978-979-17127-0-5),
• Dari Pojok Sejarah; Renungan Perjalanan Emha Ainun Nadjib (Cet. I, Mei 2008, Yogyakarta: Penerbit Progress, XIX + 227 hlm; HVS 65gr; 22,5cm x 20cm, ISBN: 978-979-17127-1-2)
4. Pranala luar
• (id) Emha Ainun Nadjib Official Site
• (id) KiaiKanjeng Official Site
• (id) Tikungan Iblis Teater Dinasti
• (id) Emha Ainun Nadjib di TokohIndonesia.com
Daftar kategori: Orang hidup, Kelahiran 1953, Penulis Indonesia, Budayawan Indonesia, Penyair Indonesia, Tokoh dari Jombang, Tokoh Yogyakarta
Bahasa lain: Bahasa Melayu

Eko Tunas

Eko Tunas
Eko Tunas (lahir di Kota Tegal, Jawa Tengah, 18 Juli 1956; umur 52 tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia. Seniman serbabisa, ini menulis, melukis, dan berteater sejak masih duduk di bangku SMA. Saat ini tinggal dan menetap di Kota Semarang. Ratusan tulisan (puisi, cerpen, novel, dan esai) tersebar di berbagai media massa di Indonesia, antara lain; Pelopor Yogya, Masa Kini, Bernas, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Wawasan, Cempaka, Bahari, Dharma, Surabaya Pos, Jawa Pos, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Suara Karya, Pelita, Republika, Kompas, Horison, dan lain-lain. Di kalangan masyarakat Tegal, Eko Tunas juga dikenal sebagai pelopor penggunaan istilah John dan Jack, sebuah cara menyebut sesama rekan sejawat (John dan Jack Pergi dari Tegal, Joshua Igho BG, Kompas Cetak, 25 September 2002)

Eka Kurniawan

Eka Kurniawan
Melakukan debutnya pertama kali di dunia sastra dengan menerbitkan karya non-fiksi, Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis (diterbitkan pertama kali oleh Aksara Indonesia, 1999; diterbitkan kedua kali oleh Penerbit Jendela, 2002; dan diterbitkan ketiga kali oleh Gramedia Pustaka Utama, 2006). Karya fiksi pertamanya, sebuah kumpulan cerita pendek, diterbitkan setahun kemudian: Corat-coret di Toilet (Aksara Indonesia, 2000).
Debut novel pertamanya meraih banyak perhatian dari pembaca sastra Indonesia, Cantik itu Luka (terbit pertama kali oleh Penerbit Jendela, 2002; terbit kembali oleh Gramedia Pustaka Utama, 2004; diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh Ribeka Ota dan diterbitkan oleh Shinpu-sha, 2006). Disusul kemudian oleh novel kedua, Lelaki Harimau (Gramedia Pustaka Utama, 2004).
Karyanya yang lain adalah dua jilid kumpulan cerita pendek: Cinta tak Ada Mati dan Cerita-cerita Lainnya (Gramedia Pustaka Utama, 2005), dan Gelak Sedih dan Cerita-cerita Lainnya (Gramedia Pustaka Utama, 2005; di dalamnya termasuk kumpulan cerita pendek Corat-coret di Toilet). Beberapa cerita pendeknya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Swedia.
Selain menulis, ia juga membuat komik. Kini tinggal di Jakarta bersama istrinya, penulis Ratih Kumala.
Daftar isi:
1. Bibliografi
2. Bibliografi dalam Bahasa Asing
3. Bibliografi Terjemahan
4. Pranala luar
1. Bibliografi
Cantik itu Luka
• Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis (Non Fiksi, 1999)
• Cantik itu Luka (Novel, 2002)
• Lelaki Harimau (Novel, 2004)
• Cinta Tak Ada Mati dan Cerita-cerita Lainnya (Cerita Pendek, 2005)
• Gelak Sedih dan Cerita-cerita Lainnya (Cerita Pendek, 2005)
2. Bibliografi dalam Bahasa Asing
• Bi wa Kizu (dari Cantik itu Luka, diterjemahkan oleh Ribeka Ota, bahasa Jepang, Shinpusha, 2006)
3. Bibliografi Terjemahan
• Pemogokan (Hikayat dari Italia) -karya Maxim Gorky
• Cannery Row -karya John Steinbeck
• Catatan Harian Adam dan Hawa -karya Mark Twain
• Cinta dan Demit-demit Lainnya -karya Gabriel Garcia Marquez
4. Pranala luar
• (id) Eka Kurniawan Project tentang penulis dan karyanya
• (id) Gramedia Pustaka Utama Pengarang: Eka Kurniawan
• (id) Kontribusi Eka Kurniawan di Pantau.or.id
Daftar kategori: Orang hidup, Kelahiran 1975, Sastrawan Indonesia, Novelis Indonesia, Penulis Indonesia, Alumni Universitas Gadjah Mada, Tokoh dari Tasikmalaya
Bahasa lain: English, Nederlands

D. Zawawi Imron

D. Zawawi Imron
D Zawawi Imron (lahir di Batang-batang, Sumenep, Madura, 1945, tidak diketahui tanggal dan bulannya) adalah sastrawan Indonesia.
Penyair yang tidak tamat Sekolah Rakyat ini tetap tinggal di desa kelahirannya. Dia memenangkan hadiah utama penulisan puisi ANTV (1995).
Bersama Dorothea Rosa Herliany, Joko Pinurbo, dan Ayu Utami, Zawawi pernah tampil dalam acara kesenian Winter Nachten di Belanda (2002).
1. Karyanya
• Semerbak Mayang (1977)
• Madura Akulah Lautmu (1978)
• Celurit Emas (1980)
• Bulan Tertusuk Ilalang (1982; yang mengilhami film Garin Nugroho berjudul sama)
• Nenek Moyangku Airmata (1985; mendapat hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K, 1985)
• Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996)
• Lautmu Tak Habis Gelombang (1996)
• Madura Akulah Darahmu (1999).
Artikel mengenai biografi tokoh Indonesia ini adalah suatu tulisan rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia .
Daftar kategori: Rintisan biografi Indonesia, Sastrawan Indonesia
Eka Kurniawan
Eka Kurniawan (lahir di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, 28 November 1975; umur 33 tahun) adalah seorang penulis asal Indonesia. Ia memperoleh pendidikan dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Dyah Merta

Dyah Merta
Dyah Indra Mertawirana, lahir di Ponorogo, 21 Juli 1978 adalah sastrawan Indonesia.
1. Karyanya
• Heitara (kumpulan cerpen, 2005)
• Pinnisi, Petualangan Orang-orang Setinggi Lutut (cerita anak, 2005)
• Peri Kecil di Sungai Nipah (novel, 2007)
Artikel mengenai biografi tokoh Indonesia ini adalah suatu tulisan rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia .
Daftar kategori: Rintisan biografi Indonesia, Kelahiran 1978, Sastrawan Indonesia

Djenar Maesa Ayu

Djenar Maesa Ayu
Lahir 14 Januari 1973 (umur 36)
Jakarta, Indonesia
Pekerjaan aktris, penulis
Tahun aktif 2003 – sekarang
Anak Banyu Bening dan Btari Maharani
Orang tua Syuman Djaya dan Tutie Kirana
1. Karya-karya
Buku pertama Djenar yang berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet! telah cetak ulang sebanyak delapan kali dan masuk dalam nominasi 10 besar buku terbaik Khatulistiwa Literary Award 2003, selain juga akan diterbitkan dalam bahasa Inggris. Saat ini cerpen dengan judul yang sama sedang dalam proses pembuatan ke layar lebar. Cerpen “Waktu Nayla” menyabet predikat Cerpen Terbaik Kompas 2003, yang dibukukan bersama cerpen “Asmoro” dalam antologi cerpen pilihan Kompas itu.
Sementara cerpen “Menyusu Ayah” menjadi Cerpen Terbaik 2003 versi Jurnal Perempuan dan diterjemahkan oleh Richard Oh ke dalam bahasa Inggris dengan judul “Suckling Father” untuk dimuat kembali dalam Jurnal Perempuan versi bahasa Inggris, edisi kolaborasi karya terbaik Jurnal Perempuan.
Buku keduanya, Jangan Main-main (dengan Kelaminmu) juga meraih sukses dan cetak ulang kedua hanya dua hari setelah buku itu diluncurkan pada bulan Februari 2005. Kumpulan cerpen berhasil ini meraih penghargaan 5 besar Khatulistiwa Literary Award 2004.
Nayla adalah novel pertama Djenar yang juga diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Bukunya yang terbaru berjudul Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek, yang merupakan kunpulan cerpen.
2. Filmografi
• Boneka dari Indiana (1990)
• Koper (2006)
• Cinta Setaman (2008)
• Dikejar Setan (2009)

Korrie Layun Rampan,

Korrie Layun Rampan,
Korrie Layun Rampan dilahirkan di Samarinda, Kalimantan Timur, 17 Agustus 1953 – 19 Nofember 2015 Ayahnya bernama Paulus Rampan dan ibunya bernama Martha Renihay- Edau Rampan. Korrie telah menikah dengan Hernawati K.L. Rampan, S.Pd. Dari pernikahannya itu Korrie dikarunia enam orang anak.
Alamat : Karang Rejo, RT III Kampung Sendawar Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur 75576 Kotak Pos 99 Barong Tongkok.
Telepon : 081520936757
Faksimile : (0545) 41278, 41501
Semasa muda, Korrie lama tinggal di Yogyakarta. Di kota itu pula ia berkuliah. Sambil kuliah, ia aktif dalam kegiatan sastra. Ia bergabung dengan Persada Studi Klub-- sebuah klub sastra-- yang diasuh penyair Umbu Landu Paranggi. Di dalam grup ini telah lahir sejumlah sastrawan ternama, seperti Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi A.G., Achmad Munif, Arwan Tuti Artha, Suyono Achmad Suhadi, R.S. Rudhatan, Ragil Suwarna Pragolapati, Teguh Ranusastra Asmara, Iman Budhi Santosa, Suminto A. Sayuti, Naning Indratni, Sri Setya Rahayu Suhardi, Slamet Riyadi, Sutirman Eka Ardhana, B. Priyono Sudiono, Saiff Bakham, Agus Dermawan T., Slamet Kuntohaditomo, Yudhistira A.N.M. Massardi, Darwis Khudori, Jabrohim, Sujarwanto, Gunoto Saparie, dan Joko S, Passandaran.
Pengalaman bekerja Korrie dimulai ketika pada 1978 ia bekerja di Jakarta sebagai wartawan dan editor buku untuk sejumlah penerbit. Kemudian, ia menjadi penyiar di RRI dan TVRI Studio Pusat, Jakarta, mengajar, dan menjabat Direktur Keuangan merangkap Redaktur Pelaksana Majalah Sarinah, Jakarta. Sejak Maret 2001 menjadi Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Koran Sentawar Pos yang terbit di Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Di samping itu, ia juga mengajar di Universitas Sendawar, Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Dalam Pemilu 2004 ia sempat duduk sebagai anggota Panwaslu Kabupaten Kutai Barat, tetapi kemudian mengundurkan diri karena mengikuti pencalegan. Oleh konstituen, ia dipercayakan mewakili rakyat di DPRD Kabupaten Kutai Barat periode 2004-2009. Di legeslatif itu Korrie menjabat sebagai Ketua Komisi I. Meskipun telah menjadi angota DPRD, Korrie tetap aktif menulis karena tugasnya sebagai jurnalis dan duta budaya. Pekerjaan itu pula yang menjadikan Korri kini bolak-balik Kutai Barat--Jakarta. Bahkan, ia sering berkeliling ke berbagai daerah di tanah air dan melawat ke berbagai negara di dunia.
Sebagai sastrawan, Korrie dikenal sebagai sastrawan yang kreatif. Berbagai karya telah ditulisnya, seperti novel, cerpen, puisi, cerita anak, dan esai. Ia juga menerjemahkan sekitar seratus judul buku cerita anak dan puluhan judul cerita pendek dari para cerpenis dunia, seperti Leo Tolstoy, Knut Hamsun, Anton Chekov, O'Henry, dan Luigi Pirandello.
Novelnya, antara lain, Upacara dan Api Awan Asap meraih hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta, 1976 dan 1998. Beberapa cerpen, esai, resensi buku, cerita film, dan karya jurnalistiknya mendapat hadiah dari berbagai sayembara. Beberapa cerita anak yang ditulisnya ada yang mendapat hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Cuaca di Atas Gunung dan Lembah (1985) dan Manusia Langit (1997). Selain itu, sejumlah bukunya dijadikan bacaan utama dan referensi di tingkat SD, SLTP, SMU, dan perguruan tinggi.
KARYA:
a. Novel
1. Upacara, Pustaka Jaya, 1976
2. Api Awan Asap, Grasindo, 1999
3. Wanita di Jantung Jakarta, Grasindo, 2000
4. Perawan, Balai Pustaka, 2000
5. Bunga, Grasindo, 2002
6. Lingkaran Kabut, Grasindo, 2002
7. Sendawar, diterbitkan sebagai cerber di Tabloid Nova, 2003
b.Cerpen
1. Malam Putih, PD Mataram, 1978, Balai Pustaka, 1981
2. Kekasih, Nusa Indah, 1982
3. Perjalanan Guru Sejarah, Bahtera, 1983
4. Matahari Makin Memanjang, Bahtera, 1985
5. Perhiasan Bumi, Bahtera, 1985
6. Perhiasan Bulan, Nusa Indah, 1988
7. Ratapan, Balai Pustaka, 1989
8. Perhiasan Matahari, Balai Pustaka, 1991
9. Hitam, Balai Pustaka, 1993
10. Tak Alang Kepalang, Balai Pustaka, 1993
11. Rawa, Indonesia Tera, 2000
12. Tarian Gantar, Indonesia Tera, 2002
13. Tamiang Layang, Lagu dari Negeri Cahaya, Balai Pustaka, 2002
14. Acuh Tak Acuh, Jendela, 2003
15. Wahai, Gramedia, 2003
16. Riam, Gita Nagari, 2003
17. Perjalanan ke Negeri Damai, Grasindo, 2003
18. Teluk Wengkay, Kompas, 2003
19. Percintaan Angin, Gramedia, 2003
20. Melintasi Malam, Gramedia, 2003
21. Sayu, Grasindo, 2004
22. Wanita Konglomerat, Balai Pustaka, 2005
23. Nyanyian Lara, Balai Pustaka, 2005
24. Rindu, Mahatari, 2005
25. Kayu Naga, Grasindo, 2005
26. Bentas Babay, Grasindo
27. Penari dari Rinding, Grasindo
28. Dongeng Angin Belalang, Grasindo
29. Kejam, Grasindo
30. Daun-Daun Bulan Mei, Kompas
31. Senyum yang Kekal, Kompas
c. Kumpulan Puisi
1. Matahari Pingsan di Ubun-Ubun, Walikota Samarinda, 1974
2. Putih! Putih! Putih! (bersama Gunoto Saparie) Yogyakarta, 1976
3. Sawan, Yayasan Indonesia, 1978
4. Suara Kesunyian, Budaya Jaya, 1981
5. Nyanyian Kekasih, Nur Cahaya, 1981
6. Nyanyian Ibadah, PD Lukman, 1985
7. Undangan Sahabat Rohani, Yogya, 1991
d. Esai dan Kritik Sastra
1. Puisi Indonesia Kini: Sebuah Perkenalan, Nur Cahaya, 1980
2. Cerita Pendek Indonesia Mutakhir: Sebuah Pembicaraan, Nur Cahaya, 1982
3. Perjalanan Sastra Indonesia, Gunung Jati, 1983
4. Suara Pancaran Sastra, Yayasan Arus, 1984
5. Kesusastraan Tanpa Kehadiran Sastra, Yayasan Arus, 1984
6. Puisi Indonesia Hari Ini: Sebuah Kritik, Yayasan Arus, 1984
7. Jejak Langkah Sastra Indonesia, Nusa Indah, 1986
8. Apresiasi Cerita Pendek 1, Cerpenis Wanita, Nusa Indah, 1991
9. Apresiasi Cerita Pendek 2, Cerpenis Pria, Nusa Indah, 1991
10. Wanita Penyair Indonesia, Balai Pustaka, 1997
11. Tokoh-Tokoh Cerita Pendek Dunia, Grasindo, 2005
e. Antologi yang memuat karya Korrie
1. Bulaksumur-Malioboro ( Halim HD, ed), Dema UGM, 1975
2. Laut Biru Langit Biru ( Ajip Rosidi, ed), Pustaka Jaya, 1977
3. Cerpen Indonesia Mutakhir ( Pamusuk Eneste, ed), Gramedia, 1983
4. Cerita Pendek Indonesia IV (Satyagraha Hoerip, ed), Gramedia, 1986
5. Tonggak 4 (Linus Suryadi A.G., ed), Gramedia, 1987
6. Cerpen-Cerpen Nusantara ( Suratman Markasan, ed) Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1992
7. Wanita Budaya Sastra (I.B. Putra Yadnya, ed), Udayana, 1992
8. Limau Walikota (M. Shoim Anwar, ed), Gaya Masa, 1993
9. Trisno Sumardjo Pejuang Kesenian Indonesia ( Korrie Layun Rampan,ed), Yayasan Arus, 1985
10. Iwan Simatupang Pembaharu Sastra Indonesia (Korrie Layun Rampan, ed), Yayasan Arus, 1985
11. Dari Negeri Poci 2 ( F. Rahardi), 1994
12. Trotoar (Wowok Hesti Prabowo, dkk., ed), KSI, 1996
13. Antologi Puisi Indonesia 1997(Slamet Sukirnanto, dkk., ed), Angkasa, 1997
14. Jakarta dalam Puisi Mutakhir (Korrie Layun Rampan, dkk., ed), Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 2000
15. Sumber Terpilih Sejarah Sastra Indonesia Abad XX ( E.Ulrich Kratz, ed), KPG, 2000
16. Nyanyian Integrasi Bangsa (Korrie Layun Rampan, ed), Balai Pustaka, 2000
17. Dari Fansuri ke Handayani (Taufiq Ismail, dkk., ed), Horison, 2001
18. Pembisik ( Ahmadun Yosi Herfanda, ed), Republika, 2002
19. Horison Sastra Indonesia 2 Kitab Cerita Pendek ( Taufiq Ismail, ed), Horison, 2002
20. Dua Kelamin bagi Midin ( Seno Gumira Ajidarma, ed), Kompas, 2003
21. Matahari Sabana ( Korrie Layun Rampan, ed), Nur Cahaya
22. Angkatan Sastra Sesudah Angkatan 66 (Angkatan 70 Atawa Angkatan 80) dalam Sastra Indonesia
f. Antologi Sastra (Nonkarya)
1. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia, Grasindo, 2000
2. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (Buku II), Grasindo
3. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (Buku III), Grasindo
4. Kembang Mayang, Klub Cinta Baca Indonesia, 2000
5. Dunia Perempuan: Antologi Cerita Pendek Wanita Cerpenis Indonesia, Bentang, 2002
6. Ungu: Antologi Puisi Wanita Penyair Indonesia, Indonesia Tera
g. Buku Teks dan Kamus
1. Dasar-Dasar Penulisan Cerita Pendek, Nusa Indah, 1995
2. Aliran Jenis Cerita Pendek, Nusa Indah, 1995, Balai Pustaka, 1999
3. A.B.J. Tengker (biografi), Sinar Harapan, 1999
4. Leksikon Susastra Indonesia, Balai Pustaka, 2000
5. Sejarah Sentawar (studi sejarah lokal), Pemkab Kubar, 2002
6. Lamin Ditinjau dari Sudut Sosiologi dan Antropologi Budaya (kajian sosiologis dan antropologis), Pemkab Kubar, 2003
7. Sejarah Perjuangan Rakyat Kutai Barat, Pemkab Kubar
h. Cerita Anak (Prosa dan Puisi)
1. Pengembaraan Tonsa si Posa, Sinar Harapan, 1981
2. Nyanyian Tanah Air, Cypress, 1981
3. Nyanyian Nusantara, Bahtera Jaya,
4. Lagu Rumpun Bambu, Cypress, 1983
5. Sungai, Cypress, 1985
6. Pohon-Pohon Raksasa di Rimba Raya, Cypress, 1985
7. Cuaca di Atas Gunung dan Lembah, Cypress, 1985
8. Tokoh-Tokoh Terkemuka dari Kalimantan, 1994
9. Nyanyian Pohon Palma, 1994
10. Namaku Paku, 1994
11. Pohon-Pohon Raksasa di Rimba Nusantara, Balai Pustaka, 1995
12. Mulawarman dan 29 Tokoh Terkemuka Kalimantan, 1996
13. Aku untuk Hiasan, 1996
14. Keluarga Kura-Kura dan Penyu, 1996
15. Manusia Langit, Balai Pustaka, 1997
16. Namaku Kakatua, 1996
17. Namaku Ikan, 1996
18. Namaku Udang, 1996
19. Asal-Usul Api, Pusat Bahasa, 2002
20. Asal-Usul Pesut, Balai Pustaka, 2005
21. Kerapu dan 29 Jenis Ikan Laut Lainnya
22. Namaku Ular
23. Liur Emas
24. Lagu Semanis Madu
25. Namaku Rusa
26. Bertamasya ke Batavia
27. Namaku Burung
28. Namaku Ikan Hias
29. Namaku Durian
30. Durian Raja Segala Buah

NUROCHMAN SUDIBYO YS

NUROCHMAN SUDIBYO YS
Nurochman Sudibyo YS. Adalah pekerja seni dan budaya kelahiran Tegal 24 Januari 1963. Sejak sekolah di Taman Kanak-kanak TK. GUNTUR Karangturi Indramayu, sudah Nampak bakatnya dalam berdeklamasi. Bahkan saat duduk di SD Indramayu I (sekarang Margadadi V) hoby membaca buku sastra dan wayang purwa, semaki memperkuat bakat seni-nya. Saatitu ia semakin memperlihatkan kemajuan di seni menulis indah, menggambar, menyanyi di membaca puisi sampai kemudian tamat SD tahun 1974. Sewaktu sekolah di SMP Negeri 2 Indramayu antara tahun 1974-1977 bakat seninya lebih terlihat menonjol di bidang seni rupa, menyanyi dan membaca puisi. Ketika pernah setahun sekolah di SMA Muhammadiyah Indramayu hanya terlihat bakat senirupanya saja. Demikian pula ketika pindah sekolah ke SPG PGRI ia mulai memperlihatkan kemenonjolan di bidang seni lukis, drama, dan membaca puisi.
Baru setelah diangkat sebagai guru sekolah dasar di tahun 1981-82 jiwa seninya kian diaktualkan untuk diri dan murid-muridnya. Ia kemudian mulai lebih spesifik menulis Puisi, cerpen, Esai, catatan perjalanan dan geguritan selain juga membuat banyak karya rupa ilustrasi dan dekorasi. Mas Noor atau Mas Dibyo pernah kuliah di FKIP D3 Bahasa dan sastra Inggris UNWIR Indramayu dan lulus S1 Th 2000 Guru Bahasa Indonesia UPI Bandung. Ia berhenti sebagai PNS Guru dan mulai total menggeluti Karya seni.
Sejak tahun 85-an karyaa sastranya telah dipublikasikan di berbagai media masa. Kumpulan Puisi Tunggalnya “Bawah Payung Langit” (1993), “Malam Gaduh” (1995), Soliloqui (1997) dan “Gerhana” (2000). Adapun Kumpulan Guritannya telah diterbitkan Medium Sastra & Budaya Indonesia diantaranya “Gurit Dermayon” (1995), “Perompak Indrajaya” (2000), “44 Gurit Dermayon” (2006), “Godong Garing Keterjang Angin” (2007), “Blarak Sengkleh” (2008), “Bahtera Nuh” (2009), “Pring Petuk Ngundang Sriti” (2010). Kumpulan Puisi Basa Cerbon bersama Ahmad Syubanuddin Alwy; “Susub Landep” (2008), “Nguntal negara” (2009) Dan “Gandrung Kapilayu (2010). Kumpulan Puisi Tegalan “Ngranggeh Katuranggan”(2009). Puisi-puisinya terkumpul dalam antologi bersama “Kembang Pitung Werna” (1992), “Kiser Pesisiran” (1994), Antologi Penyair Indonesia “Dari Negeri Poci” Th 1996, antologi puisi dan cerpen Indonesia modern “GERBONG” Yogyakarta (Th.2000), “Antologi Penyair Indonesia HUT Jakarta” (1999), Antologi “Lahir Dari Masa Depan” Tasikmalaya (2001). Antologi “Dari Negeri Minyak” (Th.2001), Antologi “Sastrawan Mitra Praja Utama” (2008). Antologi “Pangikat Serat Kawindra” (2010), dan Antologi “Perempuan Dengan Belati di Betisnya” Taman Budaya Jawa Tengah (2010). Sebagai sastrawan kini aktifitasnya tidak hanya di Indramayu namun juga menjadi motivator kesenian di berbagai darah baik di Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Slawi dan Pemalang.
Berkali tampil membacakan puisi dan menjadi juri puisi di berbagai kota di pulau Jawa. Sejak awal tahun 2010 bersama Dyah Setyawati mementaskan lakon puisi secara berkeliling, dengan memadukan unsur tradisi guritan, tembang, suluk, wayangan dan tari, bertajuk “Pangikat Serat Kawindra”, “Kupu Mabur Golet Entung”, “Kembang Suket”, dan “Nagari Corong Renteng, Sedulur Papat Lima Pancer dan Oyod Ming Mang.”. Penyair dan dalang tutur wayang gondrong ini sejak tahun 1990 menjadi Ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia. Beberapa kali diundang untuk mengikuti pertemuan sastrawan Nusantara baik di Brunai, Palembang dan Jambi. Thn 2012 ia diundang dalam pertemua Sastrawan Indonesia di Makasar sekaligus diminta mementaskan Wayang Sastranya dalam iringan lagu-lagu tarling. Di tahun 2012 bersama groupnya Medium Sastra dan Budaya Indonesia untuk tampil di Penutupan Festifal Teater Indonesia di Galery Nasional. Dan pada tgl 28 November kemarin kembali Nurochman Sudibyo memperoleh Penghargaan Anugtrah Cipta Budaya 2013, dari Gubernur Jokowi melalui Kepala Dinas Parbud Prov Jakarta Drs. Ari Budhiman.
Meskipun teman-teman sastrawan di Indramayu selalu meledek karya puisinya dan dianggap mereka jelek, namun beberapa kali karya puisinya justru masuk karya terbaik di Festifas Sastra Cirebon.’94, Tasik’95, Bandung’96, Riau 96, Jakarta’99, Bali’10, Jakarta’10, Bogor’11, Yogyakarta’12, KSI’12, dan Festifal Lanjong Kalimantan’13.
Sebagai ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia, Nurochman Sudibyo YS menjelaskan bahwa: Lembaga seni budaya yang dipimpinnya lahir di Jl. Jendral Sudirman No.69 Indramayu Jawa Barat antara tahun 1990-1993 an. Sejak pertama didirikan intensitasnya melakukan kegiatan pelatihan penulisan/pembacaan karya sastra, penyelenggaraan even kesenian, pementasan teater dan penelitian seni budaya. Sejak mula lembaga ini menggunakan kata Indonesia sebagai bentuk keyakinan bahwa kelak apa pun yang digagas dapat menjadi suatu kekuatan baru dalam tatanan seni budaya bangsa, karena itulah lembaga ini dalam kiprahnya tak mau meniru selain harus terus berinovasi mencari bentuk-bentuk baru untuk seni budaya di Indonesia. Meski demikian kesekretariatannya tetap di Indramayu.
Salah satu ciri khas pentas pembacaan puisi produk Medium Sastra & Budaya Indonesia, selalu menggunakan gaya tutur teater rakyat “Sandiwara, dalang wayang dan Drama Tarling” khas Indramayu. Seni tembang klasik yang berasal dari tembang tayub dan kiseran dalam iringan gamelan itu kemudian bermigrasi dari gamelan ke gitar dan suling ini, hingga kini terus bertahan menjadi kesenian yang khas dari Indramayu dan Cirebon atau lazim disebut Tarling. Namun demikian Medium Sastra & Budaya Indonesia hanya mengambil esensi besar pada Tarling yaitu pada unsur musik dan tembang saja, yang kemudian dipadukan dengan karya sastra baik berupa puisi jawa (gurit), suluk, tembang, kidung, jawokan serta parikan yang dipadukan dengan puisi berbahasa Indonesia.
Gaya pembacaan puisi yang khas ini semenjak tahun 80 an dimotori oleh Nurochman Sudibyo YS. Sejak itu setiap kali mengikuti lomba baca puisi selalu menjadi juara baik di daerah maupun di berbagai kota lainnya. Di mulai dengan membaca puisi dengan ilustrasi beriramakan suling khas Dermayu/Indramayu. Gagasannya ini kemudian menempatkannya sebagai Pemuda Pelopor bidang pembangunan seni budaya dan pariwisata tingkat Provinsi Jawa barat dan nominator ke 2 di tingkat nasional tahun 1996-1997.
Selanjutnya Nurochman Sudibyo YS pun dikenal dengan sebutan sastrawan yang menghasilkan karya puisi, cerpen, esai dan catatan budaya. Ia dikenal pula sebagai Pembaca Puisi Kiseran, karena setiap membacakan puisi selalu dihiasi dengan suluk, tembang dan jawokan gaya irama tarling kiseran. Karena sering di undang ke berbagai kota dan daerah, Sejak itu ia pun diberi gelar Ki Tapa Kelana. Posisinya selain pembaca puisi di berbagai even juga diminati masyarakat Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal sampai Bekasi, utamaya di minta memberi kidungan Dermayonan ditambah dengan pembacaan puisi. Lagi lagi irama pengiringnyapun live gamelan, suling atau rekaman yang ada di memori HP, CD dan Mp3. Kiseran sendiri maknanya adalah ungkapan cerita dalam bentuk tembang bernuansa sastra yang mengemukakan perasaan suka maupun duka secara bebas dengan laras tarling irama kiser.
Sejak tahun 2000 setiap datang hari ulang tahun Nurochman Sudibyo, MS&B melakukan Pentas Malam Pembacaan Puisi Multimedia di kota Indramayu yang saat itu biasa disebut pembacaan puisi kiseran. Meski tanggal kegiatannya 24 Januari dan bertepatan dengan musim penghujan, namun acaranya selalu sukses walau digelar di luar gedung, bahkan beberapa kali dilakukan di tengah sungai Cimanuk dan sekitarnya. Diantara pentasnya antara lain; “Perompak Indrajaya 2001, Aja Mbluya-2002, Perang Potret-2003, Waduk Bojong-2004, Mak Njaluk Mangan-2005, Gurit ‘44-2006, Blarak Sengkle -2007, Godong Garing Keterjang Angin-2008, Bahtera Nuh -2009, dan Pring Petuk Ngundang Sriti-2010”, semua di gelar di Kota Indramayu di bantaran Kali Cimanuk. Selain pentas di agenda tahunan di tahun 2006 MS&B diundang untuk pentas “Negeri Cantik” di pembukaan Pameran seni lukis SP Hidayat di Musium Nasional Jakarta, dan di tahun 2008 Pentas “Negeri Para Pejuang” di pembukaan Pameran Tunggal seni lukis Karya Dirot Kadirah di gedung utama Galeri Nasional.
Mulai tahun 2010 hingga tahun 2013 banyak diundang pentas pembacaan Tarling Multimedia, diantaranya di Bojonegoro dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Kota Tegal dan Slawi dengan lakon yang sama Pangikat Serat Kawindra. Berikutnya diundang di Pentas sastra Kedai Lalang Jakarta dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Taman Siswa Yogyakarta dengan lakon Kupu Mabur Golet Entung, di Komunitas Sastra Reboan dalam lakon Negeri Corong Renteng, di TIM dalam lakon Bintang Anak Tuhan, di Taman Budaya Surakarta “Pangikat Serat Kawindra”, di Indramayu “Kembang Suket”, di Pembukaan Art Semarang “Sintren Beken”, di Pasar Malam Jawa Tengah Semarang “Negeri Corong Renteng”, di Pati “Indonesia Kesurupan”, di PPIB kota Tegal “Sedulur Papat Lima Pancer”, di Cirebon “Tragedi Kurusetra”, di Pertemuan Sastrawan Nusantara Palembang “Negeri Corong Renteng”, di STSI Bandung “Negeri Corong Renteng” Pertemuan Sastrawan Makasar “Bersatu Pujangga Nagari Bhahari”, di Galeri Nasional “Sedulur Papat Lima Pancer”, Pembukaan Kongres Bahasa Jawa, di Surabaya dengan Lakon Negeri Corong Renteng,” di Slawi Kab. Tegal dipentaskan “Tumandhange Sinatria Bhayangkara”, dan berlanjut baru-baru ini menggelar pembacaan puisi Tarling Multi media dengan lakon: Puisi Menolak Korupsi dimulai di kota Blitar, Semarang, Surakarta, Jakarta dan Purworejo.
Selain memenuhi panggilan pentas besar dan kecil, sesuai dengan kemajuan zaman Medium Sastra & Budaya Indonesia pun menyajikan bentuk pemanggungan pembacaan puisi dengan tetap beriramakan Tarling, meski kadang diiringi musik gamelan, orkes keroncong, dangdut, organ tunggal, bahkan berbagai musik modern lainnya. Disebut multi media karena dalam pentas pembacaan puisinya kerap kali menggunakan berbagai media sebagai kekuatan pendukung, seperti; wayang kulit, wayang golek, wayang suket, wayang tutus, wayang kertas, wayang padi, wayang ikan asin, topeng, dan dihiasi pula dengan berbagai jenis tari klasik, kontemporer, seni lukis, dan property visual lainnya. ***
Sekilas tentang MS&B
Medium Sastra & Budaya Indonesia, demikian Lembaga seni budaya ini lahir di Indramayu Jawa Barat di tahun 1994. Sejak pertama didirikan intensitasnya melakukan kegiatan pelatihan penulisan/pembacaan karya sastra, pementasan teater dan penelitian seni budaya. Sejak mula lembaga ini menggunakan kata Indonesia sebagai bentuk keyakinan bahwa kelak apa pun yang digagas dapat menjadi suatu kekuatan baru dalam tatanan seni budaya bangsa, karena itulah lembaga ini dalam kiprahnya tak mau meniru selain harus terus berinovasi mencari bentuk-bentuk baru untuk Indonesia. Meski demikian kesekretariatannya tetap di Indramayu.
Salah satu ciri khas pentas pembacaan puisi Medium Sastra & Budaya Indonesia, selalu menggunakan gaya tutur teater rakyat ‘Drama Tarling’. Seni Klasik yang bermigrasi dari gamelan ke gitar dan suling ini hingga kini masih bertahan menjadi kesenian yang khas dari Indramayu dan Cirebon. Namun demikian MS&BI hanya mengambil esensi besar pada Tarling yaitu pada unsur musik dan tembang yang kemudian dipadukan dengan karya sastra baik berupa puisi jawa (gurit), suluk, tembang, kidung, jawokan serta guritan yang dipadukan dengan puisi berbahasa Indonesia. Gaya pembacaan yang khas ini dimotori oleh Nurochman Sudibyo YS. Sejak tahun 80-an setiap kali mengikuti lomba baca puisi selalu menjadi juara baik di daerah maupun di berbagai kota lainnya. Di mulai dengan membaca puisi dengan ilustrasi beriramakan suling khas Dermayu/Indramayu. Gagasannya ini kemudian menempatkannya sebagai Pemuda Pelopor bidang pembangunan seni budaya dan pariwisata tingkat Provinsi Jawa barat dan nominator ke 2 di tingkat nasional tahun 1996-1997.
Selanjutnya Nurochman Sudibyo YS pun dikenal dengan sebutan sastrawan yang menghasilkan karya puisi, cerpen, esai dan catatan budaya. Ia dikenal pula sebagai Pembaca Puisi Kiseran, karena setiap membacakan puisi selalu dihiasi dengan suluk, tembang dan jawokan gaya irama tarling kiseran. Karena sering di undang ke berbagai kota dan daerah, Sejak itu ia pun diberi gelar Ki Tapa Kelana. Posisinya selain pembaca puisi di berbagai even juga diminati masyarakat Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal sampai Bekasi, utamaya di minta memberi kidungan Dermayonan ditambah dengan pembacaan puisi. Lagi lagi irama pengiringnyapun live gamelan, suling atau rekaman yang ada di memori HP, CD dan Mp3. Kiseran sendiri maknanya adalah ungkapan cerita dalam bentuk tembang bernuansa sastra yang mengemukakan perasaan suka maupun duka secara bebas dengan laras tarling irama kiser.
Sejak tahun 2000 setiap datang hari ulang tahun Nurochman Sudibyo, MS&BI melakukan Pentas Malam Pembacaan Puisi Multimedia di kota Indramayu yang saat itu biasa disebut pembacaan puisi kiseran. Meski tanggal kegiatannya 24 Januari dan bertepatan dengan musim penghujan, namun acaranya selalu sukses walau digelar di luar gedung, bahkan beberapa kali dilakukan di tengah sungai Cimanuk dan sekitarnya. Diantara pentasnya antara lain; “Perompak Indrajaya 2001, Aja Mbluya-2002, Perang Potret-2003, Waduk Bojong-2004, Mak Njaluk Mangan-2005, Gurit ‘44-2006, Blarak Sengkle -2007, Godong Garing Keterjang Angin-2008, Bahtera Nuh -2009, dan Pring Petuk Ngundang Sriti-2010”, semua di gelar di Kota Indramayu di bantaran Kali Cimanuk. Selain pentas di agenda tahunan di tahun 2006 MS&BI diundang untuk pentas “Negeri Cantik” di pembukaan Pameran seni lukis SP Hidayat di Musium Nasional Jakarta, dan di tahun 2008 Pentas “Negeri Para Pejuang” di pembukaan Pameran Tunggal seni lukis Karya Dirot Kadirah di gedung utama Galeri Nasional.
Mulai tahun 2010 hingga tahun 2013 banyak diundang pentas pembacaan Tarling Multimedia, diantaranya di Bojonegoro dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Kota Tegal dan Slawi dengan lakon yang sama Pangikat Serat Kawindra. Berikutnya diundang di Pentas sastra Kedai Lalang Jakarta dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Taman Siswa Yogyakarta dengan lakon Kupu Mabur Golet Entung, di Komunitas Sastra Reboan dalam lakon Negeri Corong Renteng, di TIM dalam lakon Bintang Anak Tuhan, di Taman Budaya Surakarta “Pangikat Serat Kawindra”, di Indramayu “Kembang Suket”, di Pembukaan Art Semarang “Sintren Beken”, di Pasar Malam Jawa Tengah Semarang “Negeri Corong Renteng”, di Pati “Indonesia Kesurupan”, di PPIB kota Tegal “Sedulur Papat Lima Pancer”, di Cirebon “Tragedi Kurusetra”, di Pertemuan Sastrawan Nusantara Palembang “Negeri Corong Renteng”, di STSI Bandung “Negeri Corong Renteng” Pertemuan Sastrawan Makasar “Bersatu Pujangga Nagari Bhahari”, di Galeri Nasional “Sedulur Papat Lima Pancer”, Pembukaan Kongres Bahasa Jawa, di Surabaya dengan Lakon Negeri Corong Renteng,” di Slawi Kab. Tegal dipentaskan “Tumandhange Sinatria Bhayangkara”, dan berlanjut baru-baru ini menggelar pembacaan puisi Tarling Multi media dengan lakon: Puisi Menolak Korupsi dimulai di kota Blitar, Semarang, Surakarta, Jakarta dan Purworejo.
Selain memenuhi panggilan pentas besar dan kecil, sesuai dengan kemajuan zaman Medium Sastra & Budaya Indonesia pun menyajikan bentuk pemanggungan pembacaan puisi dengan tetap beriramakan Tarling, meski kadang diiringi musik gamelan, orkes keroncong, dangdut, organ tunggal, bahkan berbagai musik modern lainnya. Disebut multi media karena dalam pentas pembacaan puisinya kerap kali menggunakan berbagai media sebagai kekuatan pendukung, seperti; wayang kulit, wayang golek, wayang suket, wayang tutus, wayang kertas, wayang padi, wayang ikan asin, topeng, dan dihiasi pula dengan berbagai jenis tari klasik, kontemporer, seni lukis, dan property visual lainnya. ***
Pentas Sedulur Papat Lima Pancer di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki ini adalah undangan kedua setelah lakon ini sebelumnya digelar dalam puncak Pesta Festival Teater Indonesia di Galerry Nasional 2012 lalu. Atas keberhasilan pentas tersebut ketua panitia Anugrah Seni Cipta Budaya 2013 Ari Batubara kembali mengundang Medium Sastra & Budaya Indonesia yang bersekretariat di Jl Jndral Sudiran 69 Indramayu untuk tampil menjadi salah satu dari 10 jenis kesenian hasil cipta budaya creator Indonesia.
Tarling Multi Media adalah nama yang diajukan pihak panitia mengingat Nurochman Sudibyo YS alias Ki Tapa Kelan selaku penyusun cerita dan sutradara pagelaran member kebebasan kepada audien yang menilai dan member nama. “ Saya pada intinya mempersembahkan sebuah pertunjukan baca puisi yang lain dari yang lain. Jika di Makasar kami disebut Wayang Tarling, Di Indramayu pentas Kiseran jika semata baca puisi saja. Pentas Wayang Gondrong ankala medianya beraneka macam. Pendek kata Pembacan kary sstra multi media adalh sebentuk cara mensosilissikn kary gabungn dari berbgi aspek puisi, gurit, mantra, jawokan, pantun, parikan dan seluruh unsure peninjang lain seperti seni rupa, seni musik dan seni drama. Semua itu tersaji dalam kekentalan tembang klasik yang berbuansakan tarling dn lagu-lagu bernafaskan dendang pantura.
Pentas Tarling Multimedia digelar persis di malam puncak penyerahan Anugrah Cipta Budaya dari atas nama Gubernur Jakarta melalui Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jakarta Bapak Ari Budhiman diberikan pada Ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia Nurochman Sudibyo YS. Anugrah Cipta Budaya tersebut diraih atas dedikasi dan kesetiaannya menggeluti kesenian yang terus diperjuangkan hingga kini.